Minggu, 10 Mei 2015

PENETASAN KISTA ARTEMIA



PENETASAN KISTA ARTEMIA
 (Laporan Praktikum Teknologi Budidaya Pakan Hidup)








Oleh
WIDI INDRA KESUMA
1114111058










JURUSAN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2013




I.         PENDAHULUAN


1.1    Latar Belakang
Pakan atau makanan merupakan salah satu komponen terpenting untuk kehidupan suatu organisme atau makhluk hidup, dimana pakan atau makanan tersebut merupakan salah satu penghasil energi untuk melakukan segala aktifitas, dalam hal ini terhadap kelangsungan hidup organisme akuatik, salah satunya yaitu ikan yang masih dalam tahap benih. Ukuran tubuh ikan yang masih benih, tentunya untuk pakannya sendiri, harus sangat memerlukan tekstur pakan yang sangat kecil dengan kata lain harus memerlukan pakan yang sesuai dengan bukaan mulut ikan, baik itu pakan buatan seperti pelet maupun pakan hidup atau alami seperti plankton dan organisme mikroskopis lainya.

Umumnya, khususnya dalam budidaya ikan, untuk pemberian pakannya sendiri dalam hal ini terhadap benih ikan yaitu dengan menggunakan pakan hidup, salah satu contohnya yaitu pakan Artemia. Artemia merupakan salah satu makanan hidup yang sampai saat ini paling banyak digunakan dalam usaha budidaya seperti udang dan ikan, khususnya dalam pengelolaan pembenihan, yang dikarenakan sangat banyak memiliki kelebihan dibanding dengan jenis pakan lainya baik dari mekanisme pengelolaanya  maupun tingkat kandungan nutrisinya seperti kaya akan protein.

Keunggulan Artemia tidak hanya pada nilai nutrisinya, tetapi juga karena mempunyai kerangka luar (eksoskeleton) yang sanga tipis, sehingga dapat dicerna seluruhnya oleh hewan pemangsa. Melihat keunggulan nutrisi Artemia dibandingkan dengan jenis makanan lainnya, maka Artemia merupakan makanan udang dan ikan yang sangat baik jika digunakan sebagai makanan hidup maupun sumber protein utama makanan buatan. Untuk itulah kultur massal Artemia memegang peranan sangat penting dan dapat dijadikan usaha industri tersendiri dalam kaitannya dengan suplai makanan hidup maupun bahan dasar utama makanan buatan.

Pada proses kultur Artemia,  kepadatan serta warna air menjadi indikator banyakanya cyst atau cangkang yang menetas. Oleh karena itu para pembudidaya harus benar – benar mengelolah dengan baik untuk hasil yang maksimal. Dalam proses penetasan tersebut, ada yang dikatakan proses dekapsulasi dan non dekapsulasi. Proses dekapsulasi yaitu merupakan proses dimana dalam mekanismenya menggunakan bahan kimia sedangkan non dekapsulasi tidak menggunakan hal tersebut. Kepadatan yang dihasilkan tentu pasti akan berbeda,  oleh karena itu perlu dilakukannya praktek mengenai penetasan Artemia dengan mengunakan dua perlakuan berbeda agar praktikan dapat mengetahui secara langsung tentang mekanisme serta hasilnya dalam hal ini kuantitas atau jumlah Artemia yang menetas.

1.2    Tujuan Praktikum
Tujuan praktikum ini adalah untuk mengetahui cara menetaskan kista artemia dengan benar.
















II.      TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Klasifikasi Artemia
Secara taksonomi, klasifikasi sistematika Artemia adalah sebagai berikut:
Filum               : Arthropoda
Sud Fillum      : Branchiata
Kelas               : Crustacea
Subclass          : Branchiopoda
Ordo                : Anostraca
Famili              : Artemiidae
Genus              : Artemia
Spesies            : Artemia sp.
Nama Artemia salina Linnaeus 1758 secara taksonomis sudah tidak dipakai lagi. Eksperimen persilangan antar Artemia dari berbagai populasi menunjukkan adanya isolasi reproduksi dari beberapa kelompok dalam populasi dan menyebabkan adanya pengakuan terhadap spesies sibling sehingga penamaan secara taksonomi harus diberikan. Diantara strain biseksual atau zygogenetik Artemia (populasi yang terdiri dari jantan dan betina) ada 6 jenis sibling yang diketahui sejauh ini, yakni:
Artemia salina                         : Lymington England
Artemia tunisiana                    : Eropa
Artemia fransiscana                : Amerika (Utara, Tengah dan Selatan)
Artemia urmiana                     : Iran
Artemia monica                       : Mono-Lake, CA-USA
(Harefa, 1996).



2.2 Morfologi Artemia
Artemia salina diperdagangkan dalam bentuk telur istirahat yang dinamakan kista. Kista ini berbentuk bulatan-bulatan kecil berwarna kelabu kecoklatan dengan diameter 200-300 µm. Kista berkualitas baik apabila di inkubasikan dalam air berkadar garam 5-70 permil akan menetas sekitar 18-24 jam. Artemia yang baru menetas disebut nauplius, berwarna orange, berbentuk bulat lonjong dengan panjang sekitar 400 mikron, lebar 170 mikron dan berat 0,002 mg. Nauplius berangsur-angsur mengalami per-kembangan dan perubahan morfologis dengan 15 kali pergantian kulit sehingga menjadi dewasa. Pada setiap pergantian kulit disebut instar. Artemia dewasa mempunyai ukuran panjang antara 8-10 mm, tubuhnya memanjang dan berbentuk daun robek. Bila keadaan memungkinkan dapat bereproduksi selama 6 bulan/1 tahun secara terus menenrus, setelah itu akan mati. Seekor Artemia betina dewasa dapat menghasilkan 50-200 kista/nauplii, (Gusrina. 2008).
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi_f8jzYvcm2NbHqXcMuZQTlvpmqZtmm3XmFjasS5lhpuG3EDTI6Y8tOFn0y-iiPEHCyqXdTvHqO8FvSOpvq9FkHkh8gtkHXdUeNRYUIwBXQrthhlWZlwqzKiz5YoPEMl9jLM_gsA54EoPz/s1600/Klasifikasi+Artemia.jpg


2.3 Siklus Hidup Artemia
Ada dua cara bagi artemia untuk dapat bereproduksi, yaitu secara seksual dan dioecian (reproduksivterjadi tanpa partisipasi dari spesies jantan dan sebagai perkembangan embrio dimulai segera setelah telur tiba di rahim). Jika kondisi memungkinkan, seluruh siklus pengembangan terjadi dalam rahim sebagai benih yang menetas. Jika kondisi hidup memburuk, lobster yang bertelur - kista, yang memiliki cangkang keras dan kemampuan luar biasa untuk bertahan hidup.

Siklus hidup Artemia dimulai oleh penetasan kista aktif yang terbungkus embrio yang metabolik aktif. Kista dapat tetap dorman selama bertahun-tahun asalkan mereka tetap kering. Bila kista ditempatkan kembali ke dalam air garam mereka kembali terhidrasi dan melanjutkan perkembangan mereka. Kista Artemia yang terbaik disimpan dalam wadah tertutup rapat di lingkungan yang sejuk dan kering, biasanya disimpan di dalam kulkas. Setelah 15 sampai 20 jam pada 25 oC (77 F) semburan kista dan embrio daun shell. Untuk beberapa jam pertama, embrio yang di bawah shell kista, masih tertutup dalam membran menetas. Hal ini disebut tahap Payung, selama tahap ini nauplius selesai pembangunan dan muncul sebagai nauplii berenang bebas. Pada tahap larva pertama, nauplii memiliki warna oranye kecoklatan karena cadangan kuning telur, artemia yang baru menetas tidak menyusui karena mulut mereka dan anus tidak sepenuhnya dikembangkan. Sekitar 12 jam setelah menetas mereka meranggas ke tahap larva kedua dan mereka mulai makan filter pada partikel dari berbagai mikroalga, bakteri, dan detritus. Para nauplii akan tumbuh dan kemajuan melalui 15 molts (pengupasan) sebelum mencapai dewasa dalam waktu sekitar 8 hari. Artemia dewasa meimiliki panjang rata-rata sekitar 8 mm, tetapi dapat mencapai panjang sampai dengan 20 mm di lingkungan yang tepat. Pada tahap dewasa terjadi peningkatan panjang 20 kali dan peningkatan 500 kali dalam biomassa dari tahap nauplli.

Pada salinitas rendah dan tingkat yang optimal makanan, artemia betina dibuahi biasanya menghasilkan nauplii berenang bebas hingga 75 nauplii per hari. Dalam kondisi yang super ideal, suatu Artemia dewasa bisa hidup selama tiga bulan dan menghasilkan hingga 300 nauplii atau kista setiap 4 hari. Kista produksi diinduksi oleh kondisi salinitas tinggi, dan kekurangan pangan kronis dengan fluktuasi oksigen yang tinggi antara siang dan malam.

2.4 Habitat Artemia
Populasi artemia ditemukan di sekitar 500 danau garam alami dan buatan manusia yang tersebar di seluruh Salterns, zona tropis iklim subtropis dan sedang, serta di sepanjang garis pantai dan juga daratan. Meskipun artemia berkembang sangat baik di air laut alami, mereka tidak dapat bermigrasi dari satu biotope garam yang lain melalui laut, karena mereka bergantung pada adaptasi fisiologis mereka untuk salinitas tinggi untuk menghindari predasi dan persaingan dengan pengumpan filter lainnya.

Artemia hidup secara planktonik diperairan laut yang kadar garamnya (salinitas) bekisar antara 15-30 permill dan suhunya berkisar antara 26-31oC serta nilai Ph-nya antara 7,3-8,4. Keistimewaan Artemia sebagai plankton adalah memiliki toleransi (kemampuan beradaptasi dan mempertahankan diri) pada kisaran kadar garam yang sangat luas. Pada kadar garam yang sangat tinggi di mana tidak ada satu pun organism lain mampu bertahan hidup, ternyata Artemia mampu mentolerirnya, (Kurniastuty dan Isnansetyo, 1995).

2.5 Kandungan gizi artemia
Kandungan nutrisi artemia terdiri dari protein, karbohidrat, lemak, air dan abu.
Protein merupakan kandungan terbesar dalam jasad renik ini dan merupakan kunci rahasia sehingga peranannya sebagai pakan sangat dibutuhkan. Kandungan protein inilah yang menyebabkan artemia digunakan sebagai pakan alami yang sulit digantikan dengan pakan yang lain. Menurut hasil penelitian Fakultas Peternakan IPB (1994), kandungan protein di dalam artemia dapat mencapai 58,58%.















III.   METODOLOGI


3.1         Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikum Teknologi Budidaya Pakan Hidup dilaksanakan pada tanggal 09-10 November 2013 pukul 15.30-15.30 WIB di Laboratorium Perikanan Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.

3.2         Alat dan Bahan
Adapun alat yang digunakan pada praktikum ini adalah botol sprite/coca cola yang dipotong bagian bawahnya, penyangga, lampu 25 watt, kabel, aerator, selang, dan batu aerasi, pipet tetes, cawan petri, refraktometer, dan alat tulis.

Adapun bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah air laut buatan dan kista artemia.

3.3         Prosedur Kerja
Cara kerja pada praktikum kali ini adalah:
1.    Buat wadah penetasan Artemia dengan menggunakan botol spri8te/coca-cola lalu potong bagian bawah botol.
2.    Buat penyangga botol dengan menggunakan kayu/triplek sehingga botol nantinya dapat berdiri dengan baik dengan posisi terbalik.
3.        Tutup wadah penetasan dengan menggunakan plastik hitam
4.    Atur wadah dan aerasi sebelum digunakan, pastikan wadah dan aerasi dapat berfungsi baik.
5.    Buatlah media penetasan dengan air bersalinitas 30 ppt dengan menggunakan air tawar sebanyak 1 liter dan garam sampai bersalinitas 30 ppt.
6.    Masukkan air laut buatan yang telah disiapkan ke dalam wadah penetasan
7.    Timbang kista Artemia yang akan ditetaskan sebanyak 3 gram/liter
8.    Lalu masukkan ke dalam wadah dan media penetasan yang telah disiapkan dengan aerasi kuat
9.        Amati dan catat perkembangan kista Artemia setiap 1 jam
10.    Hitung jumlah artemia tiap fase (kista, umbrella, nauply)
11.    Hitung derajat penetasan (HR) Artemia































IV.   HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1         Hasil


4.2         Pembahasan

Dari grafik dapat dilihat bahwa kista artemia menetas menjadi nauply pada senin pukul 11.00 WIB. Hal tersebut dapat dilihat dari HR yang pada jam sebelumnya masih 0% sudah meningkat menjadi sebesar 0,0077%, artinya pada saat itu artemia sudah berkembang ke fase nauply. Pertumbuhan penetasan kista artemia relatif konstan. Setelah 90 jam HR tertinggi adalah sebesar 9,569% = 10%.
Penetasan kista Artemia adalah suatu proses inkubasi kista Artemia di media penetasan (air laut ataupun air laut buatan) sampai menetas. Menurut Gusrina (2008) menyatakan bahwa proses penetasan terdiri dari beberapa tahapan yaitu proses penyerapan air, pemecahan dinding cyste oleh embrio, embrio terlihat jelas masih diselimuti membran, menetas dimana nauplius berenang bebas yang membutuhkan waktu sekitar 18-24 jam. Akan tetapi hal ini berbeda dengan hasil praktikum kami dimana cyste artemia mulai menetas sekitar 12 jam setelah penebaran cyste pada media.
Waktu penetasan cyste artemia dipengaruhi oleh faktor kualitas air, yaitu : kadar salinitas pada media penetasan, kepadatan cyste yang ditetaskan, intensitas cahaya dan aerasi.
Agar diperoleh hasil penetasan yang baik maka oksigen terlarut di dalam air harus lebih dari 5 ppm. Untuk mencapai nilai tersebut dapat dilakukan dengan pengaerasian yang kuat. Disamping untuk meningkatkan oksigen, pengaerasian juga berguna agar cyste yang sedang ditetaskan tidak mengendap. Suhu sangat mempengaruhi lamanya waktu penetasan dan suhu optimal untuk penetasan Artemia adalah 26-29º C. Pada suhu dibawah 25º C Artemia akan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk menetas dan pada suhu diatas 33º C dapat menyebabkan kematian cyste. Kadar salinitas optimal untuk penetasan adalah antara 5 – 35 ppt, namun untuk keperluan praktis biasanya digunakan air laut (kadar garam antara 25–35 ppt). Nilai pH air harus dipertahankan pada nilai 8 agar diperoleh penetasan yang optimal. Adapun iluminasi pada saat penetasan sebaiknya 2000 lux.
Hal lain yang menentukan derajat penetasan cyste adalah kepadatan cyste yang akan ditetaskan. Pada penetasan skala kecil (volume < 20l) kepadatan cyste dapat mencapai 5 g per liter air. Akan tetapi pada skala yang lebih besar agar diperoleh daya tetas yang baik maka kepadatan harus diturunkan menjadi 2 g per liter air. Artemia yang sudah menetas dapat diketahui secara sederhana yakni dengan melihat perubahan warna di media penetasan. Artemia yang belum menetas pada umumnya berwarna cokelat muda, akan tetapi setelah menetas warna media berubah menjadi oranye. Warna oranye belum menjamin Artemia sudah menetas sempurna, oleh karena itu untuk meyakinkan bahwa Artemia sudah menetas secara sempurna disamping melihat perubahan warna juga dengan mengambil contoh Artemia dengan menggunakan beaker glass. Jika seluruh nauplius Artemia sudah berenang bebas maka itu menunjukkan penetasan selesai. Akan tetapi jika masih banyak yang terbungkus membran, maka harus ditunggu 1-2 jam agar semua Artemia menetas secara sempurna.
Kista menetas menjadi Artemia stadia nauplius. Setelah menetas sempurna, secara visual dapat terlihat terjadinya perubahan warna dari coklat muda menjadi oranye. Hal yang penting yang perlu diperhatikan dalam pemanenan nauplius Artemia adalah jangan sampai tercampur antara Artemia dan cangkang. Hal ini perlu dihindari mengingat cangkang Artemia tersebut mengandung bahan organik yang dapat menjadi substrat perkembangbiakan bakteri. Setelah 18 jam dimasukan dalam bak penetasan maka pengecekan apakah Artemia dalam wadah penetasan sudah menetas atau belum. Pengecekan dilakukan dengan cara mematikan aerasi. Sesaat setelah aerasi dimatikan, jika secara kasat mata keseluruhan nauplius sudah berenang bebas maka pemanenan dapat dilakukan dan aerasi tetap dimatikan. Jika sebagian besar nauplius masih terbungkus membran dan belum berenang bebas maka aerasi dihidupkan kembali. Selanjutnya 1 atau 2 jam kemudian dilakukan pengecekan ulang. Langkah awal pemanenan Artemia yaitu dengan mematikan aerasi serta menutup bagian atas wadah dengan bahan yang tidak tembus cahaya. Hal ini dilakukan dengan tujuan memisahkan antara nauplius dan cangkang Artemia. Cangkang Artemia akan mengambang dan berkumpul di permukaan air. Nauplius Artemia akan berenang menuju ke arah cahaya. Karena bagian bawah wadah tranparan dan ditembus cahaya maka nauplius Artemia akan berkumpul di dasar wadah penetasan. Oleh karena itu pada saat pemanenan nauplius, sebaiknya bagian dasar wadah disinari lampu dari arah samping. Selain nauplius, didasar wadah juga akan terkumpul kista yang tidak menetas. Aerasi tetap dimatikan selama 10 menit. Setelah semua cangkang berkumpul di atas permukaan air dan terpisah dengan nauplius yang berada di dasar wadah maka pemanenan dapat dilakukan dengan cara membuka kran pada dasar wadah (jika ada) atau dengan cara menyipon dasar. Sebelum tutup dibuka atau disipon, ujing selang kecil dibungkus saringan yang berukuran 125 mikron dan dibawah saringan disimpan wadah agar nauplius Artemia tetap berada dalam media air. Pada saat pemanenan hindarilah terbawanya cangkang. Artemia yang tersaring kemudian dibilas dengan air laut bersih dan siap diberikan ke larva ikan atau udang. Selanjutnya air dan cangkang yang tersisa di wadah penetasan dibuang dan dibersihkan.
Dalam penetasan artemia, salinitas dan suhu berpengaruh pada terhadap penetasan artemia tersebut. Salinitas dan suhu yang sesuai untuk penetasan akan mempengaruhi penetasan kista artemia. Apabila suhu dan salinitas tidak sesuai maka kista artemia akan sulit untuk menetas. Kista artemia yang kering dapat bertahan pada suhu -2730C dan 1000C, tetapi untuk telur yang basah tidak demikian halnya. Temperatur optimal untuk penetasan kista dan pertumbuhan adalah 25 - 30°C. Sedangkan Artemia sp. menghendaki kadar salinitas antara 30 - 35 ppt, dan dapat hidup dalam air tawar salama 5 jam sebelum akhirnya mati.

Ada beberapa faktor yang memengaruhi keberhasilan dan kegagalan dalam penetasan artemia, diantaranya:
1)        Suhu
Artemia tidak dapat hidup pada suhu kurang dari 60C atau lebih dari 350C, akan tetapi hal ini jelas sangat bergantung pada individunya dan kebiasaan tempat hidup mereka. Misalnya saja Artemia yang hidup di tambak garam di Thailand, walaupun dia berasal dari Macau (Brazil), ternyata mereka dapat bertahan sampai beberapa minggu pada suhu 400C. Sedangkan Artemia dari Tuticorin (India) biasa hidup pada suhu antara 27-360C. Pertumbuhan Artemia yang baik suhu berkisar antara 25-300C. Berbeda dengan Artemia dewasa, telurnya yang kering lebih tahan terhadap suhu. Walaupun tidak pernah terjadi di alam, tetapi telah kita ketahui bahwa telur yang kering dapat bertahan pada suhu -2730C dan 1000C, tetapi untuk telur yang basah tidak demikian halnya (Mudjiman, 1989).

Artemia sp. dewasa toleran terhadap selang suhu -18 hingga 40°C. Sedangkan temperatur optimal untuk penetasan kista dan pertumbuhan adalah 25 - 30°C. Meskipun demikian hal ini akan ditentukan oleh strain masing-masing. Artemia sp.

2)        Salinitas
Salinitas merupakan konsentrasi total dari semua ion yang larut dalam air, dan dinyatakan dalam bagian perseribu (ppt) yang setara dengan gram per liter. Salinitas merupakan konsentrasi rata-rata seluruh garam yang terdapat di dalam air laut. Salinitas diduga berpengaruh terhadap perkembangan Artemia sp., makanya perlu dilakukan penelitian tentang hal tersebut yang menyakut dengan kandungan protein dan lemak Artemia sp.

Salah satu keunggulan jasad renik ini adalah kemampuannya dalam beradaptasi terhadap berbagai kondisi lingkungan, khususnya terhadap salinitas. Hewan ini mampu hidup pada rentang salinitas 5 -150 ppt. Beberapa jenis bahkan mampu hidup di perairan dengan salinitas sampai 350 ppt. Namun menurut Mudjiman (2004) menyarankan menggunakan salinitas 30 ppt saat penetasan untuk mendapatkan hasil yang optimum.
Artemia sp. memiliki keunggulan yaitu mudah dalam penanganan, karena dapat bertahan dalam bentuk kista untuk waktu yang lama. Selain itu, Artemia sp. juga beradaptasi dalam kisaran salinitas lingkungan yang lebar, makan dengan cara menyaring sehingga mempermudah dalam penyedian pakannya. Artemia sp. menghendaki kadar salinitas antara 30 - 35 ppt, dan Artemia sp. dapat hidup dalam air tawar salama 5 jam sebelum akhirnya mati.

3)        pH
pH sangat penting sebagai parameter kualitas air karena pH dapat mengontrol tipe dan laju kecepatan reaksi beberapa bahan di dalam air. Selain itu ikan dan mahluk-mahluk akuatik lainnya hidup pada selang pH tertentu, sehingga dengan diketahuinya nilai pH maka kita akan tahu apakah air tersebut sesuai atau tidak untuk menunjang kehidupan organisme yang kita budidayakan. Variable lain yang penting adalah pH dengan selang 8-9 merupakan selang yang paling baik, sedangkan pH di bawah 5 atau lebih tinggi dari 10 dapat membunuh Artemia sp.










V.      KESIMPULAN DAN SARAN

5.1         Kesimpulan
Kesimpulan dari praktikum ini adalah sebagai berikut:
1.      Proses perkembangan artemia terdiri dari kista, umbrella, dan naupli.
2.      Proses perkembangan kista artemia untuk menjadi naupli membutuhkan waktu yang lama sekitas 12-24 jam.
3.      Tidak semua kista artemia mampu menetas dan menjadi naupli, hal tersebut juga dipengaruhi oleh berbagai factor dari lingkungan.

5.2         Saran
Saran dari saya adalah agar sebaiknya pada saat praktikum benar-benar diperhatikan prosedur penetasan artemia agar tidak terjadi kesalahan dalam perhitungannya serta ada interaksi yang lebih baik antara praktikan dan asisten.


















DAFTAR PUSTAKA

Gusrina. 2008.  Budidaya Ikan Jilid 1, 2 dan 3 untuk SMK. Jakarta : Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional.
Harefa F, 1996. Permbudidayaan Artemia Untuk Pakan Udang Dan Ikan. Penebar Swadaya, Jakarta.
Kurniastuty dan Isnansetyo. 1995. Artemia Pakan Alami Berkualitas untuk Ikan dan Udang. Jakarta: Erlangga
Mudjiman, A. 1985. Makanan Ikan. Jakarta: PT. Penebar Swadaya.




































LAMPIRAN











Tabel Data Penetasan Kista Artemia
No.
Hari/Tanggal
Jam
Nama Pengamat
Kista (C)
Umbrella (U)
Nauply (N)
Total
HR (%)
1
Sabtu/ 08 November 2013
17:30:00 PM
Rizky Alfiany
90
0
0
90
0
2
18:30:00 PM
Rizky Alfiany
120
0
0
120
0
3
19:30:00 PM
Rizky Alfiany
130
0
0
130
0
4
20:30:00 PM
Rizky Alfiany
170
0
0
170
0
5
21:30:00 PM
Rizky Alfiany
158
0
0
158
0
6
22:30:00 PM
Rizky Alfiany
128
2
0
130
0
7
23:30:00 PM
Dimas Risky
142
3
0
145
0
8
Minggu/ 09 November 2013
0:30
Dimas Risky
120
1
0
121
0
9
1:30
Dimas Risky
170
5
0
175
0
10
2:30
Dimas Risky
130
9
0
139
0
11
3:30
Dimas Risky
128
12
0
140
0
12
4:30
Rizky Alfiany
173
16
0
189
0
13
5:30
Rizky Alfiany
140
21
0
161
0
14
6:30
Widi Indra
152
17
0
169
0
15
7:30
Widi Indra
203
15
0
218
0
16
8:30
Widi Indra
135
9
0
144
0
17
9:30
Widi Indra
169
12
0
181
0
18
10:30
Widi Indra
192
14
0
206
0
19
11:30
Widi Indra
183
13
0
196
0
20
12:30
Hafsha
195
5
0
200
0
21
13:30
Hafsha
170
3
0
173
0
22
14:30
Widi Indra
187
9
0
196
0
23
15:30
Hafsha
200
1
0
201
0
24
16:30
Hafsha
215
3
0
218
0
25
17:30
Hafsha
222
2
0
224
0
26
Senin/ 10 November 2013
11:00:00 AM
Hafsha
250
5
2
257
0.0077
27
Selasa/ 11 November 2013
11:00:00 AM
Widi Indra
236
19
5
260
0.019
28
Rabu/ 12 November 2013
11:00:00 AM
Rizky Alfiany
150
39
20
209
10




Foto Kegiatan

   

Tidak ada komentar: