Minggu, 10 Mei 2015

MANAJEMEN KESEHATAN UDANG



MANAJEMEN KESEHATAN UDANG
(Laporan Praktikum Manajemen Budidaya Laut dan Payau)







Oleh :
WIDI INDRA KESUMA
1114111058






JURUSAN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2014



KATA PENGANTAR


Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah, Taufik dan Hinayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan laporan praktikum ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga laporan praktikum ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam mengetahui manajemen kesehatan udang.

Harapan saya semoga laporan praktikum ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun isi laporan praktikum ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Laporan praktikum ini saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang saya miliki sangat kurang. Oleh kerena itu saya harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan laporan praktikum ini.

Bandar Lampung,18 Juni 2014











DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR.......................................................................................... i
DAFTAR ISI........................................................................................................ ii

I.            PENDAHULUAN....................................................................................... 1
1.1  Latar Belakang....................................................................................... 1
1.2  Tujuan.................................................................................................... 2
II.            TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................. 3
III.            METODELOGI............................................................................................ 8
IV.            HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................... 12
3.1 Hasil....................................................................................................... 12
3.2 Pembahasan........................................................................................... 13
V.            KESIMPULAN DAN SARAN................................................................... 18
4.1 Kesimpulan............................................................................................. 18
4.2 Saran....................................................................................................... 18

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN













I.                   PENDAHULUAN


1.1  Latar Belakang
Perairan payau merupakan salah satu tempat yang sangat bagus untuk membudidayakan organisme perairan. Tempat ini sangat strategis, berada di antara dua perairan yang lain, yaitu perairan darat dan peraiaran laut. Organisme yang hidup di tempat ini juga beragam dan rata-rata memiliki sifat khusus, yaitu bersifat eurihalin.

Salah satu dari organisme yang hidup di tempat ini adalah udang vaname. Menurut Kordi (2008), udang ini memiliki kemampuan hidup di salinitas dan temperatur yang sangat beragam, baik salinitas maupaun temperatur, udang ini dapat tumbuh pada salinitas 0.1-60 ppt (tumbuh dengan baik pada pada salinitas 10-30 ppt dan tumbuh ideal pada salinitas 15-25 ppt) dan pada suhu 12-370 C (tumbuh dengan baik pada suhu 24-340 C dan tumbuh ideal pada suhu 28-310 C). Udang ini sudah banyak dibudidayakan di beberapa negara maju, seperti Amerika Selatan, Amerika Tengah, dan China. Udang vaname juga dipelihara di lingkungan air tawar dan menunjukan perbedaan produktivitas yang tidak signifikan dengan yang dipelihara di habitatnya.

Udang Vannamei (Litopaneus vannamei) merupakan udang asli perairan amerika latin, sejak 4 dekade terakhir budidaya udang ini mulai merebak dengan cepat kekawasan asia seperti Taiwan, cina, dan malaysia, bahkan kini di Indonesia (Hilman 2006). Udang vannamei masuk keindonesia pada tahun 2001. Pada Mei 2002 pemerintah memberi izin kepada dua perusahaan swasta salah satunya PT. Central Pertiwi Bahari (CPB) desa Suak Kec. Sidomulyo Kalianda Lampung Selatan Indonesia untuk mengimpor induk udang vannamei sebanyak 2000 ekor, selain itu juga mengimpor benur sebanyak lima juta ekor dari Hawaii serta 300.000 ekor dari Amerika latin. Induk dan benur tersebut kemudian dikembangkan oleh hatchery pemula, sekarang usaha tersebut telah dikomersialkan dan berkembang pesat karena peminat udang vannamei semakin meningkat (Hilman 2006).

Sampai saat ini, benur yang diproduksi hatchery belum dapat memenuhi kebutuhan yang ada. Kendalanya adalah kurang stok induk udang, makanan yang kurang cocok, serta teknik pemeliharaan larva dan pengelolaan yang belum memadai, hal ini menyebabkan produksi rendah. 
         
Masalah besar yang dihadapi dalam melakukan usaha pemeliharaan larva udang vannameii adalah keterbatasan pengalaman dan teknologi yang dapat menjamin benih yang dihasilkan akan berkualitas baik. Salah satu upaya guna mendapatkan  benur berkualitas baik yaitu selalu mengupayakan agar media pemeliharaan selalu optimal untuk pemeliharaan larva, misalnya dengan melakukan pengelolaan air media larva, pengelolaan pakan dan pengendalian penyakit sebaik mungkin.

1.2  Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini yaitu sebagai berikut:
a.       Untuk mengetahui ciri-ciri benur udang vaname yang sehat
b.      Agar mahasiswa mampu dan terampil membedakan cirri benur udang vaname yang baik dan tidak
c.       Mampu membedakan benur udang vaname yang sehat atau tidak pada satu tambak dan tambak yang lain.











II.                TINJAUAN PUSTAKA


2.1.  Deskripsi udang vannamei (Litopenaeus vannamei)
Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) merupakan salah satu jenis udang yang memiliki pertumbuhan cepat dan nafsu makan tinggi, namun ukuran yang dicapai pada saat dewasa lebih kecil dibandingkan udang windu (Paneus monodon), habitat aslinya adalah di perairan Amerika, tetapi spesies ini hidup dan tumbuh dengan baik di Indonesia. Di pilihnya udang Vannamei ini di sebabkan oleh beberapa faktor yaitu (1) sangat diminati dipasar Amerika, (2) lebih tahan terhadap penyakit dibanding udang putih lainnya, (3) pertumbuhan lebih cepat dalam budidaya, (4) mempunyai toleransi yang lebar terhadap kondisi lingkungan (Ditjenkan, 2006).

Udang Vannamei termasuk genus paneus, namun yang membedakan dengan genus paneus lain adalah mempunyai sub genus litopenaeus yang dicirikan oleh bentuk thelicum terbuka tetapi tidak ada tempat untuk penyimpanan sperma (Ditjenkan, 2006). Ada dua spesies yang termasuk sub genus Litopenaeus yakni Litopenaeus vannamei dan Litopenaeus stylirostris (wiban dan sweeney, 1991).

2.2.  Taksonomi dan anatomi udang vannamei
Menurut Wiban dan Sweeney (1991), taksonomi udang Vannamei sebagai berikut:
Phylum            : Arthropoda
Class                : Crutacea
Sub class         : Malacostraca
Series               : Eumalacostraca
Super ordo      : Eucarida
Ordo                : Decapoda
Sub ordo         : Dendrobrachiata
Infra ordo        : Penaeidea
Super famili     : Penaeioidea
Famili             : Pemaeidae
Genus             : Peneaeus
Sub genus        : Litopenaeus
Species            : Litopenaeus Vannamei
Udang Vannamei termasuk crustacea, ordo decapoda seperti halnya udang lainnya, lobster dan kepiting. Dengan kata lain decapoda dicirikan mempunyai 10 kaki, carapace berkembang baik menutup seluruh kepala. Udang paneid berbeda dengan decapoda lainnya. Dimana perkembangan larva dimulai dari stadia nauplis dan betina menyimpan telur didalan tubuhnya (Ditjenkan, 2006).
Udang vaname termasuk genus penaeus dicirikan oleh adanya gigi pada rostrum bagian atas dan bawah, mempunyai dua gigi dibagian ventral dari rostrum dan gigi 8-9 di bagian dorsal serta mempunyai antena panjang (Elovaara, 2001).

2.3.  Morfologi udang vannamei
Udang putih vaname sama halnya seperti udang penaid lainnya, binatang air yang ruas-ruas dimana pada tiap ruasnya terdapat sepasang anggota badan. Anggota ini pada umumnya bercabang dua atau biramus. Tubuh udang secara morfologis dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu cepalothorax atau bagian kepala dan dada serta bagian abdomen atau perut. Bagian cephalothorax terlindungi oleh kulit chitin yang tebal yang disebut carapace. Secara anatomi cephalotorax dan abdomen, terdiri dari segmen-segmen atau ruas-ruas. Masing-masing segmen memiliki anggota badan yang mempunyai fungsi sendiri-sendiri (Elovaara, 2001).
Kulit chitin pada udang penaidae akan mengelupas (ganti kulit) setiap kali tubuhnya akan membesar, setelah itu kulitnya mengeras kembali (Martosudarmo dan Ranumiharjo, 1980; Tricahyo, 1995; Suyanto dan Mujiman,1990). Menurut Martosudarmo et al., (1983), tubuh udang penaeid terdiri dari tiga bagian yaitu:
a. Kepala
b. Dada
c. Perut
2.4.  Habitat dan daur hidup udang vannamei
Habitat udang berbeda-beda tergantung dari jenis dan persyaratan hidup dari tingkatan-tingkatan dalam daur hidupnya. Pada umumnya udang bersifat bentis dan hidup pada permukaan dasar laut. Adapun habitat yang disukai oleh udang adalah dasar laut yang lumer (soft) yang biasanya campuran lumpur dan pasir. Lebih lanjut dijelaskan, bahwa induk udang putih ditemukan diperairan lepas pantai dengan kedalaman berkisar antara 70-72 meter (235 kaki). Menyukai daerah yang dasar perairannya berlumpur. Sifat hidup dari udang putih adalah catadromous atau dua lingkungan, dimana udang dewasa akan memijah di laut terbuka. Setelah menetas, larva dan yuwana udang putih akan bermigrasi kedaerah pesisir pantai atau mangrove yang biasa disebut daerah estuarine tempat nurseri groundnya, dan setelah dewasa akan bermigrasi kembali ke laut untuk melakukan kegiatan pemijahan seperti pematangan gonad (maturasi) dan perkawinan (Wyban dan Sweeney, 1991). Hal ini sama seperti pola hidup udang penaeid lainnya, dimana mangrove merupakan tempat berlindung dan mencari makanan setelah dewasa akan kembali ke laut (Elovaara, 2001).

Pada udang putih, ciri-ciri telur yang telah matang adalah dimana telur akan terlihat berwarna coklat keemasan (Wyban dan Sweeney,1991). Udang putih mempunyai carapace yang transparan, sehingga warna dari perkembangan ovarinya jelas terlihat. Pada udang betina, gonad pada awal perkembangannya berwarna keputih-putihan, berubah menjadi coklat keemasan atau hijau kecoklatan pada saat hari pemijahan (Lightner et al., 1996).

Telur jenis udang ini tergantung dari ukuran individu, untuk udang dengan berat 30 gram sampai dengan 45 gram telur yang di hasilkan 100.000 sampai 250.000 butir telur. Telur yang mempunyai diameter 0,22 mm, cleaveage pada tingkat nauplis terjadi kira-kira 14 jam setelah proses bertelur (Anonymous, 1979).


Menurut Lim et al., dalam Lestari (2009), perkembangan larva udang penaeid terdiri dari beberapa stadia yaitu:
a. Stadia nauplius
Nauplius bersifat planktonik dan phototaxis positif. Dalam stadia ini masih memiliki kuning telur sehingga belum memerlukan makanan. Perkembangan stadia nauplius terdiri dari enam sub stadium. Nauplius memiliki 3 pasang organ tubuh yaitu antena pertama, antena kedua dan mandible. Antena pertama uniramous, sedangkan 2 alat lainnya biramous.

b. Stadia Zoea
Perubahan bentuk dari nauplius menjadi zoea memerlukan waktu kira-kira 40 jam setelah penetasan. Pada stadia ini larva dengan cepat bertambah besar. Tambahan makanan yang diberikan sangat berperan dan mereka aktif memakan phytoplankton. Stadia akhir zoea juga memakan zooplankton. Zoea sangat sensitif terhadap cahaya yang kuat dan ada juga yang lemah diantara tingkat stadia zoea tersebut.

Zoea terdiri dari tiga substadia secara kasar tubuhnya di bagi kedalam tiga bagian, yaitu carapace, thorax dan abdomen. Tiga substadia tersebut dapat dibedakan berdasarkan segmentasi abdomen dan perkembangan dari lateral dan dorsal pada setiap segmen.

c. Stadia mysis
Larva mencapai stadia mysis pada hari ke lima setelah penetasan. Larva pada stadia ini kelihatan lebih dewasa dari dua stadia sebelumnya. Stadia mysis lebih kuat dari stadia zoea dan dapat bertahan dalam penanganan. Stadia mysis memakan phytoplankton dan zooplankton, akan tetapi lebih menyukai zooplankton menjelang stadia mysis akhir (M3). Mysis memilki tiga sub stadia dimana satu dengan lainnya dapat dibedakan dari perkembangan bagian dada dan kaki renang.

d. Stadia post larva
Perubahan bentuk dari mysis menjadi post larva terjadi pada hari kesembilan. Stadia post larva mirip dengan udang dewasa, dimana lebih kuat dan lebih dapat bertahan dalam penanganan. Kaki renang pada stadia post larva bertambah menjadi tiga segmen yang lebih lengkung. Post larva bersifat planktonik, dimana mulai mencari jasad hidup sebagai makanan.

2.5.  Pakan dan kebiasaan makanan udang vannamei
Makanan udang penaeid terdiri dari crustacea dan molusca yang terdapat 85 % didalam pencernaan makanan dan 15 % terdiri dari invertebrata benthis kecil, mikroorganisme penyusun detritus, udang putih demikian juga di alam merupakan omnivora dan scavenger (pemakan bangkai). Makanannya biasanya berupa crustacea kecil, amphipouda dan plychacetes atau cacing laut (Wyban dan Sweeney, 1991). Lebih lanjut dikatakan dalam pemeliharaan induk udang putih, pemberian pakan udang putih 16 % dari berat total adalah cumi, 9 % cacing dengan pemberian pakan empat kali perhari.
Udang mempunyai pergerakan yang hanya terbatas dalam mencari makanan dan mempunyai sifat dapat menyesuaikan diri terhadap makanan yang tersedia lingkungannya. Di alam larva udang biasanya memakan zooplankton yang terdiri dari trochophora, balanos, veliger, copepoda, dan larva polychaeta (Tricahyo, 1995).Udang putih termasuk golongan udang penaeid. Maka sifatnya antara lain bersifat nocturnal artinya aktif mencari makan pada malam hari atau apabila intensitas cahaya berkurang. Sedangkan pada siang hari yang cerah lebih banyak pasif, diam pada rumpon yang terdapat dalam air tambak atau membenamkan diri dalam Lumpur (Nurdjana et al., 1989).













III.             METODELOGI


3.1 Tempat dan Waktu
Dalam melakukan praktikum ini dibutuhkan tempat dan waktu yang sesuai, yaitu bertempat di Gedung K, Jurusan Budidaya Perairan, Fakutas Pertania Universitas Lampung pada hari rabu – kamis / 21-22 Mei 2014, pukul 17:00 – 05.00 WIB.

3.2 Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini, seperti cawan petri, pipet tetes, saringan, akuarium, senter/lampu, mikroskop, cover glass, objek glass, aerator, benur dari 5 lokasi yaitu Kalianda Alam Asri, Karya Windu Way Muli, Arjuna Windu, Putra Jaya Manunggal, Berkah Jaya Vannamei, air laut.

3.3 Cara Kerja :
Adapun prosedur ataupun cara kerja yang diamati dalam praktikum, diantara lain:
1.    Pengamatan Aktivitas
·      Diletakkan baeker glass yang telah diisi sampel larva/post larva di bawah lampu.
·      Dibiarkan hingga 1-2 menit dan kemudian diamati secara visual aktivitasnya.
·      Diamati sampel dibawah lampu dan dihitung prosentase larva/post larva yang lemah dan yang aktif.
·      Dihitung prevalensi larva/post larva yang lemah dengan rumus:



2.    Penentuan Stadia Larva/ Post Larva
·      Diamati sampel sebanyak  minimal 30 ekor dengan menggunakan pipet tetes atau disaring ke dalam wadah, diletakkan pada objek glass dan ditempatkan pada bidang periksa mikroskop.
·      Diamati perkembangan stadia larva/post larva dengan menggunakan perbesaran 40-100 kali.
·      Diamati dan ditulis perkembangan stadia yang ada dibawah mikroskop
3.    Pengamatan Feeding Rate
·      Diambil sampel sebanyak minimal 30ekor dengan menggunakan pipet tetes atau disaring kedalam wadah/cawan petri, lalu diletakkan pada objek glass.
·      Diamati sampel pst larva dengan menggunakan mikroskop hingga seluruh pencernaan terlihat jelas dengan menggunakan perbesaran 100 kali.
·      Diperkirakan panjang saluran pencernaan yang terisi yaitu full, setengah, atau kosong.
·      Dilakukan pengamatan sampel maksimal 1 jam setelah sampel diambil.

4.    Pengamatan Pigmentasi
·      Diambil sampel sebanyak minimal 30 ekor dengan menggunakan pipet tetes atau disaring ke dalam cawan petri dan diletakkan pada objek glass.
·      Diamati penampakan warna tubuh post larva terutama pada bagian mata, abdomen, dan ekor dengan menggunakan mikroskop perbesaran 40-100 kali.
·      Dihitung prevelensi benur yang pigmennya tidak normal dengan rumus:

              

5.    Pengamatan Penyakit (Parasit)
·      Diamati sampel sebanyak  minimal 30 ekor dengan menggunakan pipet tetes atau disaring ke dalam cawan petri dan diletakkan pada objek glass.
·      Dibasahi sampel dan ditutup dengan cover glass.
·      Diamati sampel dibawah mikroskop dengan perbesaran 100-400 kali pada seluruh bagian tubuh luar dan dalam post larva untuk mendeteksi adanya parasit.
·      Dihitung prevelensi benur yang terinfeksi parasit dengan rumus:

f. Pengamatan Abnormalitas
·      Diamati sampel sebanyak  minimal 30 ekor dengan menggunakan pipet tetes atau disaring ke dalam cawan petri dan diletakkan pada objek glass.
·      Dibasahi sampel dan ditutup dengan cover glass.
·      Diamati seluruh bagian tubuh sampel dibawah mikroskop dengan perbesaran 100 kali.
·      Dicatat hasil pengamatan dengan membedakan jenis abnormalitas yang ditemukan.
·      Dihitung tingkat prevelensi dengan rumus:


g.    Pengamatan Hepatopankreas
·      Diamati sampel sebanyak  minimal 30 ekor dengan menggunakan pipet tetes atau disaring ke dalam cawan petri dan diletakkan pada objek glass.
·      Dibasahi sampel dan ditutup dengan cover glass.
·      Diamati sampel dibawah mikroskop dengan perbesaran 40-100 kali pada seluruh bagian tubuh diamati keadaan normal, sedang, dan tidak normal.
·      Dihitung prevelensi benur dengan rumus:


h.   Pengamatan Lipid
·      Diamati sampel sebanyak  minimal 30 ekor dengan menggunakan pipet tetes atau disaring ke dalam cawan petri dan diletakkan pada objek glass.
·      Dibasahi sampel dan ditutup dengan cover glass.
·      Diamati sampel dibawah mikroskop dengan perbesaran 40-100 kali pada seluruh bagian tubuh diamati keadaan tinggi, sedang, dan rendah.
·      Dihitung prevelensi benur dengan rumus:

























IV.             HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1  Hasil
Asal Sampel
Fase Benur
(%) Respon Cahaya
(%) Aktivitas Berenang
(%) Abnormal
% Pigmentasi
penyakit
% kandungan isi perut

Lipid Droplet
Hp condition
aktif
lemah
aktif
lemah
bersih
kusam
parasit
bakteri
virus
penuh
setengah
kosong
Low
med
high
good
med
bad
Kalianda Alam Asri
PL 8
30
70
90
10
3.33
100
0
0


23.33
50
26.67
83.33
6.7
6.7
96.7
3.33
0
Karya Windu Way Muli
PL 1
93.33
6.67
26.67
73.33
0
86.67
13.34
2


20
33.34
46.67
56.67
23.34
20
30
63.34
6.67
Arjuna Windu
PL 4
36.67
63.33
30
70
6.7
90
10
9


43.33
40
16.67
13.33
40
46.67
56.67
33.33
10
Putra Jaya Manunggal
PL 8
33.33
67.67
63.33
36.67
0
90
10
0


6.67
36.67
56.67
30
63.33
6.67
86.67
13.33
0
Berkah Jaya Vannamei
PL 8
20
80
60
40
0
100
0
4


23.33
90
13.33
80
16.67
3.33
13.33
80
3.33




4.2  Pembahasan
Prosedur untuk mengamati kesehatan larva perlu dilakukan dengan pengamatan makroskopis dan mikroskopis.

Pada praktikum ini sample benur udang didapat dari berbagai tambakdi Lampung yaitu tambak Berkah Jaya Vanamei, tambak Putra jaya Manunggal, dan Kalianda Alam Asri yaitu benur ada pada stadia Post Larva (PL) 8. Sedangkan yang lainnya yaitu pada Karya Windu Way Muli pada stadia Post Larva (PL) 1 dan tambak Arjuna Windu pada stadia Post Larva (PL) 4.

Pengujian kesehatan yang dilakukan terhadap benur udang vanamei yaitu meliputi:
a.      Respon terhadap cahaya
Dari hasil pengamatan diketahui bahwa respon terhadap cahaya yaitu 20% aktif dan 80 % lemah pada tambak Berkah Jaya Vanamei, 30% aktif dan 70% lemah pada tambak Kalianda Alam Asri, 93,3% aktif dan 6,67% lemah pada tambak Karya Windu Way Muli, 36,67% aktif dan 63,33% lemah.
b.      Aktivitas berenang
Aktivitas berenang benur udang menunjukkan sehat atau tidaknya udang. Pada hasil pengamatan diketahui bahwa aktivitas berenang benur udang yang paling baik yaitu pada tambak Kalianda Alam Asri sebesar 90% aktif sedangkan yang paling buruk yaitu pada tambak  Karya Windu Way Muli yang hanya sebesar 26,67% yang aktif berenang.

c.       Ke abnormalan
Dari hasil pengamatan diketahui bahwa persentase abnormal benur udang tertinggi yaitu pada tambak arjuna Windu sebesar 6,7 %, sedangkan terendah yaitu pada tambak Karya Windu, Putra jaya, dan Berkah Jaya yang sebesar 0% yang berarti kondisi seluruh benur dalam keadaan normal semua.



d.      Persentase pigmentasi
Dari pengamatan diketahui bahwa sample udang yang palng sehat yaitu pada Kalianda Alam asri dan tambak berkah Jaya sebesar 100% bersih (pigmen baik) sedangkan yang buruk yaitu pada tambak Karaya Windu Way Muli sebesar 13% pigmennya kusam yang menandakan benur udang kurang sehat ataupun kurang nutrisi pada pakannya.

e.       Penyakit
Dari pengamatan diketahui penyakit yang terjadi yaitu berasal dari jenis parasit. Pada tambak yang memiliki parasit terbanyak yaitu pada Arjuna Windu sebesar 9% terkena parasit sedangkan yang tidak terdapat parasit sama sekali yaitu pada tambak Kalianda Alam Asri dan Putra jaya. Hal tersebut menunjukkan bahwa kondisi udang baik dan kondisi tambak tempat pengambilan sample memiliki kualitas sanitasi dan manajemen kbersihan yang bagus.

f.       Kandungan isi perut
Isi perut juga menandakan  indikator kesehatan larva. Pada hasil pengamatan diketahui bahwa kandungan isi yang paling penuh yaitu pada tambak Arjuna Windu sebesar 43% sedangkan udang yang memiliki isi perut kosong yaitu pada tambak Putra Jaya sebesar 56%. Jadi udang yang memungkinkan sehat yaitu pada tambak Arjuna Windu, namun isi perut juga dipengaruhi oleh kebiasaan makan dan fase pemberian pakan yang terapkan pada masing-masing tambak.

g.      Lipid Droplet
Pada hasil pengamatan yaitu lipid droplet yang dimiliki udang terbanyak dalam jumlah tinggi yaitu pada benur tambak Arjuna Windu sebesar 46% sedangkan terendah yaitu pada tambak Karya Windu Way Muli sebesar 56% memiliki lipid droplet yang rendah. Lipid droplet juga dipengaruhi oleh pakan yang diberikan serta hepatopankreas yang bekerja.

h.      HP condition
Dari pengamatan diketahui bahwa kondisi udang yang paling baik yaitu pada benur udang dari tambak Kalianda Alam asri sebesar 96% baik sedangkan yang paling buruk yaitu pada benur udang dari tambak Karya Windu Way Muli yang memiliki hepatopankreas dengan persentasi keadaan BAD paling tinggi sebesar 6%.






























V.                KESIMPULAN DAN SARAN


5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang didapat dari praktikum ini yaitu sebagai berikut:
a.       Metode pengujian kesehatan benur udang dapat dilakukan dengan berbagai cara diantaranya yaitu respon cahaya, aktivitas berenang, abnormal, pigmentasi, penyakit, kandungan isi perut, lipid droplet, dan kondisi hepatopankreas.
b.      Benur udang yang paling baik atau sehat yaitu bersala dari tambak Kalianda Alam Asri sedangkan benur udang yang paling buruk dan tidak sehat yaitu pada tambak Arjuna Windu.

5.2 Saran
Adapun saran yang dapat diberikan yaitu sebaiknya labiratorium dapat memberikan peralatan yang lebih baik lagi dan juga praktikan sebakinya lebih aktif dan memperkaya materi sebelum praktikum.
















DAFTAR PUSTAKA


Badan Standarisasi Internasional. 2000. SNI Udang Galah. Jakarta.
Edhy, W.A, Januar, P dan Kurniawan. 2003. Plankton di Lingkungan PT. Central Pertiwi Bahari. PT Central Pertiwi Bahari. Tulangbawang.
Elovaara, A.K. 2001. Shrimp Farming Manual : Practical Technology for Intensive Shrimp Production. United States of America (USA)
Haliman, R.W. dan Adijaya, S.D. 2005. Udang Vannamei. Penebar Swadaya. Jakarta.
Kordi, K.M.G.H. 2010. Pakan Udang. Akademia. Jakarta.
Kungvankij, P., L.B. Tiro, B.J. Pudarera, Jr., I.O. Potestas, K.G. Corre, E. Borlongan, G.A. Talean, L.F. Bustilo, E.T. Tech, A. Unggui, T.E. Chua. 1985. Training Manual : Shrimp Hathery Design, Operation, and Management. FAO. Bangkok
Lestari, A. 2009. Manajemen Risiko dalam Usaha Pembenihan Udang vaname (Litopenaeus vannamei), Studi Kasus di PT. Suri Tani Pemuka, Kabupaten Serang, Provinsi Banten. Departemen Agribisnis. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
SNI 01-7252-2006. 2006. Benih Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) Kelas Benih Sebar.
Soleh, M. 2006. Biologi Udang Vannamei Litopenaeus vannamei. BBPBAP Jepara. Jepara
Subaidah, S. dkk. 2006. Pembenihan Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei). Balai Budidaya Air Payau Situbondo. Situbondo




Lampiran 1. Foto Kegiatan Praktikum

 

 

 

Tidak ada komentar: