Sabtu, 16 November 2013

Dihantam Pencemaran dan Sedimentasi



Nama               : Widi Indra Kesuma
Npm                : 1114111058
Jurusan            :Budidaya Perairan
                                    Tugas Mata Kuliah Ekologi Perairan


Dihantam Pencemaran dan Sedimentasi

https://docs.google.com/document/pubimage?id=1K3Ruj2LT2GIdk6tSCLi-YbYeF2PZa4E0R0hu_QkEr3E&image_id=1Pj-0MOuQxnVLdURa4XHjPU6vQ2vkzh4



Senin, 5 November 2012 - 08:58:00
|
Pro Kaltim
|
Dibaca : 121 Kali

SAMARINDA - Selain masalah sedimentasi, Sungai Mahakam juga semakin tercemar. Tiap tahun tambah parah. Data Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kaltim, sejak 2009 hingga 2011, ada peningkatan indeks pencemaran (IP) yang signifikan. Dalam penghitungan IP ini, BLH merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.

Soal pencemaran ini sebelumnya sudah dibeber Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran, Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kaltim, Suyitno. Yang mana kondisi tercemar tak berlaku di sepanjang sungai. Melainkan di beberapa titik tertentu, terutama yang bersinggungan dengan permukiman dan industri.

Nah, kali ini dia membeber tentang metode perhitungan IP dan seberapa berat pencemaran yang terjadi.

Kepada Kaltim Post akhir pekan lalu, Suyitno mengatakan, dalam tiga tahun terakhir kondisi sungai yang mengalir dari Kutai Barat (Kubar), Kutai Kartanegara (Kukar), dan Samarinda itu sungguh mengejutkan. Pada 2009, kualitas air berdasarkan IP menunjukkan angka 3,85 yang berarti tercemar ringan.

Setahun kemudian, IP naik menjadi 7,45 yang berarti tercemar sedang. Kondisi memburuk pada 2011. Tahun itu, IP menunjukkan angka 10,19, yang artinya status Mahakam tercemar berat. (lihat grafis)

Penelitian dilakukan BLH Kaltim dari Melak, Kubar hingga Anggana di Kukar.

“Dalam prosesnya, alam mampu merehabilitasi kondisinya (sungai), namun kalau kondisinya terus memburuk maka perlu campur tangan manusia. Ini untuk informasi, catchment area (daerah tangkapan) DAS (Daerah Aliran Sungai) Mahakam itu mencapai luas 7 juta hektare. Meliputi Malinau, Kubar, Kutai Timur, Kutai Kartanegara, dan Samarinda,” kata Suyitno.

Mengurangi tingkat pencemaran, kata dia, maka dibuatlah Peraturan Daerah (Perda) Nomor 2 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Jadi setiap parameter yang dibuang ke lingkungan maka harus memenuhi standar baku mutu yang sudah ditetapkan.

Khususnya, perusahaan yang akan beroperasi, diwajibkan membuat izin pengolahan limbah.

“Ini yang kami ingin, di mana izin pengolahan limbah itu harus ada di masing-masing kabupaten/kota. Agar lebih ketat pengawasannya. Tak boleh perusahaan beroperasi sebelum ada Amdal (Analisis Dampak Lingkungan). Ditambah kini ada PP Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan. Walau ada Amdal, tak boleh beroperasi sebelum ada izin lingkungan,” katanya, menjelaskan.

REHABILITASI

Lebih dalam, Suyitno menyebutkan, untuk menangani Sungai Mahakam diperlukan badan otoritas sendiri. Kaltim bisa berkaca pada penanganan Sungai Brantas di Jawa Timur. Sejak 1970, sungai itu dikelola oleh Perum Jasa Tirta I. sungai Mahakam bisa diberlakukan seperti itu. Tapi yang jangan lupa, jelas dia, penanganan sungai ini harus dilakukan secara komprehensif dan tak sepotong-potong.

“Sungai Mahakam ini masuk wilayah sungai strategis nasional. Sehingga perlu dilakukan rehabilitasi. Meski saat ini KLH (Kementerian Lingkungan Hidup), masih memprioritaskan tiga sungai, yakni Sungai Ciliwung, Sungai Musi, dan Sungai Bengawan Solo. Seharusnya Mahakam juga masuk prioritas,” ucapnya.

Sebelumnya, para peneliti Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK), Universitas Mulawarman (Unmul), pada 2005 hingga 2008 pernah mengukur kedalaman Sungai Mahakam. Hasilnya; sedimentasi di sungai sepanjang 920 kilometer itu meningkat signifikan.

Ada tiga lokasi di Samarinda yang pernah diukur. Yakni, di bawah Jembatan Mahakam, di depan Pasar Pagi, dan sekitar PDAM Selili, Samarinda Ilir. Kawasan tersebut diindikasi menjadi lokasi dengan endapan yang cukup tinggi.

“Hasilnya, di bawah Jembatan Mahakam kedalaman sungai hanya berkisar 30 meter. Di Pasar Pagi tinggal 15 meter, dan di sekitar PDAM Selili antara 20 hingga 25 meter,” kata Iwan Suyatna, ketua Program Studi Konsentrasi Ilmu dan Teknologi Kelautan, Jumat (2/11)
“Dari metode yang kami gunakan saat itu, diketahui kedalaman sungai di masing-masing lokasi semakin berkurang,” lanjut Ketua Karto-Hidrooseanografi Unmul ini.

Dijelaskannya, partikel paling dominan yang menyebabkan sedimentasi Mahakam adalah lumpur. Asalnya dari hulu sungai. Terbawa guyuran hujan dan larut ke sungai akibat tak ada tutupan lahan. Contohnya pada aliran sungai di Kembang Janggut, Kutai Kartanegara (Kukar).

“Di sana (Kembang Janggut), banyak danau-danau kecil diuruk untuk pembangunan. Mengubah ekosistem. Dampaknya jelas, sungai dipenuhi sediment load,” katanya.

Indikasi sedimentasi lainnya yakni makin seringnya perusahaan yang memiliki dermaga di Sungai Mahakam melakukan pengerukan sungai. Fakta ini dia  dapat selama proses penelitian di beberapa perusahaan minyak dan gas bumi (migas). (*/rdh/far/k2)


Banyak hal yang bisa kita lakukan sebagai cara mengatasi pencemaran air.
  1. Sadar akan kelangsungan ketersediaan air dengan tidak merusak atau mengeksploitasi sumber mata air agar tidak tercemar.
  2. Tidak membuang sampah ke sungai.
  3. Mengurangi intensitas limbah rumah tangga.
  4. Melakukan penyaringan limbah pabrik sehingga limbah yang nantinya bersatu dengan air sungai bukanlah limbah jahat perusak ekosistem.
  5. Pembuatan sanitasi yang benar dan bersih agar sumber-sumber air bersih lainnya tidak tercemar.
Beberapa cara mengatasi pencemaran air tersebut di antaranya sebagai berikut.
  1. Program Pengendalian Pencemaran dan Pengrusakan Lingkungan
  • Mengurangi beban pencemaran badan air oleh industri dan domestik.
  • Mengurangi beban emisi dari kendaraan bermotor dan industri.
  • Mengawasi pemanfaatan B3 dan pembuangan limbah B3.
  • Mengembangkan produksi yang lebih bersih (cleaner production) dan EPCM (Environmental Pollution Control Manager).
  1. Program Rehabilitasi dan Konservasi SDA dan Lingkungan Hidup
a.       Mengoptimalkan pelaksanaan rehabilitasi lahan kritis.
b.      Menanggulangi kerusakan lahan bekas pertambangan, TPA, dan bencana.
c.       Meningkatkan konservasi air bawah tanah.
d.      Rehabilitasi dan konservasi keanekaragaman hayati.
e.        Berperilaku terpuji dan santun terhadap lingkungan dan Memuliakan air adalah salah satu bentuk wujud nyata yang bisa kita lakukan guna kelangsungan hidup bersama

Tidak ada komentar: