Minggu, 10 Mei 2015

TEKNIK PEMBENIHAN IKAN PATIN SIAM (Pangasius hypopthalmus)




TEKNIK PEMBENIHAN IKAN PATIN SIAM (Pangasius  hypopthalmus)
(Makalah Teknologi Pembenihan Ikan)









Oleh:
Widi Indra Kesuma
1114111058






JURUSAN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2013



I. PENDAHULUAN


1.1  Latar Belakang
Ikan merupakan sumber daya perairan yang dapat diproduksi dalam waktu yang relatif singkat dibandingkan dengan sumber daya pertanian dan perternakan. Perikanan merupakan suatu upaya manusia untuk menggali sumber daya hayati perairan yang digunakan bagi kepentingan manusia dalam memenuhi kebutuhan hidup. Sumber daya perikanan merupakan salah satu sektor yang memegang peranan penting didalam pemenuhan protein hewani.
Ikan patin (Pangasius hypopthalmus) merupakan salah satu komoditas perikanan yang mempunyai nilai ekonomis tinggi, baik pada tahap pembenihan maupun pembesaran. Ikan ini memiliki kandungan protein yang cukup tinggi kadar kolesterol yang relatif rendah serta memiliki kandungan kalori sehingga ikan ini baik untuk dikonsumsi ( Khairuman, 2002). Sebab dengan hal tersebut penulis melakukan praktek magang di BBPBAT Sukabumi, Jawa Barat tentang cara pemijahan ikan patin sehingga ilmu yang didapatkan nantinya dapat diterapkan kepada masyarakat.
Dalam pembangunan usaha budidaya perikanan, maka penyediaan benih yang bermutu tinggi dalam jumlah yang cukup dan harga yang terjangkau oleh petani ikan sangat diperlukan, oleh karena itu tujuan mendirikan balai benih ikan dalam skala kecil tidak saja dapat dilakukan oleh pemerintah tapi juga pihak swasta (Dahril dalam Sarwisman, 2002).

1.2. Tujuan dan Manfaat
Tujuan dari makalah  ini adalah untuk mengetahui tehnik pembenihan Ikan Patin (Pangasius pangasius) .
Manfaat dari makalah ini diharapkan dapat menambah pengetahuan, pengalaman dan keterampilan, sehinggah ilmu yang diperoleh bisa dijadikan bekal ke masyarakat dalam menghadapi dunia kerja.
































II. PEMBAHASAN


2.1. Biologi dan Ekologi Ikan Patin (Pangasius hypopthalmus)
Ikan patin merupakan salah satu dari 14 spesies pangasiid yang sudah cukup lama di Indonesia. Pangasius hypopthalmus merupakan introduksi dari Thailand dan menjadi salah satu ikan populer yang dibudidayakan di Indonesia (Slembrouck, J. et all., 2003).
Menurut Susanto dan Amri (2002), klasifikasi ikan patin adalah sebagai berikut:
Ordo           : Ostariophysi
Subordo     : Siluroide
Famili         : Pangasidae
Genus         : Pangasius
Spesies       : Pangasius  hypopthalmus
Djariah (2001) mengatakan, ikan patin memiliki warna tubuh putih keperak - perakan dan punggung kebiru - biruan, bentuk tubuh memanjang, kepala relatif kecil, pada ujung kepala terdapat mulut yang dilengkapi dua pasang sungut yang  pendek. Susanto dan Amri (2002) menambahkan, pada sirip punggung memiliki sebuah jari-jari keras yang berubah menjadi patil yang bergerigi dan besar di sebelah belakangnya. Sirip ekor membentuk cagak dan bentuknya simetris. Ikan patin tidak mempunyai sisik, sirip dubur relatif  panjang yang terletak di atas lubang dubur terdiri dari 30-33 jari-jari lunak sedangkan sirip perutnya memiliki enam jari-jari lunak. Memiliki sirip dada 12-13 jari-jari lunak dan sebuah jari - jari keras yang berubah menjadi senjata yang dikenal dengan patil, di bagian permukaan punggung ikan patin terdapat sirip lemak yang berukuran kecil.
2.2. Pembenihan
2.2.1. Seleksi Induk
Seleksi ini dilakukan terhadap stok induk yang ada dengan tujuan untuk mendapatkan induk yang mempunyai produktivitas tinggi dengan ciri morfologi yang dikehendaki dan dapat diturunkan (Sutisna dan Sutarmanto, 2003). Selain itu seleksi juga untuk mendapatkan induk yang telah matang gonad dan siap untuk dipijahkan.
Ketelitian saat seleksi induk merupakan penentu keberhasilan dari kegiatan pemijahan karena induk yang berkualitas akan menghasilkan telur dan larva yang berkualitas pula. Sebaliknya, induk yang kurang berkualitas akan menghasilkan telur dan larva yang lemah yang berakibat pada kelangsungan hidup yang rendah (Rustidja, 2004).
Induk jantan dan betina
Kolam induk atau perawatan induk pada umumnya adalah kolam tanah dan dapat pula menggunakan kolam dengan pematang tembok. Kolam ini terdiri dari 2-4 unit atau 1 unit kolam yang dapat disekat dengan jaring pembatas menjadi 2-4 bagian dengan luasan masing-masing 100-250 m2 (Foto 4.1). Induk patin jantan
dan betina dapat dipelihara dalam kolam secara bersamaan atau secara terpisah atau kolam yang sama yang diberi sekat secara terpisah, dengan padat penebaran
sekitar 2-4 ekor/m2. Pemberian sekat pemisah bukan hanya untuk memisahkan pemeliharaan induk patin jantan dan betina, tetapi untuk mengurangi stress induk pada saat seleksi di kolam induk; pemeliharaan calon induk dengan induk (indukan yang sudah dipijahkan dan indukan yang belum dipijahkan), karena induk jantan dan betina digunakan hanya sekitar 3-4 kali pemijahan dan setelah
itu dikategorikan sebagai induk afkir.
Model Kolam Pemeliharan Induk
Wadah isolasi/pemberokan induk yang telah diseleksi serta pemeliharan induk betina yang sudah dilakukan penyuntikan merupakan kolam induk yang di sekat dengan hapa (ukuran 3m x 2 m x 1 m atau disesuaikan) dan/atau bak dari kontruksi kayu yang dilapisi plastik (Foto 4.3). Jumlah wadah isolasi/pemberokan
induk 2-3 unit untuk memisahkan indukan jantan dan betina.
Model Kolam/Bak Pengolahan Air
Model Wadah Pemberokan Induk


Pengelolaan induk
Pengelolaan induk merupakan tahap awal untuk menghasilkan benih yang berkualitas baik sehingga menentukan keberhasilan kegiatan pembenihan ikan. Mutu induk yang baik ditunjang dengan pengelolaan yang tepat diharapkan dapat
menghasilkan benih dengan kualitas yang baik dan jumlah yang mencukupi. Kriteria induk yang akan digunakan, antara lain berdasarkan bentuk fisik, ukuran berat, umur, dan kesehatan. Induk betina yang layak dipijahkan telah berumur 3 tahun dan beratnya telah mencapai >3 kg/ekor. Sedangkan induk jantan yang siap dipijahkan telah berumur 2 tahun dan beratnya mencapai >2 kg/ekor. Induk yang akan dipijahkan harus sehat secara fisik, yaitu tidak terinfeksi oleh penyakit, parasit, dan luka akibat benturan, pukulan, goresan, sayatan, dan lain-lain.
Induk jantan dan betina dapat dipelihara bersama-sama pada satu kolam atau bisa terpisah dengan kepadatan 2-4 ekor/m2. Induk sebaiknya dibuat dalam beberapa kelompok dan dipelihara secara terpisah untuk dapat digunakan pada proses pemijahan secara bergantian. Kolam pemeliharaan induk dapat berupa kolam tanah atau tembok dan memiliki saluran pemasukan dan pengeluaran air. Manajemen induk adalah salah satu mata rantai lain yang amat penting dalam proses produksi benih ikan patin, selain menajemen air dan pemeliharaan larva serta benih. Jumlah indukan yang dipelihara disesuaikan dengan skala usaha, karena harus memperhitungkan kebutuhan jumlah dan luasan kolam indukan dan
biaya untuk pakan. Disamping itu, perlu dihindari terjadi lonjakan jumlah induk yang matang gonad dan siap dipijahkan harus dalam periode tertentu atau sebaliknya, sehingga menjadi kendala dalam kontinuitas produksi atau sarana yang tersedia tidak memadai baik jumlah dan kapasitasnya dalam produksi.

2.2.2. Pemijahan
Pemijahan adalah proses pertemuan antara ikan jantan dan betina untuk melakukan pembuahan telur oleh spermatozoa yang terjadi diluar tubuh atau secara eksternal. (Effendi, 1997) menyatakan bahwa pemijahan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan ikan dalam upaya mempertahankan kelangsungan hidup spesiesnya. Hal-hal yang perlu dilakukan pada proses pembenihan antara lain, pengadaan induk yang meliputi karantina dan perawatan induk. Hal itu bertujuan untuk memilih induk yang berkualitas baik. Biasanya induk-induk yang berasal dari alam memiliki kualitas yang kurang baik sehingga perlu dilakukan karantina dan perawatan untuk meningkatkan kualitas induk.
Pemijahan ikan patin biasanya dilakukan dengan teknik kawin suntik karena induk patin sulit terangsang untuk memijah bila dengan perlakuan secara alami. Teknik pemijahan induksi (induce breeding) dengan menyuntikkan larutan hipofisa dicampur dengan ovaprim. Biasanya, teknik ini diikuti dengan teknik pengurutan (stripping) agar telur tidak berceceran dan bisa ditetaskan di dalam akuarium (Heru, 2006).
Teknologi yang diterapkan dalam pembenihan patin yaitu pemijahan buatan dan treatment air. Pemijahan buatan dilakukan karena patin (siam, djambal, dan pasupati) dalam wadah budidaya sangat sulit untuk melakukan pemijahan secara
alami. Pemijahan buatan dilakukan dengan 2 metode yaitu sistem kering dan sistem basah dan di Kabupaten Kampar umumnya dilakukan dengan sistem basah
atau kombinasi sistem basah dengan sistem kering. Teknik metode pembuahan buatan yaitu:
a. Pembuahan sistem kering
Dalam sistem kering ini telur yang telah dikeluarkan dan ditampung dalam wadah, kemudian dicampur dengan sperma yang baru/langsung dikeluarkan dari induk jantan, kemudian dicampur dengan bulu ayam selama kurang lebih 1 menit. Kemudian untuk aktifasi ditambahkan air yang kaya oksigen sambil diaduk-aduk dengan bulu ayam. Selanjutnya dibilas dengan air segar beberapa kali, kemudian ditetaskan.
b. Pembuahan sistem basah
Pada sistem basah ini, sebelum telur dikeluarkan terlebih dahulu dikeluarkan
sperma dari induk jantan dan ditampung dalam wadah dan diencerkan dengan
larutan NaCl fisiologis (larutan infus NaCl). Larutan tersebut selain berfungsi
sebagai pengencer juga berfungsi sebagai pengawet. Spermatozoa dapat tahan
hidup dalam larutan tersebut selama 12 – 24 jam pada suhu 5 – 10 °C.

Proses pemijahan ikan patin
2.2.3. Penetasan
Fertilisasi Merupakan proses masuknya spermatozoa ke dalam telur ikan melalui lubang mikrofil yang terdapat pada chorion dan selanjutnya akan terjadi perubahan pada telur dalam proses pembuahan. Telur ikan dan sperma mempunyai zat kimia yang terbentuk dalam proses pembuahan. Zat tersebut adalah gamone. Gamone yang dikeluarkan sel telur disebut gynamone 1 dan gynamone 11 (Febriani dan Marlina , 2004). Setelah telur dibuahi sampai dengan menetas maka akan terjadi proses embriologi (masa pengeraman) yaitu mulai dari satu sel, dua sel, 4 sel, 8 sel, 16 sel, 32 sel, 64 sel, 128 sel sampai pra blastula – gastula – neurola – embrio – penetasan (Sutisna dan Sutarmanro , 2003).
Penetasan disebabkan oleh gerakan-gerakan larva akibat peningkatan suhu, intensitas cahaya dan pengurangan oksigen dalam cangkang (Sutisna dan Sutarmanto , 2003).

2.2.4. Pemeliharaan Larva
Pemeliharaan larva pasca penetasan telur dilakukan pada hapa penetasan telur yang dialiri air dan dilengkapi dengan aerasi yang tidak terlalu kencang agar larva tidak teraduk. Pemeliharaan larva dalam happa dilakukan selama 1 hari tanpa diberi pakan, karena larva pada saat itu masih memanfaatkan kuning telur yang ada dalam tubuh larva itu sendiri.
Larva ikan patin mulai membutuhkan makan dari luar setelah cadangan makanannya yang berupa yolk suck telah habis. Pada fase ini larva ikan patin bersifat kanibal (Slembrouck , et all , 2003). Larva yang berumur 2 hari diberi pakan berupa artemia sampai berumur 7 hari kemudian dilanjutkan dengan pemberian cacing sutera hingga berumur 14 hari (BBPBAT Sukabumi, 2003). Pada perkembangan larva membutuhkan lingkungan yang kaya oksigen. Fluktuasi suhu yang besar perlu dihindari selama stadia larva untuk mencegah terjadinya stress. Perubahan suhu yang besar dapat mematikan larva.
Secara morfologi, benih telah memiliki kelengkapan organ tubuh meskipun dalam ukuran yang sangat kecil dan berwarna agak putih. Benih yang dipelihara belu
Pakan merupakan salah sam terlihat alat kelaminnya, sehingga belum dapat dibedakan antara benih jantan dengan benih yang betina. Setelah larva berumur 3 hari selanjutnya benih ditebar pada bak pemeliharaan. Benih yang ditebar dalam kondisi sehat, hal ini dapat diketahui dari gerakannya yang lincah dan bersifat agresif  terhadap makanan
Model Bak Penetasan dan Pemeliharaan Larva

2.3. Pakan
Pakan merupakan faktor yang dapat menunjang dalam pertumbuhan ikan, baik ikan air tawar, ikan air payau maupun ikan air laut. Sedangkan pakan dibutuhkan oleh ikan sejak mulai hidup yaitu dari larva, dewasa sampai ukuran induk.
Penggunaan pakan dalam pemeliharaan larva berpengaruh secara dominan terhadap pertumbuhan ikan kerena pakan berfungsi sebagai pemasok energi untuk memacu pertumbuhan dan mempertahankan hidupnya (Huet, 1971 dalam Melianawati dan Suwirya, 2005).
Pakan yang diberikan berupa pakan buatan dengan kualitas yang baik dan kuantitas yang mencukupi. Pakan harus memiliki kandungan protein 30 - 35%. Pemberian pakan dilakukan setiap hari sebanyak 3% bobot biomas/hari dengan frekuensi pemberian pakan 2 - 3 kali/hari.

2.4. Kualitas Air
Air merupakan media hidup bagi ikan dimana di dalamnya mengandung berbagai bahan kimia lainnya, baik yang terlarut dan dalam bentuk partikel. Kualitas air bagi perikanan didefenisikan sebagai air yang sesuai untuk mendukung kehidupan dan pertumbuhan ikan, dan biasanya hanya ditentukan dari beberapa parameter. Unsur kualitas air yang paling berpengaruh terhadap kehidupan ikan antara lain suhu, oksigen terlarut (DO), keasaman (pH) dan kesadahan (Daelami, 2001).

2.5. Hama dan Penyakit
            Penyakit yang menyerang pada pemeliharaan induk Patin Siam (Pangasius hypopthalamus) antara lain MAS (Motil Aeromonas Septicemia) yang disebabkan oleh bakteri Aeromonas hydrophilla. Gejala yang timbul pada ikan yang terserang bakteri ini adalah terdapat bercak-bercak merah pada bagian permukaan tubuh, kurangnya nafsu makan dan gerakan kurang agresif. Penyakit ini timbul karena keadaan  lingkungan yang kurang baik, nutrisi yang kurang dan faktor genetik. Apabila kondisi induk terserang penyakit maka telur yang dihasilkan akan kurang baik (Sunarma, 2004).













DAFTAR PUSTAKA


Cahyono, B. 2000. Budidaya Ikan Air Tawar. Penerbit Kansius. Yogyakarta.
Daelami, D.A.S. 2001. Usaha Pembenihan Ikan Air Tawar. Penebar Swadaya (Anggota IKAPI). Jakarta. 166 hal.
Djariah, A.S. 2001. Budi Daya Ikan Patin. Kanisius. Yogyakarta. 87 hal.
Efendi. 1997. Metode Penelitian Survey. Jakarta : PT. Pustaka LP3S Indonesia
Effendi, H., 2003 Telah Kualitas Air. Bagi Pengelolaan Sumberdaya Lingkungan Peraiaran. Kanasius. Yogyakarta. 257 hal.
Fujaya, Y. 2004. Fisiologi Ikan. Dasar Pengembangan Teknik Perikanan. Rieka Cipta, Jakarta. 179 hal.
Hardjamulia, A.R. Djajadireja, S. Atmawinata dan D. Idris. 1985. Pembenihan Ikan Jambal Siam (Pangasius sutchi) dengan Suntikan Ekstrak Hipofisa Ikan Mas (Cyprinus carpio). Buletin Penelitian Perikanan I. (2) : 183 - 190
Heckling, C.F. 1971. Fish Cultur Feber and Faber. London 317 P.
Heru. 2006. Budidaya Ikan di Pekarangan. Penebar Swadaya. Jakarta
Khairuman. 2007. Budidaya Patin Super. Agro Media. Jakarta.
Melianawati, R. dan K. Suwirya. 2005. Pengaruh Dosis Pakan Terhadap Pertumbuhan Juvenil Kakap Merah (L. argentimaculatus). Buku Perikanan Budidaya Berkelanjutan. 135-142 p.
Miswanto. 2002. Pembenihan Ikan Mas (Cyprinus Carpo L). Laporan Magang Fakultas Perikanan UNRI. 59 hal (tidak diterbitkan).
Mudjiman, A. 2001. Makanan Ikan. cetakan ke-15. Jakarta: PT Penebar Swadaya.  190 hal.
Nurhasanah.1997.Petunjuk teknis pembenihan ikan patin indonesia Pangasius djambal. IRD dan Pusat Riset Perikanan Budidaya Badan Riset Kelautan dan Perikanan. Karya Pratama. Jakarta.
Rustidja. 2004. Pembenihan Ikan-Ikan Tropis, Fakultas Perikanan Universitas Brawijaya. Malang.
Sarwisman. 2002. Pembenihan Ikan Jambal Siam. Laporan Magang Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan UNRI. 52 hal (tidak diterbitkan).
Slembrouck, Stef . 2003. Explanation, Interperation and Critique in the Analysis Of Discourse. Critique of Anthropology, 21:33-57
Subandiyah, Yogyakarta: Faculty of Agriculture GMU, 1990 8 hal.
Sumandinata, K. 1983. Pengembangbiakan Ikan-Ikan Peliharaan di Indondesia. PT. Sastra Hudaya. Bogor.
Sunarma, A. 2004. Teknik Pembenihan Ikan Patin Siam (Pangasius hypopthalamus). BBPBAT. Sukabumi.
Susanto, H. dan Khairul Amri. 2002. Budidaya Ikan Patin. Penebar Swadaya. Jakarta.90 hal
                                . 2001. Budidaya Ikan Patin, Jakarta: Penebar Swadaya
Sutisna P.H. dan Sutarmanto. 2003. Pengembangbiakan Ikan-Ikan Pemeliharaan di Indonesia.
Umri, 2005. Pendederan Benih Ikan Jambal Siam (Pangasius pangasius) Dengan Sistem Resirkulasi Filter Sphon. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Riau. Pekanbaru.


Tidak ada komentar: