Minggu, 10 Mei 2015

EKSTRAKSI BAHAN ALAMI







EKSTRAKSI BAHAN ALAMI
(Laporan Praktikum Manajemen Kesehatan Ikan)













Oleh
Widi Indra Kesuma
1114111058







Logo Unila (3).jpg







JURUSAN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2013
I.       PENDAHULUAN

A.      Latar  Belakang

Penggunaan obat tradisional atau obat asli Indonesia mengalami peningkatan, baik untuk pemeliharaan kesehatan maupun untuk pengobatan gangguan kesehatan. Tumbuhan yang dipakai sebagai obat tradisional mempunyai aktivitas biologis karena mengandung berbagai senyawa kimia yang dapat mempengaruhi sel-sel hidup suatu organisme.

Ada beberapa tanaman yang dapat dijadikan obat tradisional untuk mengatasi penyakit. Prinsip suatu tanaman dapat digunakan sebagai obat yaitu apabila tanaman tersebut mengandung senyawa yang bersifat sitotoksik. BSLT (Brine Shrimp Letahality Test ) merupakan salah satu metode untuk skrining terhadap senyawa sitotoksik dengan menggunakan Artemia salina Leach. Praktikum ini merupakan dalam rangka menemukan senyawa sitotoksik yang diharapkan dalam perkembangan selanjutnya dapat digunakan sebagai obat antibakteri.


B.       Tujuan

Adapun tujuan dari praktikum ini adalah agar mahasiswa mampu memanfaatkan bahan-bahan alami sebagai kandidat antibakteri.









II.           TINJAUAN PUSTAKA


2.1  Bahan Alami yang digunakan
Ketepeng cina
Ketepeng cina ( Cassia alata L. ) menurut Syamsuhidayat dan Ria (1991) berasal dari daerah tropik Amerika dan biasanya hidup pada dataran rendah sampai pegunungan dengan ketinggian 1.400 meter di atas permukaan laut. Tumbuhan ketepeng cina ( Cassia alata L. ) termasuk tumbuhan dikotil yang mempunyai sistem perakaran tunggang, yaitu memperlihatkan akar pokoknya yang bercabang-cabang menjadi akar yang lebih kecil dan berbentuk kerucut panjang yang terus tumbuh lurus ke arah bawah. Sistem perakaran tunggang ini umumnya berfungsi untuk memperluas bidang penyerapan dan memperkuat tegaknya batang.

Daun Ketepeng cina ( Cassia alata L. ) dapat digunakan sebagai obat secara tradisional disebabkan oleh adanya kandungan kimia yang terdapat didalamnya seperti rein aloe emodina, rein aloe emodina diantron, rein aloe emodina asam krisofanat ( dehidroksimetilantroquinone ) dan tannin. Di samping itu alkaloida, flavonoida dan antrakinon juga terdapat di dalamnya(Syamsuhidayat dan Ria, 1991).

Sambiloto
Sambiloto (Andrographis paniculata Ness.) merupakan tanaman perdu yang tumbuh tegak dengan tinggi antara 0,5-1 meter. Bagian yang digunakan adalah daun dan batang Tanaman ini tumbuh secara luas di Asia Selatan dan Tenggara seperti India, Pakistan, Sri Lanka, Indonesia, Malaysia dan Thailand. Di Cina dan Thailand, sambiloto dibudidayakan secara besar-besaran (Sandberg, F. 1994). Senyawa aktif utama dari sambiloto adalah andrografolid. Senyawa ini termasuk senyawa diterpen lakton dan larut dalam pelarut organik. Andrografolid terkandung paling banyak di daun (kurang lebih 2,39 %) dan paling sedikit pada biji (Sharma dkk.,1992). Senyawa lain yang terdapat di dalam sambiloto adalah deoksiandrografolid- 19-_-D-glukosida dan neo-andrografolid yang keseluruhannya diisolasi dari daun (Chem dan Liang, 1982), 14-deoksi-11,12- didehydroandrografolid (andrografolid - D), homoandrografolid, andrografan, andrografon, andrografosterin, dan stigmasterol (Siripong dkk., 1992).

Daun sirih
Wijayakusuma et al. (1992) mengatakan bahwa sirih sudah dikenal dan dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia sejak lama. Tanaman ini banyak ditanam orang di pekarangan, batangnya berwarna hijau kecokelatan. Permukaan kulit kasar dan berkerut-kerut, mempunyai nodule atau ruas yang besar tempat keluarnya akar. Tumbuh memanjat dan bersandar pada batang lain, tinggi dapat mencapai 5 – 15 m. Daun tebal, tumbuh berseling, bertangkai, daun berbentuk jantung dengan ujung daun meruncing. Tepi rata. Lebar 2.5 – 10 cm, panjang 5 – 18 cm, mengeluarkan bau aromatik bila diremas.

Kandungan kimia utama yang memberikan ciri khas daun sirih adalah minyak atsiri. Selain minyak atsiri, senyawa lain yang menentukan mutu daun sirih adalah vitamin, asam organik, asam amino, gula, tanin, lemak, pati dan karbohidrat. Komposisi minyak atsiri terdiri dari senyawa fenol, turunan fenol propenil (sampai 60%). Komponen utamanya eugenol (sampai 42,5 %), karvakrol, chavikol, kavibetol, alilpirokatekol, kavibetol asetat, alilpirokatekol asetat, sinoel, estragol, eugenol, metil eter, p-simen, karyofilen, kadinen, dan senyawa seskuiterpen (Darwis, 1991).


Bawang putih
Bawang putih (Allium sativum) termasuk dalam familia Liliaceae. Dikenal dengan nama Garlic. Di daerah Wonosobo, Jawa Tengah dikenal sebagai penghasil bawang putih local yang dikenal dengan sebutan bawang kathing. Karakteristik bawang kathing adalah berumbi ganda dengan kulit keunguan (RIAUWATY et al., 2005). Komposisi kimia umbi bawang putih lokal Indonesia setiap 100 gram adalah sebagai berikut: protein 4,5 gram, lemak 0,2 gram, karbohidrat 23,10 gram, vitamin B1 0,22 miligram, vitamin C 15 miligram, fosfor 134 miligram, kalsium 42 miligram, besi 1 miligram, kadar air 71 gram dan energi 95 kalori (BPPT, 2006).

Bawang putih juga digunakan sebagai antimikrobia (Agarwal, 1996). Pemanasan
bawang putih selama lima menit mensupresi efek antimikrobia (SHARMA et al., 1977; CACERES et al., 1987; HUGHES dan LAWSON, 1991). Lebih jauh ditegaskan bahwa dalam bentuk ekstrak, bawang putih tidak menunjukkan aktivitas antimikrobia secara signifikan (MARTIN dan ERNST, 2003). Bawang putih mempunyai aktivitas antikarsinogenik (LE BON dan SIESS, 2000) yaitu melindungi jaringan dari proses karsinogenesis (SURH et al., 1995). Adanya allicin yang mengandung molekul organosulfur mampu melewati membran phospholipid dan melindungi membran sel bakteri (MIRON et al. 2000).

2.2    Bakteri yang Digunakan
Bakteri Aeromonas hydrophila merupakan suatu bakteri berbentuk batang, gram negatif, motil/bergerak dengan flagella polar, yang pada umumnya terdapat pada perairan dengan bahan organik yang tinggi. Aeromonas hydrophila tidak hanya mampu menyerang ikan mas, melainkan dapat juga menyerang hampir semua jenis ikan air tawar, termasuk juga didalamnya ikan lele. Selain menyerang ikan air tawar, bakteri A. hydrophila juga dapat menyerang manusia yaitu yang bersifat enterotoksigenik dan cukup potensial terhadap patogenitas di saluran pencernaan manusia. Aeromonas hydrophila menghasilkan berbagai toksin ekstraseluler salah satunya Aerolysin yang mungkin merupakan faktor virulen (Dwijoseputro, 1989).

Aeromonas hydrophila dikenal sebagai bakteri yang bersifat oportunis, yaitu jarang menyerang pada ikan yang sehat tetapi dapat menginfeksi pada saat system pertahanan tubuh ikan sedang menurun akibat stess. Menurut Kamiso (1991) penyakit yang disebabkan Aeromonas hydrophila dinamakan penyakit Motile Aeromonas Septicemea (MAS) atau yang lebih dikenal dengan nama penyakit bercak merah. Ikan yang terserang penyakit ini dapat menunjukkan gejala antara lain kematian mendadak, kurangnya nafsu makan, gerakan berenang yang tidak normal (berputar-putar diatas permukaan air), insang pucat, pembengkakan tubuh atau luka-luka pada tubuh ikan dan pemborokan pada mata. Infeksi bakteri ini dapat menyebabkan kematian tinggi (80-100%) dalam waktu 1-2 minggu. Selain itu, pengendalian bakteri ini sulit karena memiliki banyak strain dan selalu ada di air serta dapat menjadi resisten terhadap obat-obatan (Gerard, 2008).

2.3    Uji yang Dilakukan
Uji In Vitro
Uji in vitro adalah suatu uji sediaan dalam pengaruh bentuk sediaan terhadap laju disolusi. Uji invitro memiliki kelebihan dibanding uji invivo, yakni waktu uji lebih cepat dan lebih hemat karena tidak memerlukan ternak percobaan

1.        Zona Hambat
Zona Hambat merupakan tempat di mana bakteri terhamabat pertumbuhannya akibat anti bakteri atau anti mikroba. Zona hambat adalah daerah untuk menghambat pertumbuhan mikroorrganisme pada media agar oleh antibiotik. Contohnya: tetracycline, erytromycin, dan streptomycin. Tetracycline merupakan antibiotik yang memiliki spektrum yang luas sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri secara luas. Uji zona hambat dilakukan dengan menggunakan metode difusi (Diffusion Test) menggunakan kertas cakram, (Anderson, 1974).

2.        MIC (Minimum Inhibitory Concentration)
Uji ini dilaksanakan terhadap suatu sediaan anti mikroba (baik itu desinfektan) untuk diketahui konsentrasi terendah dari anti mikroba) tersebut dalam menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Selainitu, uji MIC ini penting dilaksanakan untuk mengetahui resistensi suatu mikroba terhadap anti mikroba.

v Kelebihan uji MIC :
a)        Uji MIC relative mudah dan untuk menyiapkan dan melaksanakan, yang tentu saja meningkatkan reproduktifitas
b)        Tes MIC dapat dilakukan pada skala yang sangat kecil (microtiter MIC).
c)        Tes MIC adalah cara mudah untuk menguji sifat anti mikroba formulasi di antara berbagai parameter, seperti di spesies mikroba atau campuran surfaktan.

v Kelemahan uji MIC :
a)      Sedikit variasi dalam cara parameter uji MIC dapat memiliki dampak besar pada MIC jelas. Sebagai contoh, diperpanjangnya inkubasi akan membuat MIC tampak lebih tinggi, dan konsentrasi inokulum lebih rendah akan membuat MIC tampaknya lebih rendah.
b)      Hasil dari studi MIC harus dijaga dan dipertimbangkan dalam konteks yang tepat (Grondel, 1982).

Uji Toksisitas
Brine Shimp Lethality Test (BSLT) merupakan salah satu metode uji toksisitas yang banyak digunakan dalam penelusuran senyawa bioaktif yang toksik dari bahn alam. Metode ini menunjukkan aktifasi farmakologis yang luas, tidak spesifik dan dimanifestasikan sebagai toksisitas senyawa terhadap larva udang (Artemia salina Leach).
Uji toksisitas dengan metode BSLT ini merupakan uji toksisitas akut dimana efek toksik dari suatu senyawa ditentukan dalam waktu singkat, yaitu rentang waktu selama 24 jam setelah pemberian dosis uji. Prosedurnya dengan menentukan nilai LC50 dari aktivitas komponen aktif tanaman terhadap larva Artemia salina Leach. Suatu ekstrak dikatakan toksik berdasarkan metode BSLT jika harga LC < 1000 μg/ ml.

LC50 adalah konsentrasi dari suatu senyawa kimia di udara atau dalam air yang dapat menyebabkan 50% kematian pada suatu populasi hewan uji atau makhluk hidup tertentu. Penggunaan LC50 dimaksudkan untuk pengujian ketoksikan dengan perlakuan terhadap hewan uji secara berkelompok yaitu pada saat hewan uji dipaparkan suatu bahan kimia melalui udara maka hewan uji tersebut akan menghirupnya atau percobaan toksisitas dengan media air. Nilai LC50 dapat digunakan untuk menentukan tingkat efek toksik suatu senyawa sehingga dapat juga untuk memprediksi potensinya sebagai antikanker (Sujudi, 1993).
























III.        METODOLOGI

A.    Waktu dan Tempat
Adapun praktikum vaksinasi dilaksanakan pada tanggal 04-21 Oktober 2013 pukul 08:00 WIB, bertempat di Laboratorium Budidaya Perairan gedung K, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.

B.     Alat dan Bahan
Adapun alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah  tabung reaksi, cawan petri, batang spreader, mikropiper, erlenmeyer, lampu bunsen, autoklaf, sentrifuge, stirrer, kertas cakram, mortar, tabung falcon,  botol film, dan vortex.

Adapun bahan yang digunakan dalam vaksinasi ikan adalah daun sambiloto, isolate bakteri Aeromonas hydrophila, aquades, alkohol, dan artemia.

C.    Metode Praktikum
EKSTRAK KASAR BAHAN ALAMI
Adapun cara kerja dalam praktikum ekstraksi kasar bahan alami, yaitu :
1.        Bahan alami (daun ketepeng cina) dicuci dan dikeringkan.
2.        Lalu dipotong kecil-kecil dengan pisau.
3.        Ditimbang sebanyak 5 gram.
4.        Homogenizer dengan mortar selama 10 menit dan ditambahkan methanol sebnyak 20 ml, dengan perbandingan 1:4.
5.        Kemudian ekstrak dimasukkan ke dalam tabung falcon dan sentrifuge dengan kecepatan 4500 rpm, selama 30 menit.
6.        Ambil supernatan dan dimasukkan kedalam tabung falcon baru.

ZONA HAMBAT
Adapun cara kerja dalam praktikum uji zona hambat, yaitu:
1.        Masukkan sebanyak 20 μl isolat cair Aeromonas hydrophila dengan kepadatan 107 cfu/ml ke dalam media TSA.
2.        Lalu diratakan dengan menggunakan spreader.
3.        Rendam kertas cakram dengan diameter 6 mm pada ekstrak daun ketapang, dengan konsentrasi 0; 4; 6; 8; dan 10 mg/l selama 10 menit.
4.        Letakkan pada media TSA yang telah diberi isolat A. Hydrophila.
5.        1 media TSA sebagai kontrol negatif dan positif.
6.        Inkubasi selama 18-24 jam.

MIC (Minimum Inhibitory Concentration)
Adapun cara kerja dalam praktikum uji MIC, yaitu:
1.        Masukkan 4,5 ml media TSB ke dalam tabung reaksi.
2.        Tambahkan 0,5 ml ekstrak bahan ketapang.
3.        Tambahkan bakteri A. hydrophilla sebanyak 0,1 ml dengan kepadatan 107  cfu/ml.
4.        Kontrol ekstrak, yaitu kontrol positif (+), kontrol negatif (-), 2%, 4%, 6%, 8%, dan 10 %.
5.        Vortex hingga homogen, lalu inkubasi selama 24 jam pada suhu ruang.

UJI BSLT (Brine-Shrimp Lethal Test)
Adapun cara kerja dalam praktikum uji toksisitas, yaitu:
1.        Lakukan uji secara in vivo pada larva artemia.
2.        Siapkan media penetasan artemia.
3.        Lalu siapka media air laut buatan dengan salinita 30 ppt (30 gram garam dimasukkan dalam 1 liter aquades)
4.        Masukkan 2 gram kista artemia dalam 1 liter air laut.
5.        Tetaskan artemia dalam waktu 24 jam.
6.        Masukkan 10 ekor artemia ke dalam 8 botol film dengan konsentrasi 0 %, 6 %, 12 %, dan 24 % sebanyak 2× ulangan lalu tambahkan ekstrak.






IV.  HASIL DAN PEMBAHASAN


A.    Hasil
Tabel 1. Zona Hambat Bakteri
Kelompok
Ekstrak
Diameter (cm)
1
Jengkol
1
2
Mangrove
0.6
3
Bawang putih
1,5
4
Ketapang
1.25
5
Sambiloto
1.1
6
Ketepeng Cina
0.6
7
Daun Sirih
2
8
Buah Kecubung
0

Tabel 2. Minimum Inhibitor Concentration (MIC)
Konsentrasi
Nilai Absorbansi
Kepadatan Bakteri
0 %
1,055 A
2,77631 x 109
2,5 %
0,824 A
2,15954 x 109
5 %
0,715 A
1,86851 x 109
7,5 %
0,301 A
0,76313 x 109
10%
0,181 A
0,44273 x 109
Kontrol
0,688 A
1,79642 x 109

Tabel 3. Toksisitas Bakteri
Kelompok
Konsentrasi(%)
Angka Hidup
Angka Mati
Akumulasi Mati
Akumulasi Hidup
Mati/Total
1
0
2
8
8
2
0,8
2,5
0
10
18
2
1
5
0
10
28
2
1
7,5
0
10
38
2
1
10
0
10
48
2
1
2
0
3
7
7
3
0,7
2,5
0
10
17
3
1
5
0
10
27
3
1
7,5
0
10
37
3
1
10
0
10
47
3
1
3
0%
3
7
7
3
0,7
2,5%
0
9
17
3
1
5%
0
10
27
3
1
7,5%
0
10
37
3
1
10%
0
10
47
3
1
4
0
0
10
10
3
1
2,5
0
10
20
3
1
5
1
9
29
3
0,1
7,5
2
8
37
3
0,2
10
0
10
47
3
1
5
0 %
3
7
7
4
0,78
2,5 %
1
9
16
4
0,9
5 %
0
10
26
4
1
7,5 %
0
10
36
4
1
10 %
0
10
46
4
1
6
0
2
8
8
2
0,8
2,5
1
9
17
2
0,1
5
0
10
27
2
1
7,5
0
10
37
2
1
10
0
10
47
2
1
7
0
3
7
7
4
0,78
2,5
1
9
16
4
0,9
5
0
10
26
4
1
7,5
0
10
36
4
1
10
0
10
46
4
1
8
0
3
7
7
3
0,7
2,5
0
10
17
3
1
5
0
10
27
3
1
7,5
0
10
37
3
1
10
0
10
47
3
1

Tabel 4. Mortalitas Artemia
Kelompok
Konsentrasi
Mortalitas
1
0 %
80
2,5 %
100
5 %
100
7,5 %
100
10 %
100
2
0 %
70
2,5 %
100
5 %
100
7,5 %
100
10%
100
3
0 %
70
2,5 %
100
5 %
100
7,5 %
100
10%
100
4
0 %
100%
2,5 %
100%
5 %
90%
7,5 %
80%
10%
100%
5
0 %
78 %
2,5 %
90 %
5 %
100 %
7,5 %
100 %
10%
100 %
6
0 %
80%
2,5 %
90%
5 %
100%
7,5 %
100%
10%
100%
7
0 %
78%
2,5 %
90%
5 %
100%
7,5 %
100%
10%
100%
8
0 %
70 %
2,5 %
100 %
5 %
100 %
7,5 %
100 %
10%
100 %








B.     Pembahasan
Pada uji zona hambat, dapat dilihat bahwa pada kontrol positif dan negatif yang dapat menghambat pertumbuhan. Kontrol negatif yang hanya menggunakan aquades tidak dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Sementara itu zona hambat dengan menggunakan daun bahan alami dapat menghambat pertumbuhan bakteri karena zona hambat yang dihasilkan luas diameter yang kecil/tidak terlalu lebar.


Adanya zona hambat pada masing-masing perlakuan konsentrasi ekstrak bahan alami tersebut  karena adanya zat-zat aktif yang terkandung dalan bahan tersebut seperti tanin, alkaloid, saponin (Saraswathy et al, 2010) dan flavonoid (Kurniawati, 2001) yang berfungsi sebagai antibakteri. Flavonoid menyebabkan terjadinya kerusakan permeabilitas dinding sel bakteri, mikrosom, dan lisosom sebagai hasil interaksi antara flavonoid dengan DNA bakteri, tanin diduga dapat mengkerutkan dinding sel atau membran sel sehingga mengganggu permeabilitas sel itu sendiri, saponin termasuk dalam kelompok antibakteri yang mengganggu permeabilitas membran sel mikroba, yang mengakibatkan kerusakan membran sel dan menyebabkan keluarnya berbagai komponen penting dari dalam sel mikroba yaitu protein, asam nukleat, nukleotida dan lain-lain (Ganiswarna, 1995), alkaloid memiliki kemampuan sebagai antibakteri. Mekanisme yang diduga adalah dengan cara mengganggu komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri, sehingga lapisan dinding sel tidak terbentuk secara utuh dan menyebabkan kematian sel tersebut (Robinson, 1991).






























V.    KESIMPULAN


A.    Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari praktikum ini adalah:
1.        Zona hambat dengan menggunakan daun sirih terbukti paling efektif karena paling besar dalam yaitu 2 cm menghentikan pertumbuhan bakteri
2.        Pada Uji MIC diperoleh bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstrak yang diberikan pada bakteri, maka semakin rendah kepadatan bakteri yang dapat tumbuh.
3.        Kandungan daun ekstrak tidak toksik yaitu pada kisaran konsentrasi 0% dan 2.5%, jadi ekstrak tersebut dapat dijadikan sebagai bahan alami untuk mengobati penyakit ikan dalam kadar 2.5%.


B.     Saran
Saran dari saya adalah agar sebaiknya pada saat praktikum benar-benar diperhatikan prosedur pembuatan ekstrak bahan alami agar tidak terjadi kesalahan dalam perhitungan, pengamatan, serta proses pembuatannya tersebut serta ada interaksi yang lebih baik antara praktikan dan asisten.












DAFTAR PUSTAKA

A. Sharma, L. Krishan, and S.S. Handa, 1992, Standardization of the Indian crude drug Kalmegh by high pressure liquid chromatographic determination of andrographolide, Phytochemical analysis (3):129-31 [12]
AGARWAL, K.C. 1996. Therapeutic actions of garlic constituents. Med. Res. Rev. 16: 111 – 114.
Anderson, D. P., 1974. Diseases of Fishes. Book 4 : fish immunology, ed. By S. F.snieszko dan H. R. axelrod, TFH pub., nepture city.
BPPT. 2006. Komposisi: Kandungan Kimia Bawang Putih. Gd 1 – Lt. 16, Jl. M. H. Thamrin 8, Jakarta
Dwijoseputro. 1989. Dasar-dasar Mikrobiologi. Malang: Djambatan. hal. 197.
Gerard, Bonang, Enggar S, Koeswardono. 2008. Mikrobiologi Kedokteran untuk Laboratorium dan Klinik, Jakarta : Gramedia, 1982, hal 105-109.
Grondel, J. L. and H. J. A. M. Boeston, 1982. The Influence Of Antibiotic On The Immune System I. Inhibition Of The Mitogenic Leukocyte Response In Vitro by Oxytetracycline. Dev. Comp. Immunol., sup. 2,211-216.
Kamiso, H. N., Adi S., Iwan Yusuf B. L., Widodo, Nuzirwan T., Eni Budi S. H. 1993. Hama Penyakit Ikan Karantina Golongan Bakteri. Pusat Karantina Pertanian dan Fakultas Pertanian Jurusan Perikanan UGM. Yogyakarta.
Kurniawati, M. 2001. Uji Aktivitas Antibakteri Fraksi Daun Sirsak (Annona muricata) Terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli Serta Profil Kromatografi Lapis Tipisnya. Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Mudjiman, A. 1985. Makanan Ikan. Jakarta: PT. Penebar Swadaya.
P. Siripong, B. Kongkathip, K. Preechanukool, P. Picha, K. Tunsuwan, and W.C. Taylor. 1992. Cytotoxic diterpenoid constituents from Andrographis paniculata Ness. leaves, J. Sci. Soc. Thailand, 18(4):187-194
Rahayu, E. S. & K. K. Pukan. 1998. Kandungan Senyawa Alelokemi Kulit Buah Jengkol dan Pengaruhnya terhadap Beberapa Gulma Padi. Karya Ilmiah. FMIPA IKIP Semarang, Semarang.
RIAUWATY, M., WINDARTI and I. LUKISTYOWATY. 2005. Sensitifitas Aeromonas hydrophylla terhadap Berbagai Jenis Bawang Putih. Laporan Program Hibah Pekerti tahun 2005.
Sandberg, F. 1994. Andrographidis herba Chuanxinlian: A review. Gothenburg, Sweden: Swedish Herbal Institute. Available from the American Botanical Council (USA).
SHARMA, V., M. SETHI, A. KUMAR and J. RAROTRA. 1977. Antibacterial Property of Allium sativum Linn: in vivo and in vitro Studies. Ind. J. Exp. Biol. 15: 466 – 468.
Sujudi, H. Dkk., 1993. Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran. Binarupa Aksara. Jakarta.
Suyanto, S. R., 1983. Penyakit Ikan Dan Cara-Cara Pemberantasannya. Penebar Swadaya. Jakarta.
Syamsuhidayat,S. dan Ria,J.,1991. Inventarisasi Tanaman Obat Indonesia. Jakarta : Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
Yu B.C., Hung C.R., Chen W.C., Cheng J.T., 2003, Antihyperglycemic effect of andrographolide in streptozotocin-induced diabetic rats, Planta Med., 69(12), pp.1075-1079.














Lampiran. 1 Foto kegiatan
1.      Bahan ekstraksi
 









2.       Proses ekstraksi bahan
3.      Tabung valcon dan tabung reaksi
 









4.      Hasil ekstraksi bahan
5.      Pembuatan media
 









6.      Uji toksisitas

Tidak ada komentar: