Minggu, 10 Mei 2015

PERENCANAAN KERAMBA JARING APUNG POLIKULTUR DOUBLE LAYER PADA SPESIES BERBEDA: “IKAN NILA DAN IKAN MAS”



PERENCANAAN KERAMBA JARING APUNG POLIKULTUR DOUBLE LAYER PADA SPESIES BERBEDA: “IKAN NILA DAN IKAN MAS”
(Makalah Rekayasa Teknologi Budidaya Perairan)















Oleh:
Widi Indra Kesuma
1114111058








unila+logo.jpg





JURUSAN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2013




KATA PENGANTAR


Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Alhamdulillahirabbilalamin, banyak nikmat yang Allah berikan, tetapi sedikit sekali yang kita ingat. Segala puji hanya layak untuk Allah Tuhan seru sekalian alam atas segala berkat, rahmat, taufik, serta hidayah-Nya yang tiada terkira besarnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul ” PERENCANAAN KERAMBA JARING APUNG POLIKULTUR DOUBLE LAYER PADA SPESIES BERBEDA: “IKAN NILA DAN IKAN MAS””.

Dalam penyusunannya, penulis memperoleh banyak bantuan dari berbagai pihak, karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: Kedua orang tua dan segenap keluarga besar penulis yang telah memberikan dukungan, kasih, dan kepercayaan yang begitu besar. Dari sanalah semua kesuksesan ini berawal, semoga semua ini bisa memberikan sedikit kebahagiaan dan menuntun pada langkah yang lebih baik lagi.

Meskipun penulis berharap isi dari makalah ini bebas dari kekurangan dan kesalahan, namun selalu ada yang kurang. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar tulisan ini dapat lebih baik lagi.
Akhir kata penulis berharap agar makalah ini bermanfaat bagi semua pembaca.

Bandar Lampung, Desember 2013
Penyusun

Widi Indra K.



I.                   PENDAHULUAN


Keramba Apung adalah sebuah sarana pembiakan perikanan yang menggunakan jaring sebagai sarana pembiakan. Pembiakan ikan biasa dilakukan di laut ataupun di media air tawar seperti danau atau waduk, dengan alasan kedalaman yang dibutuhkan untuk keramba biasanya cukup dalam, dimana kedalaman tersebut tidak tersedia di media air tawar lain seperti sungai atau tambak.

Keramba apung yang ada saat ini kebanyakan hanya berupa jaring yang diikatkan pada pelampung yang terbuat dari drum atau gentong bekas dan ikan dibudidayakan di dalam jaring tersebut. Para petani ikan menebarkan benih ikan pada awal masa pembiakkan dan pada saat masa panen mereka akan memanen hasilnya. Keramba konvensional terdapat beberapa kelemahan, yaitu para petani ikan baru bisa memanen ikannya jika sudah mencapai masa panen. Cara memanen ikan memakai cara manual yaitu menggiring ikan dengan alat bambu yang dilakukan minimal 2 orang.

Berdasarkan masalah-masalah yang dihadapi oleh para petani ikan, banyak tipe-tipe dan perencanaan keramba baru yang diharapkan mampu mengatasi masalah-masalah yang ada. Berdasarkan permasalahan tersebut, alternative solusi dengan cara menerapkan sistem budidaya KJA double layer  yang memiliki potensi yang lebih lebih efisien, baik efisien secara teknis maupun ekonomi karena diterapkan pada luasan yang relatif sempit. Metode ini tentunya akan berpotensi untuk melipat gandakan hasil tanpa harus menambah biaya yang lebih besar KJA Double Layer memiliki keunggulan dibandingan KJA Konvensional, dimana pada satu luasan areal budidaya terdapat 2 atau lebih jaring untuk jenis ikan yang berbeda tetapi  saling mendukung (Nasser,2013).

Ikan Nila (Tilapia niloticus) sebagai ikan yang umum dibudidayakan dengan Ikan Mas dalam KJA Double Layer. Ikan nila tidak memerlukan pakan khusus, ikan nila bisa mencapai pertumbuhan cukup baik dengan hanya memakan sisa – sisa pakan yang tidak termanfaatkan/tidak terkonsumsi dari ikan ikan mas yang ada di atasnya.






























II.                PEMBAHASAN


2.1 Keramba Jaring Apung
Wadah budidaya ikan yang sangat potensial dikembangkan di Indonesia adalah karamba jaring Apung. Budidaya ikan dalam Keramba Jaring Apung (KJA) merupakan salah satu teknologi budidaya yang handal dalam rangka optimasi pemanfaatan perairan danau dan waduk. Agar dapat melakukan budidaya ikan dijaring terapung yang menguntungkan maka konstruksi wadah tersebut harus sesuai dengan persyaratan teknis. Konstruksi wadah jaring terapung pada dasarnya terdiri dari dua bagian yaitu kerangka dan kantong jaring.

Kerangka berfungsi sebagai tempat pemasangan kantong jaring dan tempat berjalan orang pada waktu memberi pakan dan saat panen. Kantong jaring merupakan tempat pemeliharaan ikan yang akan dibudidayakan. Dengan memperhitungkan konstruksi wadah secara baik dan benar akan diperoleh suatu wadah budidaya ikan yang mempunyai masa pakai yang lama.Dalam mendesain konstruksi wadah budidaya ikan disesuaikan dengan lokasi yang dipilih untuk membuat budidaya ikan dijaring terapung.

Budidaya ikan dijaring terapung dapat dilakukan untuk komoditas ikan air tawar dan ikan air laut. Sebelum membuat konstruksi wadah karamba jaring terapung pemilihan lokasi yang tepat dari aspek sosial ekonomis dan teknis benar. Sama seperti wadah budidaya ikan kolam dan akuarium persyaratan secara teknis dan sosial ekonomis dalam memilih lahan yang akan digunakan untuk melakukan budidaya ikan harus diperhatikan.

Aspek sosial ekonomis yang sangat umum yang harus dipertimbangkan adalah lokasi tersebut dekat dengan pusat kegiatan yang mendukung operasionalisasi suatu usaha seperti tempat penjualan pakan, pembeli ikan dan lokasi yang dipilih merupakan daerah pengembangan budidaya ikan sehingga mempunyai prasarana jalan yang baik serta keamanan terjamin. Persyaratan teknis yang harus diperhatikan dalam memilih lokasi usaha budidaya ikan di karamba jaring terapung antara lain adalah :

a. Arus air pada lokasi keramba jaring apung.
Arus air pada lokasi yang dipilih diusahakan tidak terlalu kuat namun tetap ada arusnya agar tetap terjadi pergantian air dengan baik dan kandungan oksigen terlarut dalam wadah budidaya ikan tercukupi, selain itu dengan adanya arus maka dapat menghanyutkan sisa-sisa pakan dan kotoran ikan yang terjatuh di dasar perairan.

Dengan tidak terlalu kuatnya arus juga berpengaruh terhadap keamanan jaring dari kerusakan sehingga masa pakai jaring lebih lama. Bila pada perairan yang akan dipilih ternyata tidak ada arusnya (kondisi air tidak mengalir), disarankan agar unit budidaya atau jaring dapat diusahakan di perairan tersebut, tetapi jumlahnya tidak boleh lebih dari 1% dari luas perairan. Pada kondisi perairan yang tidak mengalir, unit budidaya sebaiknya diletakkan ditengah perairan sejajar dengan garis pantai.

b. Kedalaman perairan keramba jaring apung
Kedalaman perairan sangat berpengaruh terhadap kualitas air pada lokasi tersebut. Lokasi yang dangkal akan lebih mudah terjadinya pengadukan dasar akibat dari pengaruh gelombang yang pada akhirnya menimbulkan kekeruhan. Sebagai dasar patokan pada saat surut terendah sebaiknya kedalaman perairan lebih dari 3m dari dasar waring/jaring.

c. Tingkat kesuburan air keramba jaring apung.
Pada perairan umum dan waduk ditinjau dari tingkat kesuburannya dapat dikelompokkan menjadi perairan dengan tingkat kesuburan rendah (oligotropik), sedang (mesotropik) dan tinggi (eutropik). Jenis perairan yang sangat baik untuk digunakan dalam budidaya ikan di jaring terapung dengan sistem intensif adalah perairan dengan tingkat kesuburan rendah hingga sedang.Jika perairan dengan tingkat kesuburan tinggi digunakan dalam budidaya ikan di jaring terapung maka hal ini sangat beresiko tinggi karena pada perairan eutropik kandungan oksigen terlarut pada malam hari sangat rendah dan berpengaruh buruk terhadap ikan yang dipelihara dengan kepadatan tinggi.

d. keramba jaring apung Bebas dari pencemaran.
Dalam dunia perikanan, yang dimaksud dengan pencemaran perairan adalah penambahan sesuatu berupa bahan atau energi ke dalam perairan yang menyebabkan perubahan kualitas air sehingga mengurangi atau merusak nilai guna air dan sumber air perairan tersebut.

Bahan pencemar yang biasa masuk kedalam suatu badan perairan pada prinsipnya dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu bahan pencemar yang sulit terurai dan bahan pencemar yang mudah terurai. Contoh bahan pencemar yang sulit terurai berupa persenyawaan logam berat, sianida, DDT atau bahan organik sintetis. Contoh bahan pencemar yang mudah terurai berupa limbah rumah tangga, bakteri, limbah panas atau limbah organik. Kedua jenis bahan pencemar tersebut umumnya disebabkan oleh kegiatan manusia, baik secara langsung maupun tidak langsung. Penyebab kedua adalah keadaan alam seperti : banjir atau gunung meletus.

Jika lokasi budidaya mengandung bahan pencemar maka akan berpengaruh terhadap kehidupan ikan yang dipelihara didalam wadah budidaya ikan tersebut.

e. Kualitas air keramba jaring apung.
Dalam budidaya ikan, secara umum kualitas air dapat diartikan sebagai setiap perubahan (variabel) yang mempengaruhi pengelolaan, kelangsungan hidup dan produktivitas ikan yang dibudidayakan. Jadi perairan yang dipilih harus berkualitas air yang memenuhi persyaratan bagi kehidupan dan pertumbuhan ikan yang akan dibudidayakan.Kualitas air meliputi sifat fisika, kimia dan biologi. Secara detail tentang kualitas air ini akan dibahas pada posting labih lanjut.


f. lokasi keramba jaring apung bukan daerah up-welling
Lokasi ini terhindar dari proses perputaran air dasar kepermukaan (up-welling). Pada daerah yang sering terjadi up-welling sangat membahayakan kehidupan organisme yang dipelihara, dimana air bawah dengan kandungan oksigen yang sangat rendah serta gas-gas beracun akan kepermukaan yang dapat menimbulkan kematian secara massal. Lokasi seperti ini sebaiknya dihindari. kecuali sistem keramba dipasok oksigennya dengan suatu mekanisme tertentu.

Setelah mendapatkan lokasi yang memenuhi persyaratan teknis maupun sosial ekonomis maka harus dilakukan perencanaan selanjutnya. Perencanaan disesuaikan dengan data yang diperoleh pada waktu melakukan survey lokasi. Perencanaan tersebut dapat dibuat dengan membuat gambar dari konstruksi wadah budidaya yang akan dibuat.

Konstruksi wadah jaring terapung terdiri dari beberapa bagian, antara lain :
a. Kerangka keramba jaring apung
Kerangka jaring terapung dapat dibuat dari bahan kayu, bambu atau besi yang dilapisi bahan anti karat (cat besi). Memilih bahan untuk kerangka, sebaiknya disesuai-kan dengan ketersediaan bahan di lokasi budidaya dan nilai ekonomis dari bahan tersebut.

Kayu atau bambu secara ekonomis memang lebih murah dibandingkan dengan besi anti karat, tetapi jika dilihat dari masa pakai dengan menggunakan kayu atau bambu jangka waktu (usia teknisnya) hanya 1,5–2 tahun. Sesudah 1,5–2 tahun masa pakai, kerangka yang terbuat dari kayu atau bambu ini sudah tidak layak pakai dan harus direnofasi kembali.  Jika akan memakai besi anti karat sebagai kerangka jaring pada umumnya usia ekonomis/ angka waktu pemakaiannya relatif lebih lama, yaitu antara 4–5 tahun.

Pada umumnya petani ikan di jaring terapung menggunakan kayu sebagai bahan utama pembuatan kerangka, karena selain harganya relatif murah juga ketersediaannya di lokasi budidaya sangat banyak. kayu yang digunakan untuk kerangka jaring terapung ukurannya berkisar antara 5 X 5 meter sampai 10 X 10 meter. Petani ikan jaring terapung di perairan Danau Toba pada umumnya menggunakan kerangka dari kayu dengan ukuran 5 x 5 meter. Kerangka dari jaring apung umumnya dibuat tidak hanya satu petak tetapi satu unit. Satu unit jaring terapung terdiri dari 10 buah petak.

b. Pelampung keramba jaring apung
Pelampung berfungsi untuk mengapungkan kerangka/ jaring terapung. Bahan yang digunakan sebagai pelampung berupa drum (besi atau plastik) yang berkapasitas 200 liter, busa plastik (stryrofoam) atau fiberglass. Jenis pelampung yang akan digunakan biasanya dilihat berdasarkan lama pemakaian.

Jika akan menggunakan pelampung dari drum maka drum harus terlebih dahulu dicat dengan menggunakan cat yang mengandung bahan anti karat. Jumlah pelampung yang akan digunakan disesuaikan dengan besarnya kerangka jaring apung yang akan dibuat. Jaring terapung berukuran 7 X 7 meter, dalam satu unit jaring terapung membutuhkan pelampung antara 45 buah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjdvXcdvseKYBAsl0q8a3R1G06vWNvskUw1TBb5Ly3I3ReSdNmukE1FRL3xbhsQbjrh4n9_8T70m7DBxt51c4oKQHWSTLYTGjEdy06hriLb5DCsR-qXqgfR9WfIoBXptCg3nnSRRIk9LgU/s400/Pelampung+drum+besi.jpg
Gambar. Pelampung drum besi

c. Pengikat keramba jaring apung
Tali pengikat sebaiknya terbuat dari bahan yang kuat, seperti tambang plastik, kawat ukuran 5 mm, besi beton ukuran 8 mm atau 10 mm. Tali pengikat ini digunakan untuk mengikat kerangka jaring terapung, pelampung atau jaring.


d. Jangkar keramba jaring apung
Jangkar berfungsi sebagai penahan jaring terapung agar rakit jaring terapung tidak hanyut terbawa oleh arus air dan angin yang kencang. Jangkar terbuat dari bahan batu, semen atau besi. Pemberat diberi tali pemberat/tali jangkar yang terbuat dari tambang plastik yang berdiameter sekitar 10 mm – 15 mm. Jumlah pemberat untuk satu unit jaring terapung empat petak/kantong adalah sebanyak 4 buah. Pemberat diikatkan pada masing-masing sudut dari kerangka jaring terapung. Berat jangkar berkisar antara 50 – 75 kg. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhglMQdGxd95QRobxOeIjKGGqk0yJFwiM0RqyR58Y59WIGbGasnmUe_AEUG0yqbmq_EKbfkToIufk4eSkACpqhU2McHBM3bMvtqu2NEZdyXf6hMsw4qLwDbQ7Wh3ZY_MiO8sYebVvCx9cc/s1600/Jangkar+keramba+apung.jpg
Gambar. Jangkar keramba apung

e. Jaring keramba jaring apung
Jaring yang digunakan untuk budidaya ikan di perairan Danau Toba,  terbuat dari bahan polyethylene. Ukuran mata jaring yang digunakan tergantung dari besarnya ikan yang akan dibudidayakan. ukuran yang biasa di gunakan  Jaring polyethylene no. 280 D/12 dengan ukuran mata jaring 1 inch (2,5 cm) atau 1,5 inch (3,81 cm).
Jaring yang mempunyai ukuran mata jaring lebih kecil dari 1 inch biasanya digunakan untuk memelihara ikan yang berukuran lebih kecil.

Kantong jaring yang digunakan untuk memelihara ikan dapat diperoleh dengan membeli jaring utuh. Dalam hal ini biasanya jaring dijual dipasaran berupa lembaran atau gulungan. Langkah awal yang harus dilakukan untuk membuat kantong jaring adalah membuat desain/rancangan kantong jaring yang akan dipergunakan. Ukuran kantong jaring yang akan dipergunakan berkisar antara 2 X 2 m sampai dengan 10 X 10 m.

Setelah ukuran kantong jaring yang akan dipergunakan, misalnya akan dibuat kantong jaring dengan ukuran 7 X 7 X 2 m, langkah selanjutnya adalah memotong jaring. Untuk memotong jaring harus dilakukan dengan benar berdasarkan pada ukuran mata jaring dan tingkat perenggangannya saat terpasang di perairan. Menurut hasil penelitian, jaring dalam keadaan terpasang atau sudah berupa kantong jaring akan mengalami perenggangan atau mata jaring dalam keadaan tertarik/terbuka.

Nilai ”Hang In Ratio” dalam membuat kantong jaring terapung adalah 30%. Adapun perhitungan yang digunakan untuk memotong jaring ada dua cara, yaitu : (1) menggunakan rumus tertentu dan (2) melakukan perhitungan cara di lapangan. Rumus berdasarkan ”Hang In Ratio” adalah sebagai berikut :
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjWdLFwNKWqc7lVjmYbG_BdC8w3Bix9Y0-a6rT3_vATi35INTeUZfKlVaJgPceUdcNwqgZkYlalQtYcTq3TdAM28IBSos_mACNvICkNKvAqjOs0vc5REzBaUJI8ZwHeypnHAwckY40OkcE/s1600/rumus.jpg
Keterangan :
S : Hang In Ratio
L : Panjang jaring sebelum Hang In atau dalam keadaan tertarik
i : Panjang tali ris
D : dalam kantong jaring (jumlah mata jaring dikalikan ukuran mata jaring dalam keadaan tertarik)
d : dalam kantong jaring sesudah Hang In

Langkah selanjutnya yang harus dilakukan adalah memindahkan pola yang telah dibuat langsung kejaring. Jaring tersebut dibentangkan dan dibuat pola seperti Gambar 2.35.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiYCwXUcKNf6PuFG3-YlqFnC0xjQjNvuLPRJswUBi3-tCCpYpNzpFqlf89N8oRXjpeXCF84PjcEWJDjFp4vJzuWEpAdXEjr4SRXBy2aL0ouhyphenhyphenMTF1RAH5D7fBiQ-ZhVZgKE9CYMaJrYI1g/s320/Pola+jaring+keramba+jaring+apung.jpg
Gambar 2.35. Pola jaring keramba jaring apung

Sebagai acuan untuk melakukan pemotongan jaring yang akan dipergunakan untuk membuat kantong jaring terapung dapat dilihat pada Tabel 2.4.

Tabel 2.4. Perhitungan jumlah mata jaring yang harus dipotong dalam berbagai ukuran kantong jaring dan mata jaring.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjQ1be1hULrZlnERqQw3nM2ieBawtS-nw3hH6Lf-tmsheqLUxGdeyzh_gr3IwtvmyeHByApMWb8ncZjEvilUrz6upADz7gqBTwJw-Rc3fortXLwXRqKDDeSR5eI_0w7XBPdT88hl0n0G-E/s400/Perhitungan+jumlah+mata+jaring+yang+harus+dipotong+dalam+berbagai+ukuran+kantong+jaring+dan+mata+jaring.jpg

f. Pemberat keramba jaring apung
Pemberat yang digunakan biasanya terbuat dari batu yang di bungkus dengan jaring yang masing-masing beratnya antara 2–5 kg. Fungsi pemberat ini agar jaring tetap simetris dan pemberat ini diletakkan pada setiap sudut kantong jaring terapung.

g. Tali / tambang keramba jaring apung
Tali / tambang yang digunakan biasanya disesuaikan dengan kondisi perairan pada perairan tawar adalah tali plastik yang mempunyai diameter 5–10 mm, sedangkan pada perairan laut tali / tambang yang digunakan terbuat dari nilon atau tambang yang kuat terhadap salinitas.Tali/tambang ini dipergunakan sebagai penahan jaring pada bagian atas dan bawah. Tali tambang ini mempunyai istilah lain yang disebut dengan tali ris.

2.2 Biologi Ikan Nila
Ikan nila (Tilapia niloticus) merupakan ikan air tawar yang termasuk ke dalam famili Cichlidae dan merupakan ikan asal Afrika (Boyd, 2004). Ikan ini merupakan jenis ikan yang diintroduksi dari Afrika . Di Indonesia benih ikan nila secara resmi didatangkan dari Taiwan oleh Balai Penelitian Perikanan Air Tawar tahun 1969. Jenis ini merupakan ikan konsumsi air tawar yang banyak dibudidayakan setelah ikan mas (Cyprinus carpio, L) dan telah dibudidayakan di lebih dari 85 negara (Dinas Perikanan dan Kelautan Daerah, 2001).

Ikan ini merupakan spesies ikan yang berukuran besar antara 200-400 gram, memiliki sifat omnivora sehingga bisa mengkonsumsi makanan berupa hewan dan tumbuhan (Amri & Khairuman,2003). Nila dapat tumbuh dan berkembang dengan baik pada lingkungan perairan dengan kadar Dissolved Oxygen (DO) antara 2,0-2,5 mg/L. Secara umum nilai pH air pada budidaya ikan nila antara 5 sampai 10 tetapi nilai pH optimum adalah berkisar 6-9 (Popma, 1999). Ikan memiliki toleransi yang luas terhadap salinitas sehingga ikan nila dapat hidup dan berkembang biak pada perairan payau dengan salinitas antara 0-25 permil. (Setyo, 2006). Suhu optimal bagi pertumbuhan ikan nila adalah antara 22-29˚C (Mjoun et al, 2010).  Uumnya budidaya ikan nila dapat dilakukan pada kolam, sungai, dan juga danau dengan keramba jaring apung yang airnya bersih (Rochdianto, 2009).

2.3 Biologi Ikan Mas
Saanin (1968) mengklasifikasikan ikan mas kedalam filum Chordata, kelas Pisces, Sub kelas Teleostei, Sub Ordo Cyprinide, Famili Cyprinidae, Genus Cyprinus dan Spesies Cyprinus carpio, L. Ikan mas mempunyai satu sirip punggung, dengan sebuah jari-jari keras yang tak sejajar dengan sirip perut memanjang kebelakang dan berakhir sejajar dengan bagian sirip anus. Tubuh berbentuk pipih memanjang, lipatan mulut dan bibir tipis, memiliki satu atau dua pasang kumis. Warna tubuh bervariasi dari kecoklatan sampai keemasan (Fernandez, 1985).

Ikan mas merupakan ikan yang paling banyak dipelihara orang, karena ikan ini mudah untuk dipijahkan, dapat memanfaatkan bermacam-macam makanan buatan, rumbuh cepat dan mempunyai kisaran toleransi yang luas terhadap suhu dan kadar oksigen terlarut. Menurut Huet (1971) ikan mas tumbuh normal pada suhu 18 - 30 ° C dan pH 7 - 8. Ikan mas mempunyai keistimewaan mampu beradaptasi terhadap fluktuasi lingkungan relatif tinggi seperti perubahan suhu sampai dengan 5 ° C, dimana suhu optimal bagi ikan mas berkisar 24 - 27 ° C, penurunan oksigen sampai 2 ppm, pH 6.5 – 9 dan ikan akan mengalami kematian pada pH kurang dari 4 (Khairuman, dkk, 2003). Serupa dengan ikan nila, selain dibudidayakan di Kolam tanah, waduk, sungai, ikan mas juga dibudidayakan di Karamba Jaring Apung (Huet, 1971).

2.4 Budidaya Ikan dan Polikultur di Keramba Jaring Apung
Kegiatan budidaya merupakan kegiatan perikanan yang bersifat dapat memilih tempat yang sesuai dan memilih metode yang tepat serta komoditas yang diperlukan (referensi).     Budidaya ikan menggunakan sistem keramba jaring apung memiliki banyak keunggulan, diantaranya adalah efisien secara teknis maupun secara ekonomis. Keramba jaring apung sangat memungkinkan untuk diterapkan pada lahan yang sempit. Dengan menerapkan teknologi keramba jaring apung, diharapkan bisa meningkatkan intensitas produksi ikan dan menurunkan tingkat kegagalan panen.

KJA menggunakan sistem double layer (jaring ganda) artinya pada satu luasan kolam terdapat 2 atau lebih jaring untuk jenis ikan yang berbeda tetapi  saling mendukung. dalam hal ini kami menggunakan ikan mas sebagai produk utama yang di kembankan di jaring bagian atas, sedangkan jaring kolor (jaring bagian bawah) di pelihara ikan nila.

pemilihan ikan nila sebagai produk sekunder adalah karena tidak memerlukan pakan khusus, ikan nila bisa mencapai pertumbuhan cukup baik dengan hanya memakan sisa – sisa pakan yang tidak termanfaatkan/ tidak terkonsumsi dari ikan ikan mas yang ada di atasnya, selain itu ikan nila dapat memakan lumut lumut yang ada di jaring, dua keuntungan sekaligus yaitu membersihkan jaring dan meningkatkan hasil.

Menurut Afrianto dan Liviawaty (2003) sistem polikultur yaitu pada satu kolam dipelihara berbagai jenis ikan yang membutuhkan jenis makanan yang berbeda sehingga setiap jenis ikan tidak akan bersaing dalam mencari makanan. Untuk meningkatkan produktifitas kolam banyak petani ikan menerapkan sistem polikultur ini. Usaha budidaya ikan secara polikultur membutuhkan teknik dan manajemen tertentu. Untuk mendapatkan hasil panen yang baik kita perlu memperhatikan tahapan-tahapan dalam budidaya ikan. Tahapan-tahapan tersebut dimulai dari tahap persiapan, tahap penebaran, tahap pemeliharaan, dan tahap pemanenan.

Persiapan Media Budidaya (Jaring Apung)
Proses pembuatan KJA merupakan tahapan awal dari proses budidaya yang penempatannya telah memenuhi kriteria kelayakan sebagai lokasi budidaya. Susunan utama bangunan KJA pelampung rakit, Unit KJA yang akan digunakan pada penelitian ini berupa 1 Unit KJA Konvensional dengan Ukuran 4 x 4 x 2 Meter dan 1 Unit KJA Double Layer (Ukuran Jaring mayor sebesar 4 x 4 x 2 meter dan Ukuran jaring minor sebesar 2 x 3 x 1 meter).


Pengadaan Benih Ikan Nila dan Ikan Mas
Benih ikan nila dan benih ikan mas yang akan didibudidayakan adalah benih yang unggul yang sebelumnya telah diseleksi terlebih dahulu. Setelah dilakukan seleksi, kemudian dilanjutkan dengan penebaran benih. Penebaran benih akan dilakukan pada pagi atau sore hari saat kondisi perairan tidak terlalu panas agar ikan tidak stres. Sebelum benih ditebarkan perlu dilakukan aklimatisasi (Zakwan,2011).

Pemeliharaan Benih
Kegiatan pemeliharan benih akan dilakukan sampai ikan mencapai ukuran siap panen. Sampling akan dilakukan sebagai sampel untuk untuk ditimbang sehingga dapat menentukan bobot biomassa ikan sehingga proses pemberian pakan sesuai dengan kebutuhan ikan yang dipelihara. Selama proses pemeliharaan, kesehatan ikan akan selalu diamati. 

Pemberian Pakan
Pakan yang diberikan berupa pakan buatan berupa pellet. Pada periode bulan pertama pemeliharaan, pakan diberikan sebanyak 4% dari berat total ikan yang dipelihara setiap hari. Pada periode bulan kedua jumlah pellet dikurangi menjadi 3,5% dan bulan ketiga pemeliharaan maka setiap harinya pakan yang diberikan adalah 3% dari berat total ikan. Pakan diberikan dengan frekuensi tiga kali sehari, yaitu pada pagi, siang dan sore hari. Pemberian pakan dilakukan sedikit demi sedikit sesuai dengan nafsu makan ikan (Zakwan, 2011).

Pemanenan
Pemanenan ikan dilakukan apabila masa pemeliharaan sudah mencapai 4 bulan, dilakukan dengan cara mempersempit ruang gerak ikan di dalam kantong keramba. Hal ini dilakukan dengan cara salah satu sisi kantong jaring dengan sisi lainnya dirapatkan. Ikan-ikan yang sudah terkumpul diambil menggunakan serok dan dimasukkan ke dalam wadah pemanenan.


2.5 Desain Keramba
https://encrypted-tbn2.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcQIRrSb5B5zUEYa4pDRktFA0RTzMBJGQBlas1KNSWbCo1RpR_uB
Gambar. Pola tampak atas keramba
Gambar. System keramba double layer







2. 6 Rencana Analisa Usaha
Biaya yang di butuhkan untuk membuat satu unit (4 petak) KJA
no
Uraian
sat
vol
harga satuan
total harga






A. Biaya Sarana Produksi




1
Pembuatan kolam
petak
4
4,500,000
18,000,000
2
alat perikanan dan perkolaman
unit
1
3,000,000
3,000,000

sub jumlah
21,000,000






B. Biaya Modal Kerja




1
Benih ikan mas (3 bulan)
Kg
200
19,000
3,800,000
2
Benih Ikan Nila (6 bulan)
Kg
200
18,000
3,600,000
3
Pakan (3bulan)
Kg
2,000
5,200
10,400,000
4
Tenaga Kerja
Orang
1
500,000
500,000

sub jumlah
23,300,000






C. Biaya Lain-lain




1
Atk dan Admnistrasi

1
500,000
500,000





-

sub jumlah
500,000







total jumlah (A+B+C)
44,800,000








Analisa kelayakan usaha
a. Investasi


1
Sarana Produksi



Pembuatan Kolam
18,000,000


alat perikanan dan perkolaman
3,000,000


jumlah
21,000,000

2
Modal Kerja (12 bulan)



Benih ikan mas
15,200,000


Benih Ikan Nila
7,200,000


Pakan
124,800,000


Tenaga Kerja
6,000,000


jumlah
173,200,000


jumlah investasi (1+2)
194,200,000




b. Biaya Tetap



penyusutan alat perikanan dan perkolaman



2 /12 X 3.000.000
500,000


penyusutan perkolaman



3 / 12 X 18.000.000
2,250,000


jumlah
2,750,000




c.Total Biaya Produksi



= Modal Kerja + Biaya Tetap
175,950,000




d. Penerimaan atau Penjualan



@ 1200kg ikan mas/kolam



harga ikan mas 12.000/kg
230,400,000


@ 700kg ikan nila/kolam



harga ikan nila 8000/kg
11,200,000



253,600,000
e. Analisa Biaya Manfaat


1
Keuntungan
77,650,000

2
Arus Uang Tunai
80,400,000

3
Pay Back Periode
5

4
Analisa R / C
1.44

























DAFTAR PUSTAKA


Asmawi, S. 1983. Pemeliharaan Ikan Dalam Keramba. Gramedia. Jakarta. 82 hal
Borg, W.R. & Gall, M.D. (1983). Educational research: An introduction. Fourth Edition. New York: Longman.
Cook, T.D. & Campbell, D.T. (1979). Quasi-Experimentation: Design and analysis issues for field settings. Chicago: Rand Mcnally College Publishing Company.
Depertemen Pertanian, 1992. Teknik Budidaya Ikan. Departemen Pertanian.Jakarta.
Effendie, M. I. 1979. Metode Biologi Perikanan. Yayasan Dwi Sri Bogor.
Fernades, H.J.X. (1984). Evaluation of educational programs. Jakarta: National
Ferraris. R. P.. F.D.P. Estepa. J.M. Ladja and E.G. De Jesus. 1986. Effect of salinity on the osmotic. chloride. total protein and calcium concentration in the hemolymph of the prawn. Penaeus monodon Fabricius. Comp. Biochem. Physiol., 83A (4) : 701-708.
Rochdianto, A. 2007. Kiat Budidaya Ikan Mas di Lahan Kritis. Penebar Swadaya. Jakarta. 72-80 hal
Saputra, H. 1988. Membuat dan Membudidayakan Ikan dalam Kantong Jaring Apung. Simplek. Jakarta. 71 hal

Tidak ada komentar: