Minggu, 10 Mei 2015

PENGARUH PEMBERIAN HORMON METHYLTESTOSTERONE PADA LARVA IKAN GUPPY (Poecilia reticulata) TERHADAP PERUBAHAN JENIS KELAMIN



PENGARUH PEMBERIAN HORMON METHYLTESTOSTERONE
PADA LARVA IKAN GUPPY (Poecilia reticulata) TERHADAP PERUBAHAN JENIS KELAMIN
Gleni Hasan Huwoyon1, Rustidja2 & Rudhy Gustiano1 *)
1)Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar, Jl. Sempur No. 1, Bogor
2)Jurusan Budidaya Perikanan, Fakultas Perikanan,
Universitas Brawijaya, Malang
*)e-mail: rgustiano@yahoo.com


ABSTRAK

Huwoyon, G.H., Rustidja & R. Gustiano. 2008. Pengaruh pemberian hormone methyltestosterone pada larva Ikan Guppy (Poecilia reticulata) Terhadap Perubahan Jenis Kelamin. Zoo Indonesia 17(2): 49-54. Ikan hias jantan memiliki bentuk dan warna yang lebih menarik bila dibandingkan dengan ikan betina. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan persentase ikan jantan Guppy (Poecilia reticulata) de menggunakan hormon methyltestosterone pada stadia larva. Pengujian menggunakan kontrol (A = 0 ppm) dan empat perlakuan (B = 5 ppm, C = 10 ppm, D = 15 ppm & E = 20 ppm) dengan pengulangan sebanyak tiga kali. Hasil penelitian menunjukan bahwa perlakuan terbaik yang diperoleh untuk menghasilkan ikan jantan adalah pada dosis (0 ppm sebesar 58,41% (p<0,01). Perbedaan dosis hormone yang diberikan tidak memberikan perbedaan yang nyata terhadap kegagalan pembentukkan kelamin (intersex), sintasan dan laju pertumbuhan spesifik (p >0,05).
Kata kunci: hormon, methyltestosterone, perubahan kelamin, Poecilia reticulata, ikan Guppy.

ABSTRACT

Huwoyon, G.H., Rustidja & R. Gustiano. 2008. Effect of methyltestosterone hormone on sex reversal of Guppy (Poecillia reticulate) larvae fish. Zoo Indonesia 17(2): 49- 54. Male ornamental fish is more exotic than female one. The objective of study was to increase the percentage of male guppy fish (Poecillia reticulate) using methyltestosterone hormone at the larvae stage. Control (A = 0 ppm) and four different dosages of methyltestosterone hormone (B = 5 ppm, C = 10 ppm, D = 15 ppm & E = 20 ppm) were used as treatments with three replications. The results showed the best treatment to produce the highest percentage (58.41%) of male guppy fish was at 10 ppm dosage (p<0.01). However, the dosages hormone treatments given in this study were not significantly different on intersexes production, survival rate and specific growth rate (p>0.05).
Keywords: hormone, methyltestosterone, sex reversal, Poecilia reticulata, Guppy fish.



PENDAHULUAN
Berdasarkan data profil perikanan budidaya, perkembangan ekspor ikan hias di Indonesia cenderung meningkat dengan pertumbuhan rata-rata 64,8%per tahun dalam volume (Gustiano dkk. 2006). Di tingkat internasional, Indonesia baru dapat memenuhi pangsa pasar ikan hias sebesar 15 % dari permintaan dunia yang di dominasi oleh Singapura sebagai pengekspor terbesar. Diantara kelompok ikan hias air tawar, ikan Guppy (Poecillia reticulate) dan neon merupakan spesies yang mendominasi, yaitu sekitar 25% dari pasar dunia dengan nilai hampir 14% dari nilai total (Putro dkk. 2002). Pengembangan budidaya ikan Guppy di Singapura sudah menjadi industri yang menguntungkan sejak lama sebagaimana dilaporkan oleh Fernando & Phang (1985). Pada ikan hias, perbedaan penampilan karena pengaruh sex (sexual dimorphisms) sangat besar (Schroder 1976). Secara umum, ikan jantan memiliki bentuk dan warna yang lebih menarik. Salah satu cara untuk meningkatkan produksi ikan jantan adalah melalui pengubahan kelamin pada fase awal perkembangbiakan (Yamamoto 1969; Yamazaki 1983). Pengalihan kelamin dapat dilakukan menggunakan hormon sintetis Methyltestosterone (MT) pada fase dini sebelum gonad terbentuk menjadi jenis kelamin jantan atau betina (Hunter & Donaldson 1983; Pandian & Sheela 1995). Perkembangan teknologi pengalihan kelamin seperti ini di Indonesia telah dilaporkan oleh Zairin (2003). Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh pemberian hormon Methyltestosterone dengan dosis berbeda terhadap keberhasilan perubahan jenis kelamin (sex reversal) larva ikan Guppy (Poecilia reticulata).

MATERI & METODA

Induk ikan Guppy (jantan dan betina) yang sudah matang gonad dipijahkan untuk menghasilkan larva, yang akan digunakan dalam perlakuan sejak berumur 1 hari. Proses pembuatan hormon Methyltestosterone (Samco Production) dilakukan dengan membuat larutan hormon dosis 5 mg/ 1 liter air, yang dilarutkan dengan menggunakan alkohol 96% untuk menghasilkan larutan dosis 5 ppm. Perendaman larva dilakukan dalam kantung plastik yang telah diberi oksigen dengan padat tebar 50 ekor/ 50 ml, selama 6 jam, setelah itu larva dipelihara dalam bak-bak percobaan. Aktivitas pengamatan yang dilakukan adalah sintasan, laju pertumbuhan spesifik (LPS), pengamatan gonad ikan dan kualitas air. Identifikasi jenis kelamin dilakukan secara morfologi dan histologi. Identifikasi morfologi dilakukan secara langsung dengan mengamati sirip anal, sirip caudal, warna dan bentuk tubuh. Ikan Guppy jantan pada sirip analnya termodifikasi menjadi gonopodium (alat penyalur sperma), sirip ekornya memanjang, bentuk tubuhnya ramping serta warna pada tubuh dan siripnya sudah terbentuk. Sedangkan ikan betina sirip analnya tetap membentuk sirip, sirip ekornya pendek, bentuk tubuhnya besar (gemuk), warna siripnya cerah, sedangkan tubuhnya tidak berwarna. Identifikasi secara histologi dilakukan  dengan mengambil calon gonad yang berwarna putih kekuningan, diletakkan diatas obyect glass, ditetesi pewarna asetokarmin sebanyak satu tetes dan ditutup menggunakan cover glass. Calon gonad yang telah diwarnai kemudian diamati menggunakan mikroskop dengan pembesaran 1000 kali. Contoh yang digunakan dalam pembuatan preparat sebanyak 10 individu untuk setiap perlakuan. Rancangan penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan kontrol (A= 0 ppm) dan empat perlakuan (B= 5 ppm, C= 10 ppm, D= 15 ppm & E= 20 ppm), pengulangan sebanyak tiga kali sebagai kelompok. Untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap respon parameter yang diukur, digunakan analisa sidik ragam. Jika hasilnya berbeda nyata maka dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) untuk menentukan perlakuan yang memberikan respon terbaik. Untuk mengetahui bentuk hubungan antara perlakuan dengan parameter uji digunakan polynomial orthogonal (Sokal & Rohfl 1981).

HASIL & PEMBAHASAN

Hasil perlakuan hubungan antara pemberian hormon methyltestosterone (dosis 0–20 ppm) dengan persentase jantan, betina, intersex, sintasan dan laju pertumbuhan spesifik larva ikan Guppy disajikan pada Tabel 1. Perhitungan data Tabel 1 menunjukan bahwa perbedaan dosis hormon tidak memberikan pengaruh yang nyata (p>0,05) terhadap persentase perubahan jantan, dan intersex. Pengamatan preparasi histologi yang dilakukan, diperoleh tiga jenis calon gonad ikan uji, yaitu calon gonad jantan (Gambar 1), calon gonad betina (Gambar 2) dan calon gonad intersex (Gambar 3). Pengamatan terhadap sintasan dan laju pertumbuhan spesifik memperlihatkan tidak ada perbedaan yang nyata (p>0,05) antar perlakuan dosis hormon yang diberikan (Tabel 1).

Tabel 1. Hubungan antara pemberian hormon Methyltestosterone terhadap persentase jantan, intersex, sintasan dan Laju Pertumbuhan Spesifik (LPS) pada larva ikan Guppy.

Perlakuan

Ulangan
Jantan (%)
Intersex (%)
Sintasan (%)
LPS (%)
Kontrol
(A)
1
40,0
0,0
100
5,2
2
32,0
0,0
100
5,1
3
38,0
0,0
100
5,2
Rataan ± SE
36,7 ± 3,40
0,0
100
5,2 ± 0,05
5 ppm
(B)
1
58,0
8,0
100
4,7
2
54,0
2,0
100
5,8
3
56,0
2,0
100
6,1
Rataan ± SE
56,0 ± 1,63
4,0 ± 2,83
100
5,5 ± 0,60
10 ppm
(C)
1
61,2
2,0
98
5,6
2
58,0
6,0
100
5,6
3
56,0
4,0
100
5,8
Rataan ± SE
58,4 ± 2,15
4,0 ± 1,63
99,3 ± 0,94
5,7 ± 0,12
15 ppm
(D)
1
59,2
6,1
98
6,0
2
54,0
2,0
100
5,8
3
52,0
2,0
100
5,4
Rataan ± SE
55,1 ± 3,03
3,4 ± 1,93
99,3 ± 0,94
5,7 ± 0,25
20 ppm
(E)
1
58,0
0,0
100
5,6
2
52,0
2,0
100
6,2
3
54,0
4,0
100
5,6
Rataan ± SE
54,7 ± 2,49
2,0 ± 1,63
100
5,8 ± 0,82

Gambar 1. Preparat histologi calon gonad ikan jantan.

Gambar 2. Preparat histologi calon gonad ikan betina.

Gambar 3. Preparat histologi calon gonad ikan intersex

Pengamatan morfologi dan histology memperlihatkan dosis perlakuan terbaik adalah C (10 ppm) sebesar
58,41%. Meskipun hasil penelitian ini masih dibawah 90%, tetapi telah menunjukkan perbedaan secara nyata (p<0,01) bila dibandingkan dengan kontrol. Secara kuantitatif, peningkatan ikan jantan pada perlakuan terresponsif adalah 1,6 kali dibanding kontrol. Beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan perubahan jenis kelamin adalah jenis ikan dan dosis hormone yang digunakan, lama perlakuan, waktu dimulainya perlakuan dan suhu air (Hunter & Donaldson 1983; S t r u s s m a n n et al. 2005).

Pada ikan terdapat dua kelompok cara reproduksi, kelompok pertama mengeluarkan telur (ovipar) dan
kelompok yang kedua menghasilkan anak (ovovivipar; Hoar 1969). Ikan Guppy termasuk ke dalam Kelompok ovovivipar. Nampaknya pola reproduksi pada ikan Guppy sangat mempengaruhi keberhasilan pengalihan kelamin yang dilakukan. Pada jenis ikan ovipar pemberian hormon methyltestosteron melalui pakan atau secara perendaman pada fase larva sangat efektif untuk meningkatkan perolehan persentase ikan jantan hingga mencapai 100% (Yamazaki 1983; Hunter & Donaldson 1983; Pandian & Sheela 1995;

Strussmann et al. 2005). Takahashi (1975) dan Zairin dkk. (2005) melaporkan bahwa pemberian hormone methyltestosteron pada induk ikan Guppy yang akan melahirkan dapatmenghasilkan anak jantan sebesar 100%. Dibandingkan dengan jumlah persentase ikan jantan yang diperoleh pada penelitian ini (58,41%), kemungkinan pembentukkan kelamin jantan dan betina pada ikan Guppy sebagian besar telah terjadi sebelum dilahirkan. Berdasarkan data sintasan dan laju kelangsungan hidup, pemberian perbedaan hormon tidak mempengaruhi sintasan dan laju pertumbuhan spesifik. Hasil ini memberikan indikasi bahwa hormon yang diberikan tidak berbahaya bagi ikan uji dan tidak dipergunakan untuk pertumbuhan. Dengan demikian pengaruh pemberian hormone perlakuan terkonsentrasi pada pembentukkan kelamin jantan sebagaimana ditunjukkan dengan peningkatan jumlah persentase ikan jantan yang diperoleh.

KESIMPULAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian hormon methyl-testosterone pada dosis 0–20 ppm memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap persentase jantan dan betina pada dosis perlakuan terbaik 10 ppm sebesar 58,41%. Penggunaan hormone tersebut tidak membahayakan ikan uji
secara fisiologis yang tercermin dari tidak adanya perbedaan terhadap persentase intersex, kelulushidupan (SR) dan laju pertumbuhan sesaat (SGR) larva ikan.

DAFTAR PUSTAKA
Fernando, P & V.P.E. Phang. 1983. Culture of guppy in Singapore. Aquaculture 51:49-63.
Gustiano, R., Y. Suryanti & E. Kusrini. 2006. Perbaikan kualitas dan pengembangan ikan hias air tawar. Media Akuakultur 1: 59-63.
Hoar, D.J. 1969. Reproduction. In W.S. Hoar & D.J. Randall (edts) Fish Physiology Vol. III: Reproduction, Growth, Bioluminescence, Pigments and Poisons. Academic Press. New York. 1- 72.
Hunter, G. A & E. M Donaldson, 1983. Hormonal Sex Control and Its Application to Fish Culture. In: W.S. Hoar, D.J. Randall & E.M. Donaldson (edits) Fish physiology Vol. 9: Reproduction. Academic Press. New York. 223- 303.
Pandian, T. J & S. S. Sheela. 1995. Hormonal induction in fish. Aquaculture 138:1-22.
Putro, S., A. Purnomo, S. Muhdi, E. Setiabudi, Isjaturradhijah, D. Hertanto & U.S. Dahlia. 2002. Direktori Ikan Hias. Ditjen PK2P, Departemen Kelautan dan Perikanan.
Schroder, J.H. 1976. Genetics for Aquarists. T.F.H. Publication, New Jersey.
Sokal, R.R & F.J. Rohlf. 1981. Biometry: The Principles and Practice of Statistics in Biological Research.W.H. Freeman Co. New York.
Strussmann, C., A, M. Karube & L. A. Miranda. 2005. Methods of sex control in fishes and an overview of novel hypotheses concerning the mechanisms of sex differentiation. In: T.J Pandian, C.A Strussmann & M.P Marian (edits) Fishe Genetics and Aquaculture Biotechnology. 65- 79
Takahashi, H. 1975. Functional feminimization of female guppy (Poecilia reticulata) influenced by methyltestoterone before birth. Bulletin Japanese Society of Science Fisheries 41;499-526.
Yamamoto, T. 1969. Sex differentiation. (edits) Fish Physiology Vol. 3: Reproduction, Growth, Bioluminessence, Pigments, and Poisons. Academic Press, New York. 117-175.
Yamazaki, F. 1983. Sex control and manipulation in fish. Aquaculture 33: 329-354
Zairin, M. Jr. 2003. Endokrinologi dan Perannya Bagi Masa Depan Perikanan Indonesia. Orasi Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Zairin, M. Jr., A. Yunianti, R.R.S.P.S. Dewi & K. Sumantadinata. 2002. Pengaruh lama waktu perendamaninduk di dalam larutan hormon 17α methyltestoteron terhadap nisbah kelamin ikan gupi (Poecilia reticulata Peters). Jurnal Akuakultur Indonesia 1:47-54.

Tidak ada komentar: