Minggu, 10 Mei 2015

PENANGANAN IKAN PASCA PANEN



I.              PENDAHULUAN


1.1      Latar Belakang
Ikan merupakan bahan makanan yang mudah mengalami pembusukan segingga upayaa pengolahan dan pengawetan hasil perikanan mutlak diperlukan untuk menjaga kualitas ikan agar sampai ditangan konsumen dalam keadaan baik dan layak dikonsumsi sebagai makanan.Selama ini usaha memperendah suhu ikan dengan menerapkan teknik pendingina hasil perikanan sudah terbukti berhasil dalam mengawetkan ikan (Putra dan Eka, 2009).

Menurut Moeljanto (1982) dalam Suwandi et al.,(2008), usaha untuk membuat ikan tetap selalu segar ataupun meningkatkan kesegarannya adalah tidak mungkin, walau begitu kesegaran ikan masih bisa dipertahankan. Melalui penanganan yang baik dan benar, penghambatan proses pembusukan daging ikan sangat memungkinkan untuk dilakukan. Hingga saat ini penanganan yang dianggap baik adalah dengan penerapan rantai dingin, yaitu mengusahakan agar ikan tetap dingin (suhu rendah).Penanganan ynag dianggap paling ekonomis dan efektif adalah menggunakan es.

Proses kerusakan ikan adalah berlangsung lebih cepat didaerah tropis karena suhu dan kelembaban harian yang tinggi. Proses kemunduran mutu tersebut maikin dipercepat dengan cara penangana atau penangkapan yang kurang baik, fasiltas sanitasi yang kurang memadai serta terbatasnya sarana distribusi dan pemasaran. Penanganan yang baik sejak ikan diangkat dari air sangat penting mengingat sifat ikan yang penuh gizi dan punya aW tinggi sehingga cepat busuk. Usaha untuk memanfatkan ikan sebaik-baiknya dilakukan denganberbagai cara. Salah satunya adalah penggunaan suhu rendah pada semua rantai produksi dan distribusi sehingga dapat mempertahankan kesegaran ikan (Widyastuti, 2010).

Penanganan ikan basah harus dimulai segera setelah ikan diangakat dari air tempat hidupnya, dengan perlakuan suhu rata rendah dan  memperhatikan faktor kesehatan dan kebersihan. Ikan hasil tangkap segera disemprot dengan air laut yang bersih sesaat tiba digladak, kemudian dipisahkan dan dikelompokkkan menurut jenis serta ukurannya.Perlakuan yang dikenekan harus dapat mencegah timbukanya kerusakan fisik (ikan tidak boleh diiinjak atau ditumpuk terlalu tinggi).Ikan harus dilindungi terhadap terik matahari.Untuk itu sebaiknya dipasang tenda atau atap yang melindungi tempat kerja dan wadah atau palka pengumpulan (DKP, 2003).

Secara tradisional setelah nelayan memperoleh hasil tangkapan mereka lalu mencoba menjual sensiri ke konsumen setempat, melalui cara barter dan nilai uang tertentu. Kegiatan ini padda umumnya tidak terorganisir dengan baik an kurang efisien dan tidak produktif. Karena mutu ikan kurang terjaga sehingga harga cenderung menurun.TPI memmegang peranan penting dalam suatu pelabuhan perikanana dan perlu dikelola dengan sebaik-baiknya agar dapat tercapai manfaat secara optimal (Pramitasari, 2006).

1.2      Tujuan
.




II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1       Karakteristik ikan
Ikan merupakan hasil perairaran yang banyak dimanfaatkan oleh manusia karena beberapa kelihannya yakni merupakan sumber proein hewan yang sangat potensial karena daging ikan banyak dijumpai senyawa yang sangat penting bagi manusia yaitu karbohidrat, lemak, protein, garam-garaman mineral dan vitamin (wulandari et al.,2005)

Yang termasuk dalam ikan adalah binatang yang hidup dalam air, mempunyai sirip, dan bernafas dengan insang.Ikan yang hidup di perairan Indonesia banyak banyak jenisnya dari yang berukuran kecil samapi berukuran besar.Dari sekian banyak jenis ikan yang perlu diketahui sebanyak 45 jenis.Jenis-jenis ini termasuk dalam jenis ikan yang ekonomis penting dari perairan laut. Pada garis besarnya ikan dapat dibedakan menjadi dua golongan yaitu ikan bertulang rawan dan ikan bertulang keras (Murachman, 2006)

Ikan memiliki efek yang baik bagi kesehatan.Dagingnya relative lunak, lebih cepat dan mudah diolah serta harganya murah. Akan tetapi dengan kandungan air dan protein yang tinggi dengan kondisi pH mendekati netral, ikan juga menjadi media yang sangat baik bagi pertumbuhan mikroba pembusuk sehingga ikan cepat menjadi rusak (Djumarti, 2004)

2.2       Macam-macam Penanganan Awal
Menurut Okonta dan Ekelemu (2005) dalam Deureus et al, (2009) proses dan preversi ikan segar merupakan bagian penting karena ikan mempunyai kepekaan yang sangat tinggi terhadap pembusukan setelah panen dan nuntuk mencegah kehilangan-kehilangan ekonomi. Jika ikan tidak djual dalam keadaan segar maka cara pengawetan harus dilakukan. Ini meliputi pembekuan, pengasapan dan percawanan pemanasan (Sterilisasi, Pasteurisasi, dsb).Persiapan efisiensi ikan mutu unggul hasil investasi maksimum dan keuntungan yang bisa dicapai.

Teknik penanganan ikan yang paling um8m digunakan untuk menjaga kesegaran ikan adalah penggunaan suhu rendah. Selanjutnya, pada kondisi suhu rendah pertumbuhan bakteri pembusukan dan proses-proses biokimia yang erlangsung dapat tumbuh ikan yang mengarah pada kemunduran mutu menjadi lebih lamban (Gelman et al, 2011 dalam Munandar et al, 2009)

Pengawetan ikan dengan suhu rendah merupakan suatu proses pengambilan atau pemindahan panas dari tubuh ikan ke bahan lain. Ada pula yang mengatakan bahwa pendinginan adalah proses pengambilan panas dari suatu ruangan yang terbatas untuk menurunkan dan mempertahankan suhu suhu di ruangan tersebut bersama isinya agar selalu lebih rendah dari pada suhu diluar ruangan. Kelebihan pengawetan ikan dengan pendinginan adalah sifat-sifat asli ikan tidak mengalami perubahan tekstur, rasa dan bau (Adawiyah, 2007)

Penanganan pascapanen ikan dapat dilakukan dengan cara penanganan ikan hidup maupun ikan segar.
  1. Penanganan ikan hidup
Adakalanya ikan konsumsi ini akan lebih mahal harganya bila dijual dalam keadaan hidup. Hal yang perlu diperhatikan agar ikan tersebut sampai ke konsumen dalam keadaan hidup, segar dan sehat antara lain:
    1. Dalam pengangkutan gunakan air yang bersuhu rendah sekitar 20 derajat C.
    2. Waktu pengangkutan hendaknya pada pagi hari atau sore hari.
    3. Jumlah kepadatan ikan dalam alat pengangkutan tidak terlalu padat.
  1. Penanganan ikan segar
Ikan segar mas merupakan produk yang cepat turun kualitasnya. Hal yang perlu diperhatikan untuk mempertahankan kesegaran antara lain:
    1. Penangkapan harus dilakukan hati-hati agar ikan-ikan tidak luka.
    2. Sebelum dikemas, ikan harus dicuci agar bersih dan lendir.
    3. Wadah pengangkut harus bersih dan tertutup. Untuk pengangkutan jarak dekat (2 jam perjalanan), dapat digunakan keranjang yang dilapisi dengan daun pisang/plastik. Untuk pengangkutan jarak jauh digunakan kotak dan seng atau fiberglass. Kapasitas kotak maksimum 50 kg dengan tinggi kotak maksimum 50 cm.
    4. Ikan diletakkan di dalam wadah yang diberi es dengan suhu 6-7 derajat C. Gunakan es berupa potongan kecil-kecil (es curai) dengan erbandingan jumlah es dan ikan=1:1. Dasar kotak dilapisi es setebal 4-5 cm. Kemudian ikan disusun di atas lapisan es ini setebal 5-10 cm, lalu disusul lapisan es lagi dan seterusnya. Antara ikan dengan dinding kotak diberi es, demikian juga antara ikan dengan penutup kotak.
  1. Sedangkan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pananganan benih adalah sebagai berikut:
    1. Benih ikan harus dipilih yang sehat yaitu bebas dari penyakit, parasit dan tidak cacat. Setelah itu, benih ikan baru dimasukkan ke dalam kantong plastik (sistem tertutup) atau keramba (sistem terbuka).
    2. Air yang dipakai media pengangkutan harus bersih, sehat, bebas hama dan penyakit serta bahan organik lainya. Sebagai contoh dapat digunakan air sumur yang telah diaerasi semalam.
    3. Sebelum diangkut benih ikan harus diberok dahulu selama beberapa hari. Gunakan tempat pemberokan berupa bak yang berisi air bersih dan dengan aerasi yang baik. Bak pemberokan dapat dibuat dengan ukuran 1 m x 1 m atau 2 m x 0,5 m. Dengan ukuran tersebut, bak pemberokan dapat menampung benih ikan mas sejumlah 5000–6000 ekor dengan ukuran 3-5 cm. Jumlah benih dalam pemberokan harus disesuaikan dengan ukuran benihnya.
    4. Berdasarkan lama/jarak pengiriman, sistem pengangkutan benih terbagi menjadi dua bagian, yaitu:
      • Sistem terbuka
Dilakukan untuk mengangkut benih dalam jarak dekat atau tidak memerlukan waktu yang lama. Alat pengangkut berupa keramba. Setiap keramba dapat diisi air bersih 15 liter dan dapat untuk mengangkut sekitar 5000 ekor benih ukuran 3-5 cm.
      • Sistem tertutup
Dilakukan untuk pengangkutan benih jarak jauh yang memerlukan waktu lebih dari 4-5 jam, menggunakan kantong plastik. Volume media pengangkutan terdiri dari air bersih 5 liter yang diberi buffer Na2(hpo)4.H2O sebanyak 9 gram.
Cara pengemasan benih ikan yang diangkut dengan kantong plastik:
        1. masukkan air bersih ke dalam kantong plastik kemudian benih;
        2. hilangkan udara dengan menekan kantong plastik ke permukaan air;
        3. alirkan oksigen dari tabung dialirkan ke kantong plastik sebanyak 2/3 volume keseluruhan rongga (air:oksigen=1:2);
        4. kantong plastik lalu diikat.
        5. kantong plastik dimasukkan ke dalam dos dengan posisi membujur atau ditidurkan. Dos yang berukuran panjang 0,50 m, lebar 0,35 m, dan tinggi 0,50 m dapat diisi 2 buah kantong plastik.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan setelah benih sampai di tempat tujuan adalah sebagai berikut:
  1. Siapkan larutan tetrasiklin 25 ppm dalam waskom (1 kapsul tertasiklin dalam 10 liter air bersih).
  2. Buka kantong plastik, tambahkan air bersih yang berasal dari kolam setempat sedikit demi sedikit agar perubahan suhu air dalam kantong plastik terjadi perlahan-lahan.
  3. Pindahkan benih ikan ke waskom yang berisi larutan tetrasiklin selama 1- 2 menit.
  4. Masukan benih ikan ke dalam bak pemberokan. Dalam bak pemberokan benih ikan diberi pakan secukupnya. Selain itu, dilakukan pengobatan dengan tetrasiklin 25 ppm selama 3 hari berturut-turut. Selain tetrsikli dapat juga digunakan obat lain seperti KMNO4 sebanyak 20 ppm atau formalin sebanyak 4% selama 3-5 menit.
  5. Setelah 1 minggu dikarantina, tebar benih ikan di kolam budidaya.

2.3       Fase- fase Kemunduran Mutu Ikan
Menurut Nurjannah et al, (2004) fase-fase kemunduran mutu ikan adalah:
·Tahap prerigor terjadi selama 2 jam setelah ikan dimatikan. Tahap ini ditandai dengan jaringan daging ikan yang mash lembut dan lentur serta adanya lapisan bening di keliling tubuh ikan yang terbentuk oleh peristiwa pelepasan lendir dan kelenjar bawah kulit.
·Tahap Rigormortis terjadi selama10 jam setelah ikan dimatikan dengan daging yang kaku.
·Nilai 5 merupakan ambang batas kesegaran ikan. Cirri-ciri ikan yang memiliki nilai 5 adalah sebagai berikut: bola mata agak cekung, pupil keabu-abuan karena agak keruh. Insang menampakkan diskolorasi merah muda dan berlendir. Sayatan daging mulai pudar banyakkemerahan. Pada tulang belakang bau seperti bau asam, konsistensi agak lunak, mudah menyobek daging dari tulang belakang.

Proses perubahan ikan setelah mati terjadi karena aktivitas enzim, mikroorgnisme dan kimiawi. Ketiga hal tersebut menyebabkan tingkat kesegaran ikan menurun.Penurunan tingkat kesegaran ikan ini terlihat dengan adanya perubahan fisik, kimia dan organoleptik pada ikan. Setelah ikan mati, berbagai proses perubahan ini akhirnya ,mengarah pada pembusukan. Urutan proses perubahan yang terjadi pada ikan adalah perubahan prerigor, rigor, aktivitas enzim, aktivitas mikroba dan oksidasi.



2.4       Perubahan-Perubahan Ikan Setelah Mati
2.4.1    Aspek Fisik
            Menurut Adawiyah (2007), kesegaran ikan dapat dilihat dengan metode yang sederhana dan lebih mudah dibandingkan dengan metode lainnya dengan kondisi fisik, yaitu:
1.    Kenampakan luar : ikan yang masih segar mempunyai penampakan erah dan tidak suram.
2.    Lenturan daging ikan: daging ikan segar cukup lentur jika dibengkokkan dan akan segera kembali ke bentuknya semula apabila di lepaskan.
3.    Keadaan mata: perubahan kesegaran ikan akan menyebabkan perubahan nyata pada kecerahan matanya.
4.    Keadaan daging : kualitas ikan ditentukan oleh daging nikan yang masih segar dan berdaging kenyal. Jika ditekan dengan telunjuk maka bekasnya akan segera kembali.
5.    Keadaan insang : ikan yang masih segar berwarna merah.
Secara fisikawi daging ikan mula-mula akan kehilangan kelenturannya. Kemudian akan mengerut dan menjadi kaku lalu melemas lagi. Pada fase rigor, daging akan tampak kering karena kehilangan daya menahan air. Pada fase terakhir, struktur daging ikan sudah mengalami kerusakan (Hadiwiyoto, 1993)

Menurut Murniyati dan sunarman (2000), ikan yang elah mengalami pembusukan menampakkan cirri-ciri fisik yang dapat dikenali dari luar. Adapun yang membedakan antara iakn segar dan ikan busuk adalah pada ikan segar, mata Nampak bening, cerah, cembung dan menonjol. Sedangkan pada ikan busuk, berwarna pudar, berkerut, cekung dan tenggelam.

2.4.2    Biokimia
Menurut Adawiyah (2007), setelah ikan ditangkap dan dalam air ikan tidak langsung menjadi mati perubahan biokimia yang terjadi sebelum ikan menjadi kaku. Pada saat itu yang banyak mengalami perubahan adalah pembakaran ATP dan Kreatin fosfat yang akan menghasilkan tenaga.

Aktivitas enzim pada tubuh hewan setelah mati untuk beberapa saat masih aktif meskipun dalam aspek yang berbeda dengan saat masih hidup.Saat suplai oksigen ke jaringan bereaksi, maka reaksi enzimatis berlangsung dalam kondisi anaerobic.Kondisi ini berlangsung searah dimana pH daging ikan mendekati normal (Sumardi, 2000).

2.4.3    Mikrobiologi
Proses pengawetan ikan dapat dilakukan secara biologis proses ini disebut proses isiling. Isiling sudah banyak digunakan untuk mengawetkan bahan-bahan alami secara mudah,sederhana dan aman serta akan memperbaiki sifat-sifat organoleptik bahan pangan (Suriawira 1995 dalam Rostini 2007)

Setelah ikan mati, mikroba-mikroba yang terdapat secara alamiah pada ikan khususnya bakteri aqkan tumbuh dengan cepat sekali sehingga ikan akan semakin cepat mengalami penurunan nmutu. Disamping ditemukan pada tubuh ikan sehingga penurunan mutu ikan akan dapat pula ditemukan pada tubuh ikan sehingga penurunan mutu ikan akan semakin cepat (Rahayu et al, 1999)
Akibat serangan bakteri, ikan mengalami berbagai perubahan yaitu dari venolois menjadi pekat, bergetah, amis. Mata terbenam, pudar sinarnya serta insang berubah warna dengan susunan tidak teratur dan berbau busuk. Bakteri-bakteri tersebut menyerang tubuh ikan mulai dari insang atau luka yang terdapat pada kulit (Junianto, 2003)

2.5       Faktor yang Mempengaruhi Kemunduran Mutu Ikan
Menurut Adawiyah (2007), ikan segar dapat diperoleh jika penanganan dan sanitasi yang baik. Semakin lala ikan dibiarkan setelah ditangkap tanpa penanganan yang baik, maka akan menurunkan kesegaran mutu ikan tersebut.

Factor-faktor intrinsik yaitu mempengaruhi mutu ikan tangkapan antara lain: lokasi tangkapan, musim, metode penangkapan atau yang lain sebagainya, penanganan ikan diatas kapal, kondisi kebersihan kapan penangkapan ikan, pemrosesan dan kondisi penyimpanan (Jica, 2008)

Menurut Sumardi,(2000) beberapa faktor yang mempengaruhi laju perubahan yang dikelompokkan menjadi dua faktor , yaitu :
a.    Faktor intrinsik
Spesies ikan, ukuran besar kecilnya, jenis kelamin dan tingkat kedewasaan.
b.    Factor Ekstrinsik
Jenis alat tangkap, keadaan cuaca, letak geografi, cara handling.

2.6       Kerusakan Selama Penanganan Ikan
 2.6.1   Luka dan Memar

Memar yang dialami oleh bahan pangan yang disebabkan karena dipukul, tergantung atau tergencet.Ikan yang meronta sesat belum mati atau pedagang yang membanting ikan agar segera mati telah menyebabkan ikan mengalami memar.Semua upaya mematikan agar ikan mudah untuk disiangi. Bahan pangan yang memar akan menyebabkan peningkatan aktivitas enzim proteolitik (Afrianto, 2000)

Penyimpanan dalampeti-peti yang tepat adalah sebuah lapisan es kira-kira setebal 5 cm harus ditempatkan dibagian bawah peti, kontak langsung antara ikan dan peti harus dihindari. Peti tersebut tidak boleh di isi terlalu penuh karena dapat menyulitkan penyusunan ikan (Jica,2008)

 2.6.2   Burst Belly
Menurut sintef (2006), Belly Bursting terjadi selama pemberian pakan yang berlebih dan jika parah keadaannya dapat membuat ikan tak layak di konsumsi oleh manusia dalam beberapa waktu.Hambatan utama dari sector pelagis adalah deteroration dari bahan mentah yang menyebabkan belly bursting.

Tubuh ikan banyak mengandung mikroba terutama di bagian permukaan kulit, insang dan bagian pencernaan ikan yang tertangkap dalam keaadaan perutnya kencang. Maka disaluran pencernaan banyak mengandung enzim pencernaan (Afrianto,2000)

2.6.3    Gaping
Menurut Margeirsson et al., (2006) selama beberapa tahun terahir, empasi bertambah yang mana menyebabkan bertambahnya rasio pora, filet. Bagaimanapun penelitian tentang ikan cod dalam penangkapan maupun pengolahannya di temukan gaping yang rendah dalam ikan cod besar dan pada ikan cod kecil.

Kekacauan otot yang terjadi setelah ikan mati berpengaruh terhadap teknologi karena proses tersebut mempengaruhi mutu filet. Idealnya, ikan difilet setelah proses kekakuan berhenti. Apabila ikan difilet dipisahkan dari tulang sebelum proses pengkakuan berlangsung otot akan berkontraksi secara bebas sehingga filet akan menendak pada proses pengkakuan berlangsung. Fenomena ini disebut perumpangan (gaping) (Jica,2008).

2.6.4    Melanosis
Menurut Shields (2007), melanosit utama yang dialami konjungtiva adalah melanosis serius dan potensial yang berupa luka dan dapat makin parah dengan membentuk melanoma. Dalam penelitian dalam onkologi okuler, PAM dihitung dari 11% dari tumor konjungtival dan 21% dari luka melanosit.

Pembentukan bintik – bintik atau melanosis adalah masalah yang ditemukan pada kebanyakan udang, lobster dan jenis – jenis crustasea lain yang diperdagangkan yang banyak menimbulkan dampak negative terhadap nilai komersial dan penerimaan konsumen terhadap produk tersebut (Jica,2008).










DAFTAR PUSTAKA

 

 

Adawyah , R. 2007. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Bumi Aksara : Jakarta.

Afrianto , E dan Liviawati E. 2003. Pengawetan dan Pengolahan Ikan. Kanisius: Yogyakarta.

Bahar, Burhan. 2006. Memilih dan Menangani Produk Perikanan. PT Gramedia Pustaka: Jakarta

Devies. 2009. Traditional Improved Fish ProcessingTechnologies in Bayaeka State Negeria. European Journal of Scientific Research

Djunarti , Susijahadi dan Y. Witono. 2004. Studi Pembuatan Ikan Pindang Siap Saji Berdaya Simpan Tingggi. Seminar Nasional dan Kongres PATPI.

DKP .2003. Pengolahan Ikan dan Hasil Laut.Badan Riset Kelautan dan Perikanan. Jakarta.

JICA. 2008. Bantuan Teknik untuk Industri Ikan dan Udang skala Kecil dan Menengah Indonesia. Japan International Cooperation Agency: Jakarta.

Junianto. 2003. Teknik Penanganan Ikan. Swadaya: Yogyakarta

Margeirsson, Severnn; Alon, A. Neitsen, Gudmundur R. Johnsson, Sigurjen Arason. 2006. Seafood Research From fish to Fish. Netherland: Univ. Wageningen.

Muchtadi. 2002. Ilmu Pengetahuan Bahan. IPB: Bogor

Munandar, A ., Nurjanah dan Mola N. 2005. Kemunduran Mutu Ikan Nila Pada Penyimpan Suhu Rendah dengan Perlakuan Cara Kematian dan Penyiangan .Jurnal Teknologi Hasil Perikanan Indoneseia vol. XII Nomor. 2. 2009.

Murachman . 2006. Fish Handling. Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan. Universitas Brawijaya, Malang.

Murniyati , A . S dan Sunarman. 2000. Pendinginan, Pebekuan dan Pengawetan Ikan. Kanisius: Yogyakarta.

Nurjanah, Setyaningsih, Sukarno dan M. Muldani. 2004. Kemunduran Mutu Ikan Nila Merah (Oreochromis sp) Selama Penyimpanan Pada Suhu Ruang. Buletin THP. Volume VII no I.

Pramitasari; Sulistyani Dyah. 2005. Modul untuk Pengembangan Mata Kuliah Manajemen Pelabuhan Perikanan. UNDIP: Semarang.

Putra dan Eka. 2009. Summary Desain Sistem Isolasi Ruang Penyimpanan es dan Ikan Untuk Kapal Ikan 30 6Y: ITS.

Shields, Jerry A. 2007.Primary Aquaried Melanosis of the Conjunctiva Trans an Optimal Soe vol 105.

Sinter. 2006. Belly bursting in Pelagic Fish. North Sea Center Hume Tank, Hirtshals

Subagio , A , Windrati , W.S., Fauzi., M., dan Y. Witono. 2004. Karakterisasi Protei Miofibril dan Ikan Kuniran (Upeneus Moluccensis) dan Ikan Mata Besar.

Sumardi . J. A. 2000. Ikan Segar Mutu dan Cara Pendinginan (review) Teknologi Hasil Perikanan. Universitas Brawijay, Malang.

Widiastuti, Indah. 2010. Analisis Mutu Ikan Tuna Selama Lepas Tangkap pada perbedaan Preparasi dan Waktu Penyimpanan IPB: Bogor

Wulandari , S., Sayuh. S dan Asnaini. 2005. Analisi Mikrobiologi Produk Kaleng (sardines) Kemasan Dalam Limit Waktu Tertentu (expire). Jurenal Biogenesis vol. 2 hal : 30-35. 

Zainul, Choliq dan Baheramsyah Alam. 2004. Simulasi Unjuk Kerja Sistem Refrigrasi Absorpsi Pada Kpal Perikanan FTK-ITS: Surabaya

Zakaria. 2008. Kemunduran Mutu Ikan Gurami (Osphronemus Gouramy) Pasca Panen pada Penyimpanan suhu chilling Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan : IPB

Tidak ada komentar: