Minggu, 10 Mei 2015

KULTUR Culex Sp



KULTUR Culex Sp
 (Laporan Praktikum Teknologi Budidaya Pakan Hidup)








Oleh
Widi Indra Kesuma
1114111058






JURUSAN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2013



I.                   PENDAHULUAN


1.1      Latar Belakang
Pakan ikan diklasipikasikan menjadi 2 macam yaitu : pakan alami dan pakan buatan. Secara kualitas organisme pakan alami belum bisa diganti sepenuhnya dengan pakan buatan untuk ikan stadia larva, hal ini disebabkan pakan alami lebih mudah dicerna oleh larva juga bentuk dan ukuran yang sesuai dengan bukaan mulut ikan. Culex dapat bergerak- gerak sehingga menarik perhatian larva ikan untuk memekannya. Culex juga lebih suka berada di permukaan air serta mudah dalam penyediaannya.

Bagi para peternak ikan pemberian pakan ikan sulit sekali di simpan ( karna tidak tahan lama ) sedangkan stadia larva bagi ikan merupakan masa paling kritis dalam siklus hidupnya, tingginya mortalitas pada stadia lava ikan disebabkan beberapa faktor :
Serangan penyakit/ mikroorganisme patogen yang mengganggu,
Kualitas air yang kurang baik,
Serta ketersediaan pakan alami yang kurang mencukupi ( baik gizi maupun jumlahnya).
Upaya untuk mengatasi atau menekan mortalitas larva ikan adalah : dengan menyediakan pakan yang cukup, baik dalam jumlah maupun mutunya ( jenis, ukuran, dan kemurnian ).

Culex sp adalah : jenis pakan alami yang sering digunakan untuk pemenuhan pakan ikan air tawar pada usia larva dan industri ikan hias. Nelson dkk (1974) yang dikutip oleh Aji Bau (1999:2) menjelaskan bahwa nyamuk Culex sp. adalah spesies yang berkembangbiak pada tempat tempat penampungan air bersih di dalam maupun di luar rumah.

1.2      Tujuan Praktikum
Tujuan praktikum ini adalah sebagai berikut:
1.    Mencari media yang optimum bagi Culex sp. yang akan dikultur sehingga bisa dijadikan dasar dalam kultur Culex sp.
2.    Mengetahui pola perubahan populasi Culex sp.





























II.                TINJAUAN PUSTAKA

2.1    Klasifikasi
Tingkatan takson pada nyamuk Culex Sp dalam klasifikasi adalah sebagai berikut:
Filum               : Arthropoda
Kelas               : Insekta
Ordo                : Diptera
Famili              : Cullicidae
Genus              : Culex
Spesies            : Culex Sp (Ganda Husada, 1988: 217)
2.2    Morfologi
Nyamuk Culex sp. mempunyai morfologi sebagai berikut:
1) Telur
Telur Culex sp. berwarna hitam dengan ukuran ± 0,08 mm (Ditjen
PPM&PLP, 1992:4), berbentuk seperti sarang tawon (Sumarmo, 1988:22).

2) Larva
Larva Culex sp. mempunya ciri-ciri sebagai berikut:
(1) Adanya corong udara pada segmen yang terakhir.
(2) Pada segmen abdomen tidak ditemukan adanya rambut-rambut berbentuk kipas (Palmatus hairs).
(3) Pada corong udara terdapat pectin.
(4) Sepasang rambut serta jumbai akan dijumpai pada corong (siphon).
(5) Pada setiap sisi abdomen segmen kedelapan terdapat comb scale sebanyak 8-21 atau berjajar 1 sampai 3.
(6) Bentuk individu dari comb scale seperti duri.
(7) Pada sisi thorax terdapat duri yang panjang dengan bentuk kurva dan
adanya sepasang rambut di kepala.

Ada 4 tingkatan perkembangan (instar) larva sesuai dengan pertumbuhan
larva yaitu:
(1) Larva instar I; berukuran 1-2 mm, duri-duri (spinae) pada dada belum
jelas dan corong pernapasan pada siphon belum jelas.
(2) Larva instar II; berukuran 2,5–3,5 mm, duri–duri belum jelas, corong
kepala mulai menghitam.
(3) Larva instar III; berukuran 4-5 mm, duri-duri dada mulai jelas dan
corong pernapasan berwarna coklat kehitaman.
(4) Larva instar IV; berukuran 5-6 mm dengan warna kepala gelap.

3) Pupa
Pupa Culex sp. berbentuk seperti koma, berukuran besar namun lebih ramping dibandingkan dengan pupa spesies nyamuk lain.

4) Dewasa
Nyamuk Culex sp. berukuran lebih kecil dibandingkan dengan spesies nyamuk lain. Badan, kaki dan sayapnya berwarna dasar hitam dengan bintik - bintik putih. Jenis kelamin nyamuk Culex sp. dibedakan dengan memperhatikan jumlah probosis. Nyamuk betina mempunyai proboscis tunggal, sedangkan nyamuk jantan mempunyai probosis ganda (Srisasi Gandahusada, dkk, 2000:218).

2.3    Siklus hidup
Menurut ( DepKes RI, 1985 ) Siklus hidup nyamuk, sama dengan serangga-serangga yang lain mengalami tingkatan (stadium) yang berbeda-beda siklus hidup nyamuk terdapat empat stadium yaitu : (a) stadium telur, (b) stadium larva, (c) stadium pupa, (d) stadium dewasa sebagai nyamuk yang hidup di alam bebas, sedangkan ke tiga stadium yang di hidup dan berkembang biak di dalam air.
  1. Stadium telur.
Nyamuk akan meletakkan telur di tempat yang berair. Karena air merupakan faktor utama, dimana tidak ada air telur tidak akan tumbuh dan berkembang biak. Jika keadaan tempat sesuai dengan kebutuhan telur maka telur 2-3 hari, tetapi keadaan tidak sesuai dengan kebutuhan maka telur akan lama, telur yang matang akan menjadi pupa. Ciri morfologi telur Culex Sp adalah bentuknya oval dan panjang tetapi kedua ujungnya tumpul dan tanpa pengapung, dia biasanya berkelompok sehingga berbentuk seperti rakit (Hastutiek dan Sasmita, 1992 : 8)
  1. Stadium larva
      Hal ini memperbesar tumbuhnya dan untuk melengkapi bulu-bulunya, sebelum larva membutuhkan waktu kira-kira satu minggu dimana pertumbuhan dan perkembang biakan larva dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah temperatur, cukup atau tidaknya bahan makanan, misalnya digenangan rawa-rawa. Ciri morfologi larva Culex Sp adalah mempunyai sipon yang runcing dan tumpul lebih dari satu kumpulan rambut (Hatutiek dan Sasmita, 1992 : 8)
  1. Stadium Pupa (Kepompong)
      Pupa adalah stadium terakhir dari nyamuk yang berada di dalam air. Stadium pupa ini tidak memerlukan makanan dan pupa merupakan stadium dalam keadaan Inaktif. Pada stadium ini terjadi pembentukan sayap sehingga setelah cukup waktunya nyamuk yang keluar dari pupa dapat terbang, meskipun pupa dalam keadaan Inaktif tidak berarti tidak ada proses kehidupan, pupa tetap memerlukan zat-zat asam (O2) zat asam masuk tubuh pupa melalui corong napas. Pada stadium ini berlangsung kira-kira 2 hari (Depkes RI, 1985 : 9)
  1. Stadium Dewasa
      Dari kepompong akan keluar nyamuk / stadium dewasa. Maka nyamuk jantan kemudian akan mengawini nyamuk betina sebelum nyamuk betina tersebut mencari darah. Nyamuk betina yang akan beristirahat untuk sementara waktu (1-2 hari) kemudian mencari darah. Setelah perut penuh, nyamuk betina akan beristirahat lagi untuk menunggu proses pemasakan dan pertumbuhan telurnya. (Depkes RI, 1985 : 8)

2.4    Reproduksi
Nyamuk Culex sp bereproduksi dengan bertelur. Nyamuk Culex sp. betina dapat meletakkan telur sampai 100 butir setiap datang waktu bertelur. Telur-telur tersebut diletakkan di atas permukaan air dalam keadaan menempel pada dinding vertikal bagian dalam tempat-tempat penampungan air. Nyamuk Culex sp. betina lebih menyukai tempat penampungan air yang tertutup longgar untuk meletakkan telurnya dibandingkan dengan tempat penampungan air yang terbuka, karena tempat penampungan air yang tertutup longgar tutupnya jarang dipasang dengan baik sehingga mengakibatkan ruang di dalamnya lebih gelap (Sumarmo,1988:21).

2.5    Habitat culex sp
Habitat nyamuk Culex sp biasanya di dalam atau diluar rumah. Tempat  lain seperti gua-gua, sungai, parit-parit atau semak belukar. Selain itu ada pula tempat hidup buatan seperti lubang dalam tanah yang sengaja dibuat atau kotak diwarnai gelap yang di tempatkan di tempat-tempat yang biasa didatangi nyamuk. (Depkes RI, 1985 : 12)

2.6    Kandungan kimia dari media
a.      Batang papaya
Kandungan kimia yang terdapat dalam batang pepaya adalah: 25% atau lebih lemak campuran, 26,2% lemak, 24,3% protein, 17% serat, 15,5% karbohidrat, 8,8% abu dan 8,2% air (Kalie, 2008).

b.      Kubis
Secara umum , sebuah kol segar mengandung air , protein , lemak , karbohidrat , serat , kalsium , fosfor , besi , besi , natrium , kalium , vitamin A , vitamin C , vitamin E , tiamin , riboflavin , nicotinamide , kalsium dan beta karoten. Selain itu , kol mengandung senyawa sianohidroksibutena ( CHB ) , sulforafan dan iberin yang merangsang pembentukan glutation , suatu enzim yang bekerja dengan cara menguraikan dan membuang zat – zat beracun yang beredar didalam tubuh, Tingginya kandungan vitamin C dalam kol ini dapat mencegah timbulnya Scorbut ( scury ) (Dwi, 2003).

c.       Kotoran ayam
Kotoran ayam mempunyai kadar unsur hara dan bahan organik yang tinggi serta kadar air yang rendah. Setiap ekor ayam kurang lebih menghasilkan ekskreta per hari sebesar 6,6% dari bobot hidup (Taiganides, 1977). Kotoran ayam memiliki kandungan unsur hara N 1%, P 0,80%, K 0,40% dan kadar air 55% (Lingga, 1986).

d.      Air cucian beras
Air cucian beras yang biasa disebut dengan leri mengandung karbohidrat, protein, dan vitamin B yang biasanya terdapat pada pericarpus dan aleuron yang ikut terkikis, serta vitamin B1 dan Thianin (Mouhyi, 1992).

e.       Batang pisang
Tabel Komposisi Pelepah Pisang:
















III.             METODELOGI


3.1              Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikum Teknologi Budidaya Pakan Hidup dilaksanakan pada tanggal 6- 16 Desember 2013 di Laboratorium Perikanan Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.

3.2              Alat dan Bahan
Adapun alat yang digunakan pada praktikum ini adalah ember 10lt, dan kain kasa.

Adapun bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah kotoran ayam, batang pisang, air cucian beras, batang papaya, sayuran kubis yang direbus, dan air bersih 6 lt.

3.3              Prosedur Kerja
Cara kerja pada praktikum kali ini adalah:
1.      Bersihkan media
2.      Potong-potong media
3.      Bungkus media menggunakan kain kasaa.
4.      Letakkan ember ditempat sejuk kemudian masukkan media yang sudah dibungkus kedalam ember.
5.      Pengamatan dilakukan 10 hari dan diamati 2 hari sekali tentang kepadatan culex sp dengan cara menggunakan saringan the lalu dihitung berapa banyak culex yang terambil. Pengamatan dilakukan 3 kali ulanyan kemudian dicatat
6.      Jika terjadi penysusutan air maka ditambahkan air dan medianya sehingga tetap 6 lt.




IV.             HASIL PEMBAHASAN

4.1              Hasil
Tabel 1. Hasil pengamatan Culex. sp
Pengamatan ke-
Ulangan
1
2
3
1
0
0
2
2
2
3
2
3
3
3
2
4
4
3
3
5
4
2
3

Gambar 1. Grafik Pertumbuhan Culex sp.

4.2              Pembahasan

Telah dilakukan praktikum kultur culex sp pada berbagai media yaitu kotoran ayam, kol, batang pisang, batang papaya, dan air cucian beras. Setiap media memiliki cirri khas dan kandungan nutrisi yang berbeda yang dibutuhkan oleh larva culex sp. Dari praktikum yang dilakukan diketahui bahwa setiap memiliki jumlah culex sp yang berbeda jumlahnya. Hal tersebut dikarenakan perbedaan media yang diberikan.

Semua nyamuk harus memiliki air yang untuk melengkapi siklus hidup mereka. Nyamuk dapat hidup hampir di segala jenis air, dari air es yang mencair sampai air buangan yang kotor. Jenis air dapat mengidentifikasikan jenis jentik nyamuk yang hidup didalamnya. Juga, nyamuk-nyamuk dewasa menunjukkan preferensi yang sangat berbeda untuk jenis sumber yang bertelur. Mereka bertelur secara berkala akan terus menerus di lubang air, kolam, air pasang, rawa-rawa, pembuangan limbah, tambak, irigasi padang rumput, kolam air hujan, dan lain-lain karena itu setiap spesies memiliki persyaratan lingkungan yang unik untuk pemeliharaan siklus hidup (Soedarto, dkk, 1989:35).

Nelson dkk (1974) yang dikutip oleh Aji Bau (1999:2) menjelaskan bahwa nyamuk Culex sp. adalah spesies yang berkembangbiak pada tempat tempat penampungan air bersih di dalam maupun di luar rumah.

Nyamuk termasuk jenis serangga yang masuk pada kelas Hexapoda orde Diptera. Pada umumnya nyamuk mengalami 4 tahap dalam siklus hidupnya (metamorfosis), yaitu telur, larva, pupa dan dewasa. Nyamuk Aedes aegypti mengalami metamorfosis sempurna, yaitu telur – larva – pupa – dewasa. Stadium telur, larva dan pupa hidup didalam air, sedangkan stadium dewasa hidup diluar air. Pada umumnya telur akan menetas dalam 1-2  hari setelah terendam dalam air pada suhu 30 °C, sementara pada suhu 16 °C telur akan menetas dalam waktu 7 hari. Telur dapat bertahan lama tanpa media air dengan syarat tempat tersebut lembab. Telur dapat bertahan sampai berbulan-bulan pada suhu -2 °C sampai 42 °C(Upik Kesumawati Hadi dan Susi Soviana, 2000:25). Stadium larva berlangsung selama 6-8 hari. Stadium larva terbagi menjadi empat tingkatan perkembangan atau instar. Instar I terjadi setelah 1-2 hari telur menetas, instar II terjadi setelah 2-3 hari telur menetas, instar III terjadi setelah 3-4 hari telur menetas dan instar IV terjadi setelah 4-6 hari telur menetas (Upik Kesumawati Hadi dan Susi Soviana, 2000:25). Pertumbuhan dan perkembangan jentik dipengaruhi beberapa faktor, diantaranya adalah temperatur, cukup tidaknya bahan makanan, ada tidaknya predator dalam ai, dan lain sebagainya.

Stadium berikutnya adalah stadium pupa yang berlangsung 2 hari. Lama waktu stadium pupa dapat diperpanjang dengan menurunkan suhu pada tempat perkembangbiakan, tetapi pada suhu yang sangat rendah dibawah 10 °C pupa tidak mengalami perkembangan (Upik Kesumawati Hadi dan Susi Soviana, 2000:25).

Kemudian menjadi nyamuk dewasa dan siklus tersebut akan berlangsung kembali. Dalam kondisi yang optimal, perkembangan dari stadium telur sampai menjadi nyamuk dewasa memerlukan waktu sedikitnya 9 hari. Induk nyamuk biasanya meletakkan telur nyamuk pada tempat yang berair dan tidak mengalir. Pada tempat kering, telur nyamuk akan rusak dan mati. Kebiasaan meletakkan telur dari nyamuk berbeda-beda tergantung dari jenisnya (Ditjen PPM&PL, 2001:21).

Nyamuk Culex sp. betina dapat meletakkan telur sampai 100 butir setiap datang waktu bertelur. Telur-telur tersebut diletakkan di atas permukaan air dalam keadaan menempel pada dinding vertikal bagian dalam tempat-tempat penampungan air. Nyamuk Culex sp. betina lebih menyukai tempat penampungan air yang tertutup longgar untuk meletakkan telurnya dibandingkan dengan tempat penampungan air yang terbuka, karena tempat penampungan air yang tertutup longgar tutupnya jarang dipasang dengan baik sehingga mengakibatkan ruang di dalamnya lebih gelap (Sumarmo,1988:21).

Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perkembangan nyamuk antara lain:
a. Iklim
Nyamuk Indonesia sudah beradaptasi terhadap lingkungan dan iklim dengan kelembaban tinggi. Nyamuk tumbuh optimum pada suhu 25-270C. Pertumbuhan terhenti pada suhu 400C. Umumnya nyamuk tidak dapat bertahan lama bila suhu lingkungannya meningkat 5-60C. Kelembaban kurang dari 60% dapat memperpendek umur nyamuk


b.Hujan
Hujan mempengaruhi perkembangan nyamuk melalui 2 cara yaitu meningkatkan kelembaban nisbi udara dan menambah jumlah tempat perkembangbiakan nyamuk. Curah hujan yang lebat akan membersihka nyamuk, sedangkan curah hujang sedang tetapi jangka waktunya lama dapat memperbesar kesempatan nyamuk berkembang biak .

c.Angin
Angin mempengaruhi evaporasi air dan suhu udara. Nyamuk mulai masuk perangkap pada kecepatan kurang dari 5,4 m/detik.

d.Tumbuhan
Tumbuhan sebagai tempat peletakkan telur. Aedes aegypti senang meletakkan telur pada tumbuhan terapung atau menjulang di permukaan air

Terdapat beberapa jenis jentik nyamuk, tergantung jenis nyamuk induknya. Bagi dunia perikanan, jentik nyamuk dapat digunakan sebagai pakan ikan, jentik nyamuk tersebut dapat dikonsumsi oleh ikan cupang. Jentik berumur 2—3 hari sangat cocok untuk cupang berumur 2—3 bulan. Kandungan nutrisi yang terkandung dalam jentik nyamuk cukup tinggi dan baik bagi ikan yaitu protein 15,58%; lemak 7,81%; serat 3,46%; dan abu 1,4%.














V.                KESIMPULAN


5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang didapatkan dari praktikum ini adalah sebagai berikut :
1.      Larva culex sp dapat hidup pada berbagai media yang digunakan namun berbeda jumlahnya.
2.      Media yang paling baik yaitu sayuran kol yang telah direbus, karena memiliki nutrisi yang cocok serta sesuai dengan yang dibutuhkan culex sp dalam berkembang biak.
3.      Terdapat beberapa factor yang mempengaruhi budidaya culex sp yaitu lingkungan, air, iklim, dan wadah budidaya.

5.2  Saran
Untuk kegiatan praktikum budidaya culex sp selanjutnya disarankan untuk dilakukan ditempat yang lebih sesuai.
















DAFTAR PUSTAKA


Aji Bau. 1999. Uji Efikasi Daun Tumbuhan Paitan (Tithonia diversifolia Grey)
Terhadap Larva Culex sp. di Laboratorium. Skripsi. FKM UNDIP Semarang.
Dinkes DKI. 2003. Demam Berdarah. http://www.DinkesDKI.com (Accested 20 Agustus 2005).
Ditjen PPM&PL. 2001. Pedoman Pelaksanaan Surveillans Vektor. Jakarta: Depkes RI.
Gandahusada,S; Ilahude,H dan Pribadi,W. 1998. Parasitologi Kedokteran. Edisi Tiga. Jakarta: FK UI
Mouhti, Sjahmen. 1992. Makanan Institusi dan Jasa Boga. Bharatara: Jakarta.
















Lampiran 1. Foto Kegiatan

Tidak ada komentar: