EKSTRAKSI BAHAN
ALAMI
(Laporan
Praktikum Manajemen Kesehatan Ikan)
Oleh
Widi Indra
Kesuma
1114111058
JURUSAN BUDIDAYA
PERAIRAN
FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS
LAMPUNG
2013
I. PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Penggunaan obat tradisional atau
obat asli Indonesia mengalami peningkatan, baik untuk pemeliharaan kesehatan
maupun untuk pengobatan gangguan kesehatan. Tumbuhan yang dipakai sebagai obat
tradisional mempunyai aktivitas biologis karena mengandung berbagai senyawa
kimia yang dapat mempengaruhi sel-sel hidup suatu organisme.
Ada
beberapa tanaman yang dapat dijadikan obat tradisional untuk mengatasi
penyakit. Prinsip suatu tanaman dapat digunakan sebagai obat yaitu apabila
tanaman tersebut mengandung senyawa yang bersifat sitotoksik. BSLT (Brine
Shrimp Letahality Test ) merupakan salah satu metode untuk skrining
terhadap senyawa sitotoksik dengan menggunakan Artemia salina Leach.
Praktikum ini merupakan dalam rangka menemukan senyawa sitotoksik yang
diharapkan dalam perkembangan selanjutnya dapat digunakan sebagai obat
antibakteri.
B.
Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah
agar mahasiswa mampu memanfaatkan bahan-bahan alami sebagai kandidat
antibakteri.
II.
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Bahan
Alami yang digunakan
Ketepeng cina
Ketepeng cina ( Cassia alata L. )
menurut Syamsuhidayat dan Ria (1991) berasal dari daerah tropik Amerika dan
biasanya hidup pada dataran rendah sampai pegunungan dengan ketinggian 1.400
meter di atas permukaan laut. Tumbuhan ketepeng cina ( Cassia alata L. )
termasuk tumbuhan dikotil yang mempunyai sistem perakaran tunggang, yaitu
memperlihatkan akar pokoknya yang bercabang-cabang menjadi akar yang lebih
kecil dan berbentuk kerucut panjang yang terus tumbuh lurus ke arah bawah.
Sistem perakaran tunggang ini umumnya berfungsi untuk memperluas bidang
penyerapan dan memperkuat tegaknya batang.
Daun Ketepeng cina ( Cassia alata L.
) dapat digunakan sebagai obat secara tradisional disebabkan oleh adanya
kandungan kimia yang terdapat didalamnya seperti rein aloe emodina, rein aloe
emodina diantron, rein aloe emodina asam krisofanat (
dehidroksimetilantroquinone ) dan tannin. Di samping itu alkaloida, flavonoida
dan antrakinon juga terdapat di dalamnya(Syamsuhidayat dan Ria, 1991).
Sambiloto
Sambiloto (Andrographis paniculata Ness.)
merupakan tanaman perdu yang tumbuh tegak dengan tinggi antara 0,5-1 meter.
Bagian yang digunakan adalah daun dan batang Tanaman ini tumbuh secara luas di
Asia Selatan dan Tenggara seperti India, Pakistan, Sri Lanka, Indonesia,
Malaysia dan Thailand. Di Cina dan Thailand, sambiloto dibudidayakan secara besar-besaran
(Sandberg, F. 1994). Senyawa aktif utama dari sambiloto adalah andrografolid.
Senyawa ini termasuk senyawa diterpen lakton dan larut dalam pelarut organik.
Andrografolid terkandung paling banyak di daun (kurang lebih 2,39 %) dan paling
sedikit pada biji (Sharma dkk.,1992). Senyawa lain yang terdapat di dalam
sambiloto adalah deoksiandrografolid- 19-_-D-glukosida dan neo-andrografolid
yang keseluruhannya diisolasi dari daun (Chem dan Liang, 1982),
14-deoksi-11,12- didehydroandrografolid (andrografolid - D), homoandrografolid,
andrografan, andrografon, andrografosterin, dan stigmasterol (Siripong dkk.,
1992).
Daun sirih
Wijayakusuma
et al. (1992) mengatakan bahwa sirih sudah dikenal dan dimanfaatkan oleh
masyarakat Indonesia sejak lama. Tanaman ini banyak ditanam orang di
pekarangan, batangnya berwarna hijau kecokelatan. Permukaan kulit kasar dan
berkerut-kerut, mempunyai nodule atau ruas yang besar tempat keluarnya akar.
Tumbuh memanjat dan bersandar pada batang lain, tinggi dapat mencapai 5 – 15 m.
Daun tebal, tumbuh berseling, bertangkai, daun berbentuk jantung dengan ujung
daun meruncing. Tepi rata. Lebar 2.5 – 10 cm, panjang 5 – 18 cm, mengeluarkan
bau aromatik bila diremas.
Kandungan
kimia utama yang memberikan ciri khas daun sirih adalah minyak atsiri. Selain
minyak atsiri, senyawa lain yang menentukan mutu daun sirih adalah vitamin,
asam organik, asam amino, gula, tanin, lemak, pati dan karbohidrat. Komposisi
minyak atsiri terdiri dari senyawa fenol, turunan fenol propenil (sampai 60%).
Komponen utamanya eugenol (sampai 42,5 %), karvakrol, chavikol, kavibetol,
alilpirokatekol, kavibetol asetat, alilpirokatekol asetat, sinoel, estragol,
eugenol, metil eter, p-simen, karyofilen, kadinen, dan senyawa seskuiterpen
(Darwis, 1991).
Bawang
putih
Bawang
putih (Allium sativum) termasuk dalam familia Liliaceae. Dikenal dengan
nama Garlic. Di daerah Wonosobo, Jawa Tengah dikenal sebagai penghasil
bawang putih local yang dikenal dengan sebutan bawang kathing. Karakteristik
bawang kathing adalah berumbi ganda dengan kulit keunguan (RIAUWATY et al.,
2005). Komposisi kimia umbi bawang putih lokal Indonesia setiap 100 gram
adalah sebagai berikut: protein 4,5 gram, lemak 0,2 gram, karbohidrat 23,10
gram, vitamin B1 0,22 miligram, vitamin C 15 miligram, fosfor 134 miligram,
kalsium 42 miligram, besi 1 miligram, kadar air 71 gram dan energi 95 kalori
(BPPT, 2006).
Bawang
putih juga digunakan sebagai antimikrobia (Agarwal, 1996). Pemanasan
bawang
putih selama lima menit mensupresi efek antimikrobia (SHARMA et al., 1977;
CACERES et al., 1987; HUGHES dan LAWSON, 1991). Lebih jauh ditegaskan
bahwa dalam bentuk ekstrak, bawang putih tidak menunjukkan aktivitas
antimikrobia secara signifikan (MARTIN dan ERNST, 2003). Bawang putih mempunyai
aktivitas antikarsinogenik (LE BON dan SIESS, 2000) yaitu melindungi jaringan
dari proses karsinogenesis (SURH et al., 1995). Adanya allicin yang
mengandung molekul organosulfur mampu melewati membran phospholipid dan melindungi
membran sel bakteri (MIRON et al. 2000).
2.2
Bakteri yang Digunakan
Bakteri Aeromonas hydrophila merupakan suatu
bakteri berbentuk batang, gram negatif, motil/bergerak dengan flagella polar,
yang pada umumnya terdapat pada perairan dengan bahan organik yang tinggi. Aeromonas
hydrophila tidak hanya mampu menyerang ikan mas, melainkan dapat juga
menyerang hampir semua jenis ikan air tawar, termasuk juga didalamnya ikan
lele. Selain menyerang ikan air tawar, bakteri A. hydrophila juga dapat menyerang manusia yaitu yang bersifat
enterotoksigenik dan cukup potensial terhadap patogenitas di saluran pencernaan
manusia. Aeromonas hydrophila
menghasilkan berbagai toksin ekstraseluler salah satunya Aerolysin yang mungkin
merupakan faktor virulen (Dwijoseputro, 1989).
Aeromonas hydrophila dikenal sebagai bakteri yang bersifat
oportunis, yaitu jarang menyerang pada ikan yang sehat tetapi dapat menginfeksi
pada saat system pertahanan tubuh ikan sedang menurun akibat stess. Menurut Kamiso (1991) penyakit yang disebabkan Aeromonas hydrophila dinamakan penyakit Motile Aeromonas Septicemea (MAS) atau yang lebih dikenal dengan
nama penyakit bercak merah. Ikan yang terserang penyakit ini dapat menunjukkan
gejala antara lain kematian mendadak, kurangnya nafsu makan, gerakan berenang
yang tidak normal (berputar-putar diatas permukaan air), insang pucat,
pembengkakan tubuh atau luka-luka pada tubuh ikan dan pemborokan pada mata.
Infeksi bakteri ini dapat menyebabkan kematian tinggi (80-100%) dalam waktu 1-2
minggu. Selain itu, pengendalian bakteri ini sulit karena memiliki banyak
strain dan selalu ada di air serta dapat menjadi resisten terhadap obat-obatan
(Gerard, 2008).
2.3
Uji yang Dilakukan
Uji In Vitro
Uji in vitro adalah suatu uji sediaan
dalam pengaruh bentuk sediaan terhadap laju disolusi. Uji invitro memiliki
kelebihan dibanding uji invivo, yakni waktu uji lebih cepat dan lebih hemat
karena tidak memerlukan ternak percobaan
1.
Zona
Hambat
Zona Hambat merupakan tempat di mana
bakteri terhamabat pertumbuhannya akibat anti bakteri atau anti mikroba. Zona
hambat adalah daerah untuk menghambat pertumbuhan mikroorrganisme pada media
agar oleh antibiotik. Contohnya: tetracycline, erytromycin, dan streptomycin.
Tetracycline merupakan antibiotik yang memiliki spektrum yang luas sehingga
dapat menghambat pertumbuhan bakteri secara luas. Uji zona hambat dilakukan
dengan menggunakan metode difusi (Diffusion
Test) menggunakan kertas cakram, (Anderson, 1974).
2.
MIC
(Minimum Inhibitory Concentration)
Uji
ini dilaksanakan terhadap suatu sediaan anti mikroba (baik itu desinfektan)
untuk diketahui konsentrasi terendah dari anti mikroba) tersebut dalam
menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Selainitu, uji MIC ini penting
dilaksanakan untuk mengetahui resistensi suatu mikroba terhadap anti mikroba.
v Kelebihan uji MIC :
a)
Uji
MIC relative mudah dan untuk menyiapkan dan melaksanakan, yang tentu saja
meningkatkan reproduktifitas
b)
Tes
MIC dapat dilakukan pada skala yang sangat kecil (microtiter MIC).
c)
Tes
MIC adalah cara mudah untuk menguji sifat anti mikroba formulasi di antara
berbagai parameter, seperti di spesies mikroba atau campuran surfaktan.
v Kelemahan uji MIC :
a)
Sedikit
variasi dalam cara parameter uji MIC dapat memiliki dampak besar pada MIC
jelas. Sebagai contoh, diperpanjangnya inkubasi akan membuat MIC tampak lebih
tinggi, dan konsentrasi inokulum lebih rendah akan membuat MIC tampaknya lebih
rendah.
b)
Hasil
dari studi MIC harus dijaga dan dipertimbangkan dalam konteks yang tepat (Grondel,
1982).
Uji
Toksisitas
Brine
Shimp Lethality Test (BSLT) merupakan salah satu metode uji
toksisitas yang banyak digunakan dalam penelusuran senyawa bioaktif yang toksik
dari bahn alam. Metode ini menunjukkan aktifasi farmakologis yang luas, tidak
spesifik dan dimanifestasikan sebagai toksisitas senyawa terhadap larva udang (Artemia salina Leach).
Uji toksisitas dengan metode BSLT
ini merupakan uji toksisitas akut dimana efek toksik dari suatu senyawa
ditentukan dalam waktu singkat, yaitu rentang waktu selama 24 jam setelah
pemberian dosis uji. Prosedurnya dengan menentukan nilai LC50 dari
aktivitas komponen aktif tanaman terhadap larva Artemia salina Leach. Suatu ekstrak dikatakan
toksik berdasarkan metode BSLT jika harga LC < 1000 μg/ ml.
LC50
adalah konsentrasi dari suatu senyawa kimia di udara atau dalam air yang dapat
menyebabkan 50% kematian pada suatu populasi hewan uji atau makhluk hidup
tertentu. Penggunaan LC50 dimaksudkan untuk pengujian ketoksikan
dengan perlakuan terhadap hewan uji secara berkelompok yaitu pada saat hewan
uji dipaparkan suatu bahan kimia melalui udara maka hewan uji tersebut akan
menghirupnya atau percobaan toksisitas dengan media air. Nilai LC50
dapat digunakan untuk menentukan tingkat efek toksik suatu senyawa sehingga
dapat juga untuk memprediksi potensinya sebagai antikanker (Sujudi,
1993).
III.
METODOLOGI
A.
Waktu dan
Tempat
Adapun
praktikum vaksinasi dilaksanakan pada tanggal 04-21 Oktober 2013 pukul 08:00
WIB, bertempat di Laboratorium Budidaya Perairan gedung K, Fakultas Pertanian,
Universitas Lampung.
B.
Alat dan
Bahan
Adapun
alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah
tabung reaksi, cawan petri, batang spreader,
mikropiper, erlenmeyer, lampu bunsen, autoklaf, sentrifuge, stirrer, kertas cakram, mortar, tabung
falcon, botol film, dan vortex.
Adapun
bahan yang digunakan dalam vaksinasi ikan adalah daun sambiloto, isolate
bakteri Aeromonas hydrophila,
aquades, alkohol, dan artemia.
C.
Metode Praktikum
EKSTRAK KASAR BAHAN ALAMI
Adapun cara kerja dalam praktikum
ekstraksi kasar bahan alami, yaitu :
1.
Bahan alami (daun ketepeng cina) dicuci
dan dikeringkan.
2.
Lalu dipotong kecil-kecil dengan pisau.
3.
Ditimbang sebanyak 5 gram.
4.
Homogenizer dengan mortar selama 10
menit dan ditambahkan methanol sebnyak 20 ml, dengan perbandingan 1:4.
5.
Kemudian ekstrak dimasukkan ke dalam
tabung falcon dan sentrifuge dengan kecepatan 4500 rpm, selama 30 menit.
6.
Ambil supernatan dan dimasukkan kedalam
tabung falcon baru.
ZONA HAMBAT
Adapun cara kerja dalam praktikum uji
zona hambat, yaitu:
1.
Masukkan sebanyak 20 μl isolat cair Aeromonas hydrophila dengan kepadatan 107
cfu/ml ke dalam media TSA.
2.
Lalu diratakan dengan menggunakan
spreader.
3.
Rendam kertas cakram dengan diameter 6 mm
pada ekstrak daun ketapang, dengan konsentrasi 0; 4; 6; 8; dan 10 mg/l selama
10 menit.
4.
Letakkan pada media TSA yang telah
diberi isolat A. Hydrophila.
5.
1 media TSA sebagai kontrol negatif dan
positif.
6.
Inkubasi selama 18-24 jam.
MIC
(Minimum Inhibitory Concentration)
Adapun cara kerja dalam praktikum uji
MIC, yaitu:
1.
Masukkan 4,5 ml media TSB ke dalam
tabung reaksi.
2.
Tambahkan 0,5 ml ekstrak bahan ketapang.
3.
Tambahkan bakteri A. hydrophilla sebanyak 0,1 ml dengan kepadatan 107 cfu/ml.
4.
Kontrol ekstrak, yaitu kontrol positif
(+), kontrol negatif (-), 2%, 4%, 6%, 8%, dan 10 %.
5.
Vortex hingga homogen, lalu inkubasi
selama 24 jam pada suhu ruang.
UJI BSLT (Brine-Shrimp Lethal Test)
Adapun cara kerja dalam praktikum uji
toksisitas, yaitu:
1.
Lakukan uji secara in vivo pada larva artemia.
2.
Siapkan media penetasan artemia.
3.
Lalu siapka media air laut buatan dengan
salinita 30 ppt (30 gram garam dimasukkan dalam 1 liter aquades)
4.
Masukkan 2 gram kista artemia dalam 1
liter air laut.
5.
Tetaskan artemia dalam waktu 24 jam.
6.
Masukkan 10 ekor artemia ke dalam 8
botol film dengan konsentrasi 0 %, 6 %, 12 %, dan 24 % sebanyak 2× ulangan lalu
tambahkan ekstrak.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
Hasil
Tabel 1. Zona
Hambat Bakteri
Kelompok
|
Ekstrak
|
Diameter (cm)
|
1
|
Jengkol
|
1
|
2
|
Mangrove
|
0.6
|
3
|
Bawang
putih
|
1,5
|
4
|
Ketapang
|
1.25
|
5
|
Sambiloto
|
1.1
|
6
|
Ketepeng
Cina
|
0.6
|
7
|
Daun
Sirih
|
2
|
8
|
Buah Kecubung
|
0
|
Tabel 2. Minimum Inhibitor Concentration (MIC)
Konsentrasi
|
Nilai Absorbansi
|
Kepadatan
Bakteri
|
0 %
|
1,055 A
|
2,77631 x 109
|
2,5 %
|
0,824 A
|
2,15954 x 109
|
5 %
|
0,715 A
|
1,86851 x 109
|
7,5 %
|
0,301 A
|
0,76313 x 109
|
10%
|
0,181 A
|
0,44273 x 109
|
Kontrol
|
0,688 A
|
1,79642 x 109
|
Tabel 3. Toksisitas
Bakteri
Kelompok
|
Konsentrasi(%)
|
Angka Hidup
|
Angka Mati
|
Akumulasi Mati
|
Akumulasi Hidup
|
Mati/Total
|
1
|
0
|
2
|
8
|
8
|
2
|
0,8
|
2,5
|
0
|
10
|
18
|
2
|
1
|
|
5
|
0
|
10
|
28
|
2
|
1
|
|
7,5
|
0
|
10
|
38
|
2
|
1
|
|
10
|
0
|
10
|
48
|
2
|
1
|
|
2
|
0
|
3
|
7
|
7
|
3
|
0,7
|
2,5
|
0
|
10
|
17
|
3
|
1
|
|
5
|
0
|
10
|
27
|
3
|
1
|
|
7,5
|
0
|
10
|
37
|
3
|
1
|
|
10
|
0
|
10
|
47
|
3
|
1
|
|
3
|
0%
|
3
|
7
|
7
|
3
|
0,7
|
2,5%
|
0
|
9
|
17
|
3
|
1
|
|
5%
|
0
|
10
|
27
|
3
|
1
|
|
7,5%
|
0
|
10
|
37
|
3
|
1
|
|
10%
|
0
|
10
|
47
|
3
|
1
|
|
4
|
0
|
0
|
10
|
10
|
3
|
1
|
2,5
|
0
|
10
|
20
|
3
|
1
|
|
5
|
1
|
9
|
29
|
3
|
0,1
|
|
7,5
|
2
|
8
|
37
|
3
|
0,2
|
|
10
|
0
|
10
|
47
|
3
|
1
|
|
5
|
0 %
|
3
|
7
|
7
|
4
|
0,78
|
2,5 %
|
1
|
9
|
16
|
4
|
0,9
|
|
5 %
|
0
|
10
|
26
|
4
|
1
|
|
7,5 %
|
0
|
10
|
36
|
4
|
1
|
|
10 %
|
0
|
10
|
46
|
4
|
1
|
|
6
|
0
|
2
|
8
|
8
|
2
|
0,8
|
2,5
|
1
|
9
|
17
|
2
|
0,1
|
|
5
|
0
|
10
|
27
|
2
|
1
|
|
7,5
|
0
|
10
|
37
|
2
|
1
|
|
10
|
0
|
10
|
47
|
2
|
1
|
|
7
|
0
|
3
|
7
|
7
|
4
|
0,78
|
2,5
|
1
|
9
|
16
|
4
|
0,9
|
|
5
|
0
|
10
|
26
|
4
|
1
|
|
7,5
|
0
|
10
|
36
|
4
|
1
|
|
10
|
0
|
10
|
46
|
4
|
1
|
|
8
|
0
|
3
|
7
|
7
|
3
|
0,7
|
2,5
|
0
|
10
|
17
|
3
|
1
|
|
5
|
0
|
10
|
27
|
3
|
1
|
|
7,5
|
0
|
10
|
37
|
3
|
1
|
|
10
|
0
|
10
|
47
|
3
|
1
|
Tabel 4. Mortalitas
Artemia
Kelompok
|
Konsentrasi
|
Mortalitas
|
1
|
0 %
|
80
|
2,5 %
|
100
|
|
5 %
|
100
|
|
7,5 %
|
100
|
|
10 %
|
100
|
|
2
|
0 %
|
70
|
2,5 %
|
100
|
|
5 %
|
100
|
|
7,5 %
|
100
|
|
10%
|
100
|
|
3
|
0 %
|
70
|
2,5 %
|
100
|
|
5 %
|
100
|
|
7,5 %
|
100
|
|
10%
|
100
|
|
4
|
0 %
|
100%
|
2,5 %
|
100%
|
|
5 %
|
90%
|
|
7,5 %
|
80%
|
|
10%
|
100%
|
|
5
|
0 %
|
78 %
|
2,5 %
|
90 %
|
|
5 %
|
100 %
|
|
7,5 %
|
100 %
|
|
10%
|
100 %
|
|
6
|
0 %
|
80%
|
2,5 %
|
90%
|
|
5 %
|
100%
|
|
7,5 %
|
100%
|
|
10%
|
100%
|
|
7
|
0 %
|
78%
|
2,5 %
|
90%
|
|
5 %
|
100%
|
|
7,5 %
|
100%
|
|
10%
|
100%
|
|
8
|
0 %
|
70 %
|
2,5 %
|
100 %
|
|
5 %
|
100 %
|
|
7,5 %
|
100 %
|
|
10%
|
100 %
|
B.
Pembahasan
Pada
uji zona hambat, dapat dilihat bahwa pada kontrol positif dan negatif yang
dapat menghambat pertumbuhan. Kontrol negatif yang hanya menggunakan aquades
tidak dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Sementara itu zona hambat dengan
menggunakan daun bahan alami dapat menghambat pertumbuhan bakteri karena zona
hambat yang dihasilkan luas diameter yang kecil/tidak terlalu lebar.
Adanya zona hambat pada masing-masing
perlakuan konsentrasi ekstrak bahan alami tersebut karena adanya zat-zat aktif yang terkandung
dalan bahan tersebut seperti tanin, alkaloid, saponin (Saraswathy et
al, 2010) dan flavonoid (Kurniawati, 2001) yang berfungsi sebagai
antibakteri. Flavonoid menyebabkan terjadinya kerusakan permeabilitas
dinding sel bakteri, mikrosom, dan lisosom sebagai hasil interaksi antara flavonoid
dengan DNA bakteri, tanin diduga dapat mengkerutkan dinding sel atau
membran sel sehingga mengganggu permeabilitas sel itu sendiri, saponin termasuk
dalam kelompok antibakteri yang mengganggu permeabilitas membran sel mikroba,
yang mengakibatkan kerusakan membran sel dan menyebabkan keluarnya berbagai
komponen penting dari dalam sel mikroba yaitu protein, asam nukleat, nukleotida
dan lain-lain (Ganiswarna, 1995), alkaloid memiliki kemampuan sebagai
antibakteri. Mekanisme yang diduga adalah dengan cara mengganggu komponen
penyusun peptidoglikan pada sel bakteri, sehingga lapisan dinding sel tidak
terbentuk secara utuh dan menyebabkan kematian sel tersebut (Robinson, 1991).
V. KESIMPULAN
A.
Kesimpulan
Adapun
kesimpulan dari praktikum ini adalah:
1.
Zona hambat dengan menggunakan daun sirih
terbukti paling efektif karena paling besar dalam yaitu 2 cm menghentikan
pertumbuhan bakteri
2.
Pada Uji MIC diperoleh bahwa semakin
tinggi konsentrasi ekstrak yang diberikan pada bakteri, maka semakin rendah
kepadatan bakteri yang dapat tumbuh.
3.
Kandungan daun ekstrak tidak toksik yaitu pada kisaran
konsentrasi 0% dan 2.5%, jadi ekstrak tersebut dapat dijadikan
sebagai bahan alami untuk mengobati penyakit ikan dalam kadar 2.5%.
B.
Saran
Saran dari saya adalah agar sebaiknya
pada saat praktikum benar-benar diperhatikan prosedur pembuatan ekstrak bahan
alami agar tidak terjadi kesalahan dalam perhitungan, pengamatan, serta proses
pembuatannya tersebut serta ada interaksi yang lebih baik antara praktikan dan
asisten.
DAFTAR PUSTAKA
A. Sharma, L. Krishan, and S.S. Handa, 1992, Standardization of the Indian crude drug Kalmegh by high pressure liquid
chromatographic determination
of
andrographolide, Phytochemical analysis (3):129-31 [12]
AGARWAL,
K.C. 1996. Therapeutic actions of garlic constituents. Med. Res. Rev. 16:
111 – 114.
Anderson, D. P., 1974. Diseases of Fishes. Book 4 : fish immunology, ed. By S. F.snieszko
dan H. R. axelrod, TFH pub., nepture city.
BPPT. 2006.
Komposisi: Kandungan Kimia Bawang Putih. Gd 1 – Lt. 16, Jl. M. H. Thamrin 8,
Jakarta
Dwijoseputro.
1989. Dasar-dasar Mikrobiologi.
Malang: Djambatan. hal. 197.
Gerard,
Bonang, Enggar S, Koeswardono. 2008. Mikrobiologi
Kedokteran untuk Laboratorium dan Klinik, Jakarta : Gramedia, 1982, hal
105-109.
Grondel, J. L. and H. J. A. M. Boeston, 1982. The Influence Of Antibiotic On
The Immune System I. Inhibition Of The Mitogenic Leukocyte Response In
Vitro by Oxytetracycline. Dev. Comp. Immunol., sup. 2,211-216.
Kamiso, H. N., Adi S., Iwan Yusuf B. L., Widodo,
Nuzirwan T., Eni Budi S. H. 1993. Hama Penyakit
Ikan Karantina Golongan Bakteri. Pusat Karantina Pertanian dan Fakultas
Pertanian Jurusan Perikanan UGM. Yogyakarta.
Kurniawati, M. 2001. Uji Aktivitas Antibakteri
Fraksi Daun Sirsak (Annona muricata) Terhadap Staphylococcus aureus dan
Escherichia coli Serta Profil Kromatografi Lapis Tipisnya. Skripsi
Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Mudjiman, A. 1985. Makanan Ikan. Jakarta: PT. Penebar Swadaya.
P. Siripong, B. Kongkathip, K. Preechanukool, P. Picha, K. Tunsuwan, and W.C.
Taylor. 1992. Cytotoxic
diterpenoid constituents from Andrographis paniculata Ness. leaves, J. Sci. Soc.
Thailand, 18(4):187-194
Rahayu,
E. S. & K. K. Pukan. 1998. Kandungan Senyawa Alelokemi Kulit Buah
Jengkol dan Pengaruhnya terhadap Beberapa Gulma Padi. Karya Ilmiah. FMIPA
IKIP Semarang, Semarang.
RIAUWATY,
M., WINDARTI and I. LUKISTYOWATY. 2005. Sensitifitas Aeromonas hydrophylla
terhadap Berbagai Jenis Bawang Putih. Laporan Program Hibah Pekerti tahun 2005.
Sandberg,
F. 1994. Andrographidis herba Chuanxinlian: A review. Gothenburg, Sweden:
Swedish Herbal Institute. Available from the American Botanical Council (USA).
SHARMA, V.,
M. SETHI, A. KUMAR and J. RAROTRA. 1977. Antibacterial Property of Allium
sativum Linn: in vivo and in vitro Studies. Ind. J.
Exp. Biol. 15: 466 – 468.
Sujudi, H. Dkk., 1993. Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran. Binarupa Aksara. Jakarta.
Suyanto, S. R., 1983. Penyakit Ikan Dan Cara-Cara Pemberantasannya. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Syamsuhidayat,S. dan Ria,J.,1991. Inventarisasi Tanaman Obat Indonesia. Jakarta
: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
Yu B.C.,
Hung C.R., Chen W.C., Cheng J.T., 2003, Antihyperglycemic effect of
andrographolide in streptozotocin-induced diabetic rats, Planta Med., 69(12),
pp.1075-1079.
Lampiran. 1 Foto kegiatan
1.
Bahan ekstraksi
|
2.
Proses ekstraksi bahan
|
3.
Tabung valcon dan tabung reaksi
|
4.
Hasil ekstraksi bahan
|
5.
Pembuatan media
|
6.
Uji toksisitas
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar