I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ikan merupakan bahan makanan yang mudah mengalami
pembusukan segingga upayaa pengolahan dan pengawetan hasil perikanan mutlak
diperlukan untuk menjaga kualitas ikan agar sampai ditangan konsumen dalam
keadaan baik dan layak dikonsumsi sebagai makanan.Selama ini usaha memperendah
suhu ikan dengan menerapkan teknik pendingina hasil perikanan sudah terbukti
berhasil dalam mengawetkan ikan (Putra dan Eka, 2009).
Menurut Moeljanto (1982) dalam Suwandi et al.,(2008),
usaha untuk membuat ikan tetap selalu segar ataupun meningkatkan kesegarannya
adalah tidak mungkin, walau begitu kesegaran ikan masih bisa dipertahankan.
Melalui penanganan yang baik dan benar, penghambatan proses pembusukan daging
ikan sangat memungkinkan untuk dilakukan. Hingga saat ini penanganan yang
dianggap baik adalah dengan penerapan rantai dingin, yaitu mengusahakan agar
ikan tetap dingin (suhu rendah).Penanganan ynag dianggap paling ekonomis dan
efektif adalah menggunakan es.
Proses kerusakan ikan adalah berlangsung lebih cepat
didaerah tropis karena suhu dan kelembaban harian yang tinggi. Proses
kemunduran mutu tersebut maikin dipercepat dengan cara penangana atau
penangkapan yang kurang baik, fasiltas sanitasi yang kurang memadai serta
terbatasnya sarana distribusi dan pemasaran. Penanganan yang baik sejak ikan
diangkat dari air sangat penting mengingat sifat ikan yang penuh gizi dan punya
aW tinggi sehingga cepat busuk. Usaha untuk memanfatkan ikan sebaik-baiknya
dilakukan denganberbagai cara. Salah satunya adalah penggunaan suhu rendah pada
semua rantai produksi dan distribusi sehingga dapat mempertahankan kesegaran
ikan (Widyastuti, 2010).
Penanganan ikan basah harus dimulai segera setelah
ikan diangakat dari air tempat hidupnya, dengan perlakuan suhu rata rendah
dan memperhatikan faktor kesehatan dan kebersihan. Ikan hasil tangkap
segera disemprot dengan air laut yang bersih sesaat tiba digladak, kemudian
dipisahkan dan dikelompokkkan menurut jenis serta ukurannya.Perlakuan yang
dikenekan harus dapat mencegah timbukanya kerusakan fisik (ikan tidak boleh
diiinjak atau ditumpuk terlalu tinggi).Ikan harus dilindungi terhadap terik
matahari.Untuk itu sebaiknya dipasang tenda atau atap yang melindungi tempat
kerja dan wadah atau palka pengumpulan (DKP, 2003).
Secara tradisional setelah nelayan memperoleh hasil
tangkapan mereka lalu mencoba menjual sensiri ke konsumen setempat, melalui
cara barter dan nilai uang tertentu. Kegiatan ini padda umumnya tidak
terorganisir dengan baik an kurang efisien dan tidak produktif. Karena mutu
ikan kurang terjaga sehingga harga cenderung menurun.TPI memmegang peranan
penting dalam suatu pelabuhan perikanana dan perlu dikelola dengan
sebaik-baiknya agar dapat tercapai manfaat secara optimal (Pramitasari, 2006).
1.2 Tujuan
.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Karakteristik ikan
Ikan merupakan hasil perairaran yang banyak
dimanfaatkan oleh manusia karena beberapa kelihannya yakni merupakan sumber
proein hewan yang sangat potensial karena daging ikan banyak dijumpai senyawa
yang sangat penting bagi manusia yaitu karbohidrat, lemak, protein,
garam-garaman mineral dan vitamin (wulandari et al.,2005)
Yang termasuk dalam ikan adalah binatang yang hidup
dalam air, mempunyai sirip, dan bernafas dengan insang.Ikan yang hidup di
perairan Indonesia banyak banyak jenisnya dari yang berukuran kecil samapi
berukuran besar.Dari sekian banyak jenis ikan yang perlu diketahui sebanyak 45
jenis.Jenis-jenis ini termasuk dalam jenis ikan yang ekonomis penting dari
perairan laut. Pada garis besarnya ikan dapat dibedakan menjadi dua golongan
yaitu ikan bertulang rawan dan ikan bertulang keras (Murachman, 2006)
Ikan memiliki efek yang baik bagi
kesehatan.Dagingnya relative lunak, lebih cepat dan mudah diolah serta harganya
murah. Akan tetapi dengan kandungan air dan protein yang tinggi dengan kondisi
pH mendekati netral, ikan juga menjadi media yang sangat baik bagi pertumbuhan
mikroba pembusuk sehingga ikan cepat menjadi rusak (Djumarti, 2004)
2.2 Macam-macam
Penanganan Awal
Menurut Okonta dan Ekelemu (2005) dalam Deureus et
al, (2009) proses dan preversi ikan segar merupakan bagian penting karena
ikan mempunyai kepekaan yang sangat tinggi terhadap pembusukan setelah panen
dan nuntuk mencegah kehilangan-kehilangan ekonomi. Jika ikan tidak djual dalam
keadaan segar maka cara pengawetan harus dilakukan. Ini meliputi pembekuan,
pengasapan dan percawanan pemanasan (Sterilisasi, Pasteurisasi, dsb).Persiapan
efisiensi ikan mutu unggul hasil investasi maksimum dan keuntungan yang bisa
dicapai.
Teknik penanganan ikan yang paling um8m digunakan
untuk menjaga kesegaran ikan adalah penggunaan suhu rendah. Selanjutnya, pada
kondisi suhu rendah pertumbuhan bakteri pembusukan dan proses-proses biokimia
yang erlangsung dapat tumbuh ikan yang mengarah pada kemunduran mutu menjadi
lebih lamban (Gelman et al, 2011 dalam Munandar et al, 2009)
Pengawetan ikan dengan suhu rendah merupakan suatu proses pengambilan atau pemindahan panas dari tubuh ikan ke bahan lain. Ada pula yang mengatakan bahwa pendinginan adalah proses pengambilan panas dari suatu ruangan yang terbatas untuk menurunkan dan mempertahankan suhu suhu di ruangan tersebut bersama isinya agar selalu lebih rendah dari pada suhu diluar ruangan. Kelebihan pengawetan ikan dengan pendinginan adalah sifat-sifat asli ikan tidak mengalami perubahan tekstur, rasa dan bau (Adawiyah, 2007)
Penanganan
pascapanen ikan dapat dilakukan dengan cara penanganan ikan hidup maupun ikan
segar.
- Penanganan ikan hidup
Adakalanya ikan konsumsi ini akan lebih mahal harganya bila
dijual dalam keadaan hidup. Hal yang perlu diperhatikan agar ikan tersebut
sampai ke konsumen dalam keadaan hidup, segar dan sehat antara lain:
- Dalam pengangkutan gunakan air yang bersuhu rendah sekitar 20 derajat C.
- Waktu pengangkutan hendaknya pada pagi hari atau sore hari.
- Jumlah kepadatan ikan dalam alat pengangkutan tidak terlalu padat.
- Penanganan ikan segar
Ikan segar mas merupakan produk yang cepat turun
kualitasnya. Hal yang perlu diperhatikan untuk mempertahankan kesegaran antara
lain:
- Penangkapan harus dilakukan hati-hati agar ikan-ikan tidak luka.
- Sebelum dikemas, ikan harus dicuci agar bersih dan lendir.
- Wadah pengangkut harus bersih dan tertutup. Untuk pengangkutan jarak dekat (2 jam perjalanan), dapat digunakan keranjang yang dilapisi dengan daun pisang/plastik. Untuk pengangkutan jarak jauh digunakan kotak dan seng atau fiberglass. Kapasitas kotak maksimum 50 kg dengan tinggi kotak maksimum 50 cm.
- Ikan diletakkan di dalam wadah yang diberi es dengan suhu 6-7 derajat C. Gunakan es berupa potongan kecil-kecil (es curai) dengan erbandingan jumlah es dan ikan=1:1. Dasar kotak dilapisi es setebal 4-5 cm. Kemudian ikan disusun di atas lapisan es ini setebal 5-10 cm, lalu disusul lapisan es lagi dan seterusnya. Antara ikan dengan dinding kotak diberi es, demikian juga antara ikan dengan penutup kotak.
- Sedangkan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pananganan benih adalah sebagai berikut:
- Benih ikan harus dipilih yang sehat yaitu bebas dari penyakit, parasit dan tidak cacat. Setelah itu, benih ikan baru dimasukkan ke dalam kantong plastik (sistem tertutup) atau keramba (sistem terbuka).
- Air yang dipakai media pengangkutan harus bersih, sehat, bebas hama dan penyakit serta bahan organik lainya. Sebagai contoh dapat digunakan air sumur yang telah diaerasi semalam.
- Sebelum diangkut benih ikan harus diberok dahulu selama beberapa hari. Gunakan tempat pemberokan berupa bak yang berisi air bersih dan dengan aerasi yang baik. Bak pemberokan dapat dibuat dengan ukuran 1 m x 1 m atau 2 m x 0,5 m. Dengan ukuran tersebut, bak pemberokan dapat menampung benih ikan mas sejumlah 5000–6000 ekor dengan ukuran 3-5 cm. Jumlah benih dalam pemberokan harus disesuaikan dengan ukuran benihnya.
- Berdasarkan lama/jarak pengiriman, sistem pengangkutan benih terbagi menjadi dua bagian, yaitu:
- Sistem terbuka
Dilakukan untuk mengangkut benih dalam jarak dekat atau
tidak memerlukan waktu yang lama. Alat pengangkut berupa keramba. Setiap
keramba dapat diisi air bersih 15 liter dan dapat untuk mengangkut sekitar 5000
ekor benih ukuran 3-5 cm.
- Sistem tertutup
Dilakukan untuk pengangkutan benih jarak jauh yang
memerlukan waktu lebih dari 4-5 jam, menggunakan kantong plastik. Volume media
pengangkutan terdiri dari air bersih 5 liter yang diberi buffer Na2(hpo)4.H2O
sebanyak 9 gram.
Cara pengemasan benih ikan yang diangkut dengan kantong plastik:
Cara pengemasan benih ikan yang diangkut dengan kantong plastik:
- masukkan air bersih ke dalam kantong plastik kemudian benih;
- hilangkan udara dengan menekan kantong plastik ke permukaan air;
- alirkan oksigen dari tabung dialirkan ke kantong plastik sebanyak 2/3 volume keseluruhan rongga (air:oksigen=1:2);
- kantong plastik lalu diikat.
- kantong plastik dimasukkan ke dalam dos dengan posisi membujur atau ditidurkan. Dos yang berukuran panjang 0,50 m, lebar 0,35 m, dan tinggi 0,50 m dapat diisi 2 buah kantong plastik.
Beberapa
hal yang perlu diperhatikan setelah benih sampai di tempat tujuan adalah
sebagai berikut:
- Siapkan larutan tetrasiklin 25 ppm dalam waskom (1 kapsul tertasiklin dalam 10 liter air bersih).
- Buka kantong plastik, tambahkan air bersih yang berasal dari kolam setempat sedikit demi sedikit agar perubahan suhu air dalam kantong plastik terjadi perlahan-lahan.
- Pindahkan benih ikan ke waskom yang berisi larutan tetrasiklin selama 1- 2 menit.
- Masukan benih ikan ke dalam bak pemberokan. Dalam bak pemberokan benih ikan diberi pakan secukupnya. Selain itu, dilakukan pengobatan dengan tetrasiklin 25 ppm selama 3 hari berturut-turut. Selain tetrsikli dapat juga digunakan obat lain seperti KMNO4 sebanyak 20 ppm atau formalin sebanyak 4% selama 3-5 menit.
- Setelah 1 minggu dikarantina, tebar benih ikan di kolam budidaya.
2.3 Fase- fase
Kemunduran Mutu Ikan
Menurut Nurjannah et al, (2004) fase-fase
kemunduran mutu ikan adalah:
·Tahap prerigor terjadi selama 2 jam setelah ikan
dimatikan. Tahap ini ditandai dengan jaringan daging ikan yang mash lembut dan
lentur serta adanya lapisan bening di keliling tubuh ikan yang terbentuk oleh
peristiwa pelepasan lendir dan kelenjar bawah kulit.
·Tahap Rigormortis terjadi selama10 jam setelah ikan
dimatikan dengan daging yang kaku.
·Nilai 5 merupakan ambang batas kesegaran ikan.
Cirri-ciri ikan yang memiliki nilai 5 adalah sebagai berikut: bola mata agak
cekung, pupil keabu-abuan karena agak keruh. Insang menampakkan diskolorasi
merah muda dan berlendir. Sayatan daging mulai pudar banyakkemerahan. Pada
tulang belakang bau seperti bau asam, konsistensi agak lunak, mudah menyobek
daging dari tulang belakang.
Proses perubahan ikan setelah mati terjadi karena
aktivitas enzim, mikroorgnisme dan kimiawi. Ketiga hal tersebut menyebabkan
tingkat kesegaran ikan menurun.Penurunan tingkat kesegaran ikan ini terlihat
dengan adanya perubahan fisik, kimia dan organoleptik pada ikan. Setelah ikan
mati, berbagai proses perubahan ini akhirnya ,mengarah pada pembusukan. Urutan
proses perubahan yang terjadi pada ikan adalah perubahan prerigor, rigor,
aktivitas enzim, aktivitas mikroba dan oksidasi.
2.4
Perubahan-Perubahan Ikan Setelah Mati
2.4.1 Aspek Fisik
Menurut Adawiyah (2007), kesegaran ikan dapat dilihat dengan metode yang
sederhana dan lebih mudah dibandingkan dengan metode lainnya dengan kondisi
fisik, yaitu:
1. Kenampakan luar : ikan yang
masih segar mempunyai penampakan erah dan tidak suram.
2. Lenturan daging ikan: daging
ikan segar cukup lentur jika dibengkokkan dan akan segera kembali ke bentuknya
semula apabila di lepaskan.
3. Keadaan mata: perubahan
kesegaran ikan akan menyebabkan perubahan nyata pada kecerahan matanya.
4. Keadaan daging : kualitas ikan
ditentukan oleh daging nikan yang masih segar dan berdaging kenyal. Jika
ditekan dengan telunjuk maka bekasnya akan segera kembali.
5. Keadaan insang : ikan yang
masih segar berwarna merah.
Secara fisikawi daging ikan mula-mula akan
kehilangan kelenturannya. Kemudian akan mengerut dan menjadi kaku lalu melemas
lagi. Pada fase rigor, daging akan tampak kering karena kehilangan daya menahan
air. Pada fase terakhir, struktur daging ikan sudah mengalami kerusakan
(Hadiwiyoto, 1993)
Menurut Murniyati dan sunarman (2000), ikan yang
elah mengalami pembusukan menampakkan cirri-ciri fisik yang dapat dikenali dari
luar. Adapun yang membedakan antara iakn segar dan ikan busuk adalah pada ikan
segar, mata Nampak bening, cerah, cembung dan menonjol. Sedangkan pada ikan
busuk, berwarna pudar, berkerut, cekung dan tenggelam.
2.4.2 Biokimia
Menurut Adawiyah (2007), setelah ikan ditangkap dan
dalam air ikan tidak langsung menjadi mati perubahan biokimia yang terjadi
sebelum ikan menjadi kaku. Pada saat itu yang banyak mengalami perubahan adalah
pembakaran ATP dan Kreatin fosfat yang akan menghasilkan tenaga.
Aktivitas enzim pada tubuh hewan setelah mati untuk
beberapa saat masih aktif meskipun dalam aspek yang berbeda dengan saat masih
hidup.Saat suplai oksigen ke jaringan bereaksi, maka reaksi enzimatis
berlangsung dalam kondisi anaerobic.Kondisi ini berlangsung searah dimana pH
daging ikan mendekati normal (Sumardi, 2000).
2.4.3 Mikrobiologi
Proses pengawetan ikan dapat dilakukan secara
biologis proses ini disebut proses isiling. Isiling sudah banyak digunakan
untuk mengawetkan bahan-bahan alami secara mudah,sederhana dan aman serta akan
memperbaiki sifat-sifat organoleptik bahan pangan (Suriawira 1995 dalam Rostini
2007)
Setelah ikan mati, mikroba-mikroba yang terdapat
secara alamiah pada ikan khususnya bakteri aqkan tumbuh dengan cepat sekali
sehingga ikan akan semakin cepat mengalami penurunan nmutu. Disamping ditemukan
pada tubuh ikan sehingga penurunan mutu ikan akan dapat pula ditemukan pada
tubuh ikan sehingga penurunan mutu ikan akan semakin cepat (Rahayu et al,
1999)
Akibat serangan bakteri, ikan mengalami berbagai
perubahan yaitu dari venolois menjadi pekat, bergetah, amis. Mata terbenam,
pudar sinarnya serta insang berubah warna dengan susunan tidak teratur dan
berbau busuk. Bakteri-bakteri tersebut menyerang tubuh ikan mulai dari insang
atau luka yang terdapat pada kulit (Junianto, 2003)
2.5 Faktor yang
Mempengaruhi Kemunduran Mutu Ikan
Menurut Adawiyah (2007), ikan segar dapat diperoleh
jika penanganan dan sanitasi yang baik. Semakin lala ikan dibiarkan setelah
ditangkap tanpa penanganan yang baik, maka akan menurunkan kesegaran mutu ikan
tersebut.
Factor-faktor intrinsik yaitu mempengaruhi mutu ikan
tangkapan antara lain: lokasi tangkapan, musim, metode penangkapan atau yang
lain sebagainya, penanganan ikan diatas kapal, kondisi kebersihan kapan
penangkapan ikan, pemrosesan dan kondisi penyimpanan (Jica, 2008)
Menurut Sumardi,(2000) beberapa faktor yang
mempengaruhi laju perubahan yang dikelompokkan menjadi dua faktor , yaitu :
a. Faktor intrinsik
Spesies ikan, ukuran besar kecilnya, jenis kelamin
dan tingkat kedewasaan.
b. Factor Ekstrinsik
Jenis alat tangkap, keadaan cuaca, letak geografi,
cara handling.
2.6 Kerusakan
Selama Penanganan Ikan
2.6.1 Luka dan Memar
Memar yang dialami oleh bahan pangan yang disebabkan
karena dipukul, tergantung atau tergencet.Ikan yang meronta sesat belum mati
atau pedagang yang membanting ikan agar segera mati telah menyebabkan ikan
mengalami memar.Semua upaya mematikan agar ikan mudah untuk disiangi. Bahan
pangan yang memar akan menyebabkan peningkatan aktivitas enzim proteolitik
(Afrianto, 2000)
Penyimpanan dalampeti-peti yang tepat adalah sebuah
lapisan es kira-kira setebal 5 cm harus ditempatkan dibagian bawah peti, kontak
langsung antara ikan dan peti harus dihindari. Peti tersebut tidak boleh di isi
terlalu penuh karena dapat menyulitkan penyusunan ikan (Jica,2008)
2.6.2 Burst Belly
Menurut sintef (2006), Belly Bursting terjadi selama
pemberian pakan yang berlebih dan jika parah keadaannya dapat membuat ikan tak
layak di konsumsi oleh manusia dalam beberapa waktu.Hambatan utama dari sector
pelagis adalah deteroration dari bahan mentah yang menyebabkan belly bursting.
Tubuh ikan banyak mengandung mikroba terutama di
bagian permukaan kulit, insang dan bagian pencernaan ikan yang tertangkap dalam
keaadaan perutnya kencang. Maka disaluran pencernaan banyak mengandung enzim
pencernaan (Afrianto,2000)
2.6.3 Gaping
Menurut Margeirsson et al., (2006) selama
beberapa tahun terahir, empasi bertambah yang mana menyebabkan bertambahnya
rasio pora, filet. Bagaimanapun penelitian tentang ikan cod dalam penangkapan
maupun pengolahannya di temukan gaping yang rendah dalam ikan cod besar dan
pada ikan cod kecil.
Kekacauan otot yang terjadi setelah ikan mati
berpengaruh terhadap teknologi karena proses tersebut mempengaruhi mutu filet.
Idealnya, ikan difilet setelah proses kekakuan berhenti. Apabila ikan difilet
dipisahkan dari tulang sebelum proses pengkakuan berlangsung otot akan
berkontraksi secara bebas sehingga filet akan menendak pada proses pengkakuan
berlangsung. Fenomena ini disebut perumpangan (gaping) (Jica,2008).
2.6.4 Melanosis
Menurut Shields (2007), melanosit utama yang dialami
konjungtiva adalah melanosis serius dan potensial yang berupa luka dan dapat
makin parah dengan membentuk melanoma. Dalam penelitian dalam onkologi okuler,
PAM dihitung dari 11% dari tumor konjungtival dan 21% dari luka melanosit.
Pembentukan bintik – bintik atau melanosis adalah
masalah yang ditemukan pada kebanyakan udang, lobster dan jenis – jenis
crustasea lain yang diperdagangkan yang banyak menimbulkan dampak negative
terhadap nilai komersial dan penerimaan konsumen terhadap produk tersebut
(Jica,2008).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar