PENGARUH
PEMBERIAN HORMON METHYLTESTOSTERONE
PADA
LARVA IKAN GUPPY (Poecilia reticulata) TERHADAP PERUBAHAN JENIS KELAMIN
Gleni
Hasan Huwoyon1, Rustidja2 & Rudhy Gustiano1 *)
1)Balai
Riset Perikanan Budidaya Air Tawar, Jl. Sempur No. 1, Bogor
2)Jurusan
Budidaya Perikanan, Fakultas Perikanan,
Universitas
Brawijaya, Malang
*)e-mail:
rgustiano@yahoo.com
ABSTRAK
Huwoyon,
G.H., Rustidja & R. Gustiano. 2008. Pengaruh pemberian hormone
methyltestosterone pada larva Ikan Guppy (Poecilia reticulata) Terhadap
Perubahan Jenis Kelamin. Zoo Indonesia 17(2): 49-54. Ikan hias jantan
memiliki bentuk dan warna yang lebih menarik bila
dibandingkan dengan ikan betina. Penelitian ini bertujuan untuk
meningkatkan persentase ikan jantan Guppy (Poecilia reticulata) de menggunakan
hormon methyltestosterone pada stadia larva. Pengujian menggunakan
kontrol (A = 0 ppm) dan empat perlakuan (B = 5 ppm, C = 10 ppm, D = 15 ppm & E
= 20 ppm) dengan pengulangan sebanyak tiga kali. Hasil penelitian menunjukan bahwa
perlakuan terbaik yang diperoleh untuk menghasilkan ikan jantan adalah
pada dosis (0 ppm sebesar 58,41% (p<0,01). Perbedaan dosis hormone yang diberikan
tidak memberikan perbedaan yang nyata terhadap kegagalan pembentukkan
kelamin (intersex), sintasan dan laju pertumbuhan spesifik (p >0,05).
Kata
kunci:
hormon, methyltestosterone, perubahan kelamin, Poecilia reticulata, ikan Guppy.
ABSTRACT
Huwoyon,
G.H., Rustidja & R. Gustiano. 2008. Effect of methyltestosterone hormone on
sex reversal of Guppy (Poecillia reticulate) larvae fish. Zoo Indonesia
17(2): 49- 54. Male
ornamental fish is more exotic than female one. The objective of study was to increase the
percentage of male guppy fish (Poecillia reticulate) using methyltestosterone
hormone at the larvae stage. Control (A = 0 ppm) and four different dosages of
methyltestosterone hormone (B = 5 ppm, C = 10 ppm, D = 15 ppm & E = 20 ppm) were
used as treatments with three replications. The results showed the best treatment to
produce the highest percentage (58.41%) of male guppy fish was at 10 ppm dosage
(p<0.01). However, the dosages hormone treatments given in this study were not
significantly different on intersexes production, survival rate and specific growth rate
(p>0.05).
Keywords: hormone,
methyltestosterone, sex reversal, Poecilia reticulata, Guppy fish.
PENDAHULUAN
Berdasarkan data profil perikanan budidaya,
perkembangan ekspor ikan hias di Indonesia cenderung meningkat dengan
pertumbuhan rata-rata 64,8%per tahun dalam volume (Gustiano dkk. 2006). Di
tingkat internasional, Indonesia baru dapat memenuhi pangsa pasar ikan hias
sebesar 15 % dari permintaan dunia yang di dominasi oleh Singapura sebagai
pengekspor terbesar. Diantara kelompok ikan hias air tawar, ikan Guppy (Poecillia
reticulate) dan neon merupakan spesies yang mendominasi, yaitu sekitar
25% dari pasar dunia dengan nilai hampir 14% dari nilai total (Putro dkk.
2002). Pengembangan budidaya ikan Guppy di Singapura sudah menjadi industri
yang menguntungkan sejak lama sebagaimana dilaporkan oleh Fernando & Phang
(1985). Pada ikan hias, perbedaan penampilan karena pengaruh sex (sexual
dimorphisms) sangat besar (Schroder 1976). Secara umum, ikan jantan memiliki
bentuk dan warna yang lebih menarik. Salah satu cara untuk meningkatkan
produksi ikan jantan adalah melalui pengubahan kelamin pada fase awal
perkembangbiakan (Yamamoto 1969; Yamazaki 1983). Pengalihan kelamin dapat
dilakukan menggunakan hormon sintetis Methyltestosterone (MT) pada fase dini sebelum
gonad terbentuk menjadi jenis kelamin jantan atau betina (Hunter &
Donaldson 1983; Pandian & Sheela 1995). Perkembangan teknologi pengalihan
kelamin seperti ini di Indonesia telah dilaporkan oleh Zairin (2003). Tujuan
penelitian ini untuk mengetahui pengaruh pemberian hormon Methyltestosterone
dengan dosis berbeda terhadap keberhasilan perubahan jenis kelamin (sex
reversal) larva ikan Guppy (Poecilia reticulata).
MATERI & METODA
Induk ikan Guppy (jantan dan betina) yang sudah
matang gonad dipijahkan untuk menghasilkan larva, yang akan digunakan dalam perlakuan
sejak berumur 1 hari. Proses pembuatan hormon Methyltestosterone (Samco Production)
dilakukan dengan membuat larutan hormon dosis 5 mg/ 1 liter air, yang
dilarutkan dengan menggunakan alkohol 96% untuk menghasilkan larutan dosis 5
ppm. Perendaman larva dilakukan dalam kantung plastik yang telah diberi oksigen
dengan padat tebar 50 ekor/ 50 ml, selama 6 jam, setelah itu larva dipelihara
dalam bak-bak percobaan. Aktivitas pengamatan yang dilakukan adalah sintasan,
laju pertumbuhan spesifik (LPS), pengamatan gonad ikan dan kualitas air. Identifikasi
jenis kelamin dilakukan secara morfologi dan histologi. Identifikasi morfologi
dilakukan secara langsung dengan mengamati sirip anal, sirip caudal, warna dan
bentuk tubuh. Ikan Guppy jantan pada sirip analnya termodifikasi menjadi gonopodium
(alat penyalur sperma), sirip ekornya memanjang, bentuk tubuhnya ramping serta
warna pada tubuh dan siripnya sudah terbentuk. Sedangkan ikan betina sirip
analnya tetap membentuk sirip, sirip ekornya pendek, bentuk tubuhnya besar (gemuk),
warna siripnya cerah, sedangkan tubuhnya tidak berwarna. Identifikasi secara
histologi dilakukan dengan mengambil
calon gonad yang berwarna putih kekuningan, diletakkan diatas obyect glass,
ditetesi pewarna asetokarmin sebanyak satu tetes dan ditutup menggunakan cover
glass. Calon gonad yang telah diwarnai kemudian diamati menggunakan mikroskop
dengan pembesaran 1000 kali. Contoh yang digunakan dalam pembuatan preparat
sebanyak 10 individu untuk setiap perlakuan. Rancangan penelitian menggunakan Rancangan
Acak Kelompok (RAK) dengan kontrol (A= 0 ppm) dan empat perlakuan (B= 5 ppm, C=
10 ppm, D= 15 ppm & E= 20 ppm), pengulangan sebanyak tiga kali sebagai
kelompok. Untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap respon parameter yang
diukur, digunakan analisa sidik ragam. Jika hasilnya berbeda nyata maka dilanjutkan
dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) untuk menentukan perlakuan yang memberikan
respon terbaik. Untuk mengetahui bentuk hubungan antara perlakuan dengan
parameter uji digunakan polynomial orthogonal (Sokal & Rohfl
1981).
HASIL & PEMBAHASAN
Hasil perlakuan hubungan antara pemberian hormon
methyltestosterone (dosis 0–20 ppm) dengan persentase jantan, betina, intersex,
sintasan dan laju pertumbuhan spesifik larva ikan Guppy disajikan pada Tabel 1.
Perhitungan data Tabel 1 menunjukan bahwa perbedaan dosis hormon tidak
memberikan pengaruh yang nyata (p>0,05) terhadap persentase perubahan
jantan, dan intersex. Pengamatan preparasi histologi yang dilakukan,
diperoleh tiga jenis calon gonad ikan uji, yaitu calon gonad jantan (Gambar 1),
calon gonad betina (Gambar 2) dan calon gonad intersex (Gambar 3).
Pengamatan terhadap sintasan dan laju pertumbuhan spesifik memperlihatkan tidak
ada perbedaan yang nyata (p>0,05) antar perlakuan dosis hormon yang
diberikan (Tabel 1).
Tabel 1. Hubungan antara pemberian hormon
Methyltestosterone terhadap persentase jantan, intersex, sintasan dan
Laju Pertumbuhan Spesifik (LPS) pada larva ikan Guppy.
Perlakuan
|
Ulangan
|
Jantan (%)
|
Intersex (%)
|
Sintasan (%)
|
LPS (%)
|
Kontrol
(A)
|
1
|
40,0
|
0,0
|
100
|
5,2
|
2
|
32,0
|
0,0
|
100
|
5,1
|
|
3
|
38,0
|
0,0
|
100
|
5,2
|
|
Rataan ± SE
|
36,7
± 3,40
|
0,0
|
100
|
5,2 ± 0,05
|
|
5 ppm
(B)
|
1
|
58,0
|
8,0
|
100
|
4,7
|
2
|
54,0
|
2,0
|
100
|
5,8
|
|
3
|
56,0
|
2,0
|
100
|
6,1
|
|
Rataan ± SE
|
56,0
± 1,63
|
4,0
± 2,83
|
100
|
5,5
± 0,60
|
|
10 ppm
(C)
|
1
|
61,2
|
2,0
|
98
|
5,6
|
2
|
58,0
|
6,0
|
100
|
5,6
|
|
3
|
56,0
|
4,0
|
100
|
5,8
|
|
Rataan ± SE
|
58,4
± 2,15
|
4,0 ± 1,63
|
99,3
± 0,94
|
5,7
± 0,12
|
|
15 ppm
(D)
|
1
|
59,2
|
6,1
|
98
|
6,0
|
2
|
54,0
|
2,0
|
100
|
5,8
|
|
3
|
52,0
|
2,0
|
100
|
5,4
|
|
Rataan ± SE
|
55,1
± 3,03
|
3,4
± 1,93
|
99,3
± 0,94
|
5,7
± 0,25
|
|
20 ppm
(E)
|
1
|
58,0
|
0,0
|
100
|
5,6
|
2
|
52,0
|
2,0
|
100
|
6,2
|
|
3
|
54,0
|
4,0
|
100
|
5,6
|
|
Rataan ± SE
|
54,7
± 2,49
|
2,0
± 1,63
|
100
|
5,8
± 0,82
|
Gambar
1. Preparat histologi calon gonad ikan jantan.
Gambar
2. Preparat histologi calon gonad ikan betina.
Gambar
3. Preparat histologi calon gonad ikan intersex
Pengamatan morfologi dan histology memperlihatkan
dosis perlakuan terbaik adalah C (10 ppm) sebesar
58,41%. Meskipun hasil penelitian ini masih dibawah
90%, tetapi telah menunjukkan perbedaan secara nyata (p<0,01) bila
dibandingkan dengan kontrol. Secara kuantitatif, peningkatan ikan jantan pada perlakuan
terresponsif adalah 1,6 kali dibanding kontrol. Beberapa faktor yang
mempengaruhi keberhasilan perubahan jenis kelamin adalah jenis ikan dan dosis hormone
yang digunakan, lama perlakuan, waktu dimulainya perlakuan dan suhu air (Hunter
& Donaldson 1983; S t r u s s m a n n et al. 2005).
Pada ikan terdapat dua kelompok cara reproduksi,
kelompok pertama mengeluarkan telur (ovipar) dan
kelompok yang kedua menghasilkan anak (ovovivipar;
Hoar 1969). Ikan Guppy termasuk ke dalam Kelompok ovovivipar. Nampaknya pola
reproduksi pada ikan Guppy sangat mempengaruhi keberhasilan pengalihan kelamin
yang dilakukan. Pada jenis ikan ovipar pemberian hormon methyltestosteron melalui
pakan atau secara perendaman pada fase larva sangat efektif untuk meningkatkan
perolehan persentase ikan jantan hingga mencapai 100% (Yamazaki 1983; Hunter
& Donaldson 1983; Pandian & Sheela 1995;
Strussmann et al. 2005). Takahashi (1975) dan
Zairin dkk. (2005) melaporkan bahwa pemberian hormone methyltestosteron pada
induk ikan Guppy yang akan melahirkan dapatmenghasilkan anak jantan sebesar 100%.
Dibandingkan dengan jumlah persentase ikan jantan yang diperoleh pada
penelitian ini (58,41%), kemungkinan pembentukkan kelamin jantan dan betina
pada ikan Guppy sebagian besar telah terjadi sebelum dilahirkan. Berdasarkan
data sintasan dan laju kelangsungan hidup, pemberian perbedaan hormon tidak
mempengaruhi sintasan dan laju pertumbuhan spesifik. Hasil ini memberikan
indikasi bahwa hormon yang diberikan tidak berbahaya bagi ikan uji dan tidak dipergunakan
untuk pertumbuhan. Dengan demikian pengaruh pemberian hormone perlakuan
terkonsentrasi pada pembentukkan kelamin jantan sebagaimana ditunjukkan dengan peningkatan
jumlah persentase ikan jantan yang diperoleh.
KESIMPULAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian hormon
methyl-testosterone pada dosis 0–20 ppm memberikan pengaruh berbeda sangat
nyata terhadap persentase jantan dan betina pada dosis perlakuan terbaik 10 ppm
sebesar 58,41%. Penggunaan hormone tersebut tidak membahayakan ikan uji
secara fisiologis yang tercermin dari tidak adanya
perbedaan terhadap persentase intersex, kelulushidupan (SR) dan laju
pertumbuhan sesaat (SGR) larva ikan.
DAFTAR PUSTAKA
Fernando,
P & V.P.E. Phang. 1983. Culture of guppy in Singapore. Aquaculture
51:49-63.
Gustiano,
R., Y. Suryanti & E. Kusrini. 2006. Perbaikan kualitas dan pengembangan
ikan hias air tawar. Media Akuakultur 1: 59-63.
Hoar,
D.J. 1969. Reproduction. In W.S. Hoar & D.J. Randall (edts) Fish Physiology
Vol. III: Reproduction, Growth, Bioluminescence, Pigments and Poisons. Academic
Press. New York. 1- 72.
Hunter,
G. A & E. M Donaldson, 1983. Hormonal Sex Control and Its Application to Fish
Culture. In: W.S. Hoar, D.J. Randall & E.M. Donaldson (edits) Fish physiology
Vol. 9: Reproduction. Academic Press. New York. 223- 303.
Pandian,
T. J & S. S. Sheela. 1995. Hormonal induction in fish. Aquaculture
138:1-22.
Putro,
S., A. Purnomo, S. Muhdi, E. Setiabudi, Isjaturradhijah, D. Hertanto & U.S.
Dahlia. 2002. Direktori Ikan Hias. Ditjen PK2P, Departemen Kelautan dan Perikanan.
Schroder,
J.H. 1976. Genetics for Aquarists. T.F.H. Publication, New Jersey.
Sokal,
R.R & F.J. Rohlf. 1981. Biometry: The Principles and Practice of Statistics
in Biological Research.W.H. Freeman Co. New York.
Strussmann,
C., A, M. Karube & L. A. Miranda. 2005. Methods of sex control in fishes
and an overview of novel hypotheses concerning the mechanisms of sex differentiation.
In: T.J Pandian, C.A Strussmann & M.P Marian (edits) Fishe Genetics and Aquaculture
Biotechnology. 65- 79
Takahashi,
H. 1975. Functional feminimization of female guppy (Poecilia reticulata)
influenced by methyltestoterone before birth. Bulletin Japanese Society of Science
Fisheries 41;499-526.
Yamamoto,
T. 1969. Sex differentiation. (edits) Fish Physiology Vol. 3: Reproduction,
Growth, Bioluminessence, Pigments, and Poisons. Academic Press, New York.
117-175.
Yamazaki,
F. 1983. Sex control and manipulation in fish. Aquaculture 33: 329-354
Zairin,
M. Jr. 2003. Endokrinologi dan Perannya Bagi Masa Depan Perikanan Indonesia.
Orasi Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Zairin,
M. Jr., A. Yunianti, R.R.S.P.S. Dewi & K. Sumantadinata. 2002. Pengaruh
lama waktu perendamaninduk di dalam larutan hormon 17α methyltestoteron terhadap
nisbah kelamin ikan gupi (Poecilia reticulata Peters). Jurnal Akuakultur
Indonesia 1:47-54.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar