KULTUR
Culex Sp
(Laporan Praktikum Teknologi Budidaya Pakan
Hidup)
Oleh
Widi
Indra Kesuma
1114111058
JURUSAN
BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS
LAMPUNG
2013
I.
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Pakan ikan diklasipikasikan menjadi 2
macam yaitu : pakan alami dan pakan buatan. Secara kualitas organisme pakan
alami belum bisa diganti sepenuhnya dengan pakan buatan untuk ikan stadia
larva, hal ini disebabkan pakan alami lebih mudah dicerna oleh larva juga
bentuk dan ukuran yang sesuai dengan bukaan mulut ikan. Culex dapat bergerak-
gerak sehingga menarik perhatian larva ikan untuk memekannya. Culex juga lebih
suka berada di permukaan air serta mudah dalam penyediaannya.
Bagi para peternak ikan pemberian pakan
ikan sulit sekali di simpan ( karna tidak tahan lama ) sedangkan stadia larva
bagi ikan merupakan masa paling kritis dalam siklus hidupnya, tingginya
mortalitas pada stadia lava ikan disebabkan beberapa faktor :
Serangan penyakit/ mikroorganisme patogen yang mengganggu,
Kualitas air yang kurang baik,
Serta ketersediaan pakan alami yang kurang mencukupi ( baik gizi maupun
jumlahnya).
Upaya untuk
mengatasi atau menekan mortalitas larva ikan adalah : dengan menyediakan pakan
yang cukup, baik dalam jumlah maupun mutunya ( jenis, ukuran, dan kemurnian ).
Culex sp adalah : jenis pakan alami
yang sering digunakan untuk pemenuhan pakan ikan air tawar pada usia larva dan
industri ikan hias. Nelson dkk (1974) yang dikutip oleh Aji
Bau (1999:2) menjelaskan bahwa nyamuk Culex sp. adalah spesies yang
berkembangbiak pada tempat tempat penampungan air bersih di dalam maupun di
luar rumah.
1.2
Tujuan Praktikum
Tujuan praktikum ini adalah sebagai berikut:
1. Mencari
media yang optimum bagi Culex sp.
yang akan dikultur sehingga bisa dijadikan dasar dalam kultur Culex sp.
2. Mengetahui
pola perubahan populasi Culex sp.
II.
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1
Klasifikasi
Tingkatan takson pada nyamuk Culex Sp dalam klasifikasi adalah sebagai berikut:
Filum : Arthropoda
Kelas : Insekta
Ordo : Diptera
Famili : Cullicidae
Genus : Culex
Spesies : Culex Sp
(Ganda Husada, 1988: 217)
2.2
Morfologi
Nyamuk Culex sp.
mempunyai morfologi sebagai berikut:
1) Telur
Telur Culex sp.
berwarna hitam dengan ukuran ± 0,08 mm (Ditjen
PPM&PLP, 1992:4), berbentuk seperti sarang tawon (Sumarmo, 1988:22).
PPM&PLP, 1992:4), berbentuk seperti sarang tawon (Sumarmo, 1988:22).
2) Larva
Larva Culex sp.
mempunya ciri-ciri sebagai berikut:
(1)
Adanya corong udara pada segmen yang terakhir.
(2)
Pada segmen abdomen tidak ditemukan adanya rambut-rambut berbentuk kipas
(Palmatus hairs).
(3)
Pada corong udara terdapat pectin.
(4)
Sepasang rambut serta jumbai akan dijumpai pada corong (siphon).
(5)
Pada setiap sisi abdomen segmen kedelapan terdapat comb scale sebanyak 8-21
atau berjajar 1 sampai 3.
(6)
Bentuk individu dari comb scale seperti duri.
(7)
Pada sisi thorax terdapat duri yang panjang dengan bentuk kurva dan
adanya sepasang rambut di kepala.
adanya sepasang rambut di kepala.
Ada 4 tingkatan
perkembangan (instar) larva sesuai dengan pertumbuhan
larva yaitu:
larva yaitu:
(1)
Larva instar I; berukuran 1-2 mm, duri-duri (spinae) pada dada belum
jelas dan corong pernapasan pada siphon belum jelas.
jelas dan corong pernapasan pada siphon belum jelas.
(2)
Larva instar II; berukuran 2,5–3,5 mm, duri–duri belum jelas, corong
kepala mulai menghitam.
kepala mulai menghitam.
(3)
Larva instar III; berukuran 4-5 mm, duri-duri dada mulai jelas dan
corong pernapasan berwarna coklat kehitaman.
corong pernapasan berwarna coklat kehitaman.
(4)
Larva instar IV; berukuran 5-6 mm dengan warna kepala gelap.
3) Pupa
Pupa Culex sp.
berbentuk seperti koma, berukuran besar namun lebih ramping dibandingkan dengan
pupa spesies nyamuk lain.
4) Dewasa
Nyamuk Culex sp.
berukuran lebih kecil dibandingkan dengan spesies nyamuk lain. Badan, kaki dan
sayapnya berwarna dasar hitam dengan bintik - bintik putih. Jenis kelamin
nyamuk Culex sp. dibedakan dengan memperhatikan jumlah probosis. Nyamuk betina
mempunyai proboscis tunggal, sedangkan nyamuk jantan mempunyai probosis ganda
(Srisasi Gandahusada, dkk, 2000:218).
2.3
Siklus
hidup
Menurut (
DepKes RI, 1985 ) Siklus hidup nyamuk, sama dengan serangga-serangga yang lain
mengalami tingkatan (stadium) yang berbeda-beda siklus hidup nyamuk terdapat
empat stadium yaitu : (a) stadium telur, (b) stadium larva, (c) stadium pupa,
(d) stadium dewasa sebagai nyamuk yang hidup di alam bebas, sedangkan ke tiga
stadium yang di hidup dan berkembang biak di dalam air.
- Stadium telur.
Nyamuk akan meletakkan telur di tempat yang berair. Karena
air merupakan faktor utama, dimana tidak ada air telur tidak akan tumbuh dan
berkembang biak. Jika keadaan tempat sesuai dengan kebutuhan telur maka telur
2-3 hari, tetapi keadaan tidak sesuai dengan kebutuhan maka telur akan lama,
telur yang matang akan menjadi pupa. Ciri morfologi telur Culex Sp adalah bentuknya oval dan panjang tetapi kedua ujungnya
tumpul dan tanpa pengapung, dia biasanya berkelompok sehingga berbentuk seperti
rakit (Hastutiek dan Sasmita, 1992 : 8)
- Stadium larva
Hal
ini memperbesar tumbuhnya dan untuk melengkapi bulu-bulunya, sebelum larva
membutuhkan waktu kira-kira satu minggu dimana pertumbuhan dan perkembang
biakan larva dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah temperatur,
cukup atau tidaknya bahan makanan, misalnya digenangan rawa-rawa. Ciri
morfologi larva Culex Sp adalah
mempunyai sipon yang runcing dan tumpul lebih dari satu kumpulan rambut
(Hatutiek dan Sasmita, 1992 : 8)
- Stadium Pupa (Kepompong)
Pupa
adalah stadium terakhir dari nyamuk yang berada di dalam air. Stadium pupa ini
tidak memerlukan makanan dan pupa merupakan stadium dalam
keadaan Inaktif. Pada stadium ini terjadi pembentukan sayap sehingga setelah
cukup waktunya nyamuk yang keluar dari pupa dapat terbang, meskipun pupa dalam
keadaan Inaktif tidak berarti tidak ada proses kehidupan, pupa tetap memerlukan
zat-zat asam (O2) zat asam masuk tubuh pupa melalui corong napas. Pada stadium
ini berlangsung kira-kira 2 hari (Depkes RI, 1985 : 9)
- Stadium Dewasa
Dari kepompong akan keluar nyamuk /
stadium dewasa. Maka nyamuk jantan kemudian akan mengawini nyamuk betina
sebelum nyamuk betina tersebut mencari darah. Nyamuk betina yang akan
beristirahat untuk sementara waktu (1-2 hari) kemudian mencari darah. Setelah
perut penuh, nyamuk betina akan beristirahat lagi untuk menunggu proses
pemasakan dan pertumbuhan telurnya. (Depkes RI, 1985 : 8)
2.4
Reproduksi
Nyamuk Culex sp
bereproduksi dengan bertelur. Nyamuk Culex sp. betina dapat meletakkan telur
sampai 100 butir setiap datang waktu bertelur. Telur-telur tersebut diletakkan
di atas permukaan air dalam keadaan menempel pada dinding vertikal bagian dalam
tempat-tempat penampungan air. Nyamuk Culex sp. betina lebih menyukai tempat
penampungan air yang tertutup longgar untuk meletakkan telurnya dibandingkan
dengan tempat penampungan air yang terbuka, karena tempat penampungan air yang
tertutup longgar tutupnya jarang dipasang dengan baik sehingga mengakibatkan
ruang di dalamnya lebih gelap (Sumarmo,1988:21).
2.5
Habitat
culex sp
Habitat nyamuk Culex sp biasanya di dalam atau diluar rumah. Tempat lain
seperti gua-gua, sungai, parit-parit atau semak belukar. Selain itu ada pula
tempat hidup buatan seperti lubang dalam tanah yang sengaja dibuat atau kotak
diwarnai gelap yang di tempatkan di tempat-tempat yang biasa didatangi nyamuk.
(Depkes RI, 1985 : 12)
2.6
Kandungan
kimia dari media
a.
Batang
papaya
Kandungan kimia yang terdapat dalam batang pepaya
adalah: 25% atau lebih lemak campuran, 26,2% lemak, 24,3% protein, 17% serat,
15,5% karbohidrat, 8,8% abu dan 8,2% air (Kalie, 2008).
b.
Kubis
Secara umum , sebuah
kol segar mengandung air , protein , lemak , karbohidrat , serat , kalsium ,
fosfor , besi , besi , natrium , kalium , vitamin A , vitamin C , vitamin E ,
tiamin , riboflavin , nicotinamide , kalsium dan beta karoten. Selain itu , kol
mengandung senyawa sianohidroksibutena ( CHB ) , sulforafan dan iberin yang
merangsang pembentukan glutation , suatu enzim yang bekerja dengan cara
menguraikan dan membuang zat – zat beracun yang beredar didalam tubuh,
Tingginya kandungan vitamin C dalam kol ini dapat mencegah timbulnya Scorbut (
scury ) (Dwi, 2003).
c.
Kotoran
ayam
Kotoran ayam mempunyai
kadar unsur hara dan bahan organik yang tinggi serta kadar air yang rendah.
Setiap ekor ayam kurang lebih menghasilkan ekskreta per hari sebesar 6,6% dari
bobot hidup (Taiganides, 1977). Kotoran ayam memiliki kandungan unsur hara N
1%, P 0,80%, K 0,40% dan kadar air 55% (Lingga, 1986).
d.
Air
cucian beras
Air cucian beras yang
biasa disebut dengan leri mengandung karbohidrat, protein, dan vitamin B yang
biasanya terdapat pada pericarpus dan aleuron yang ikut terkikis, serta vitamin
B1 dan Thianin (Mouhyi, 1992).
e.
Batang
pisang
Tabel Komposisi Pelepah
Pisang:
III.
METODELOGI
3.1
Waktu
dan Tempat Praktikum
Praktikum Teknologi
Budidaya Pakan Hidup dilaksanakan pada tanggal 6- 16 Desember 2013 di
Laboratorium Perikanan Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.
3.2
Alat
dan Bahan
Adapun alat yang
digunakan pada praktikum ini adalah ember 10lt, dan kain kasa.
Adapun bahan yang
digunakan dalam praktikum ini adalah kotoran ayam, batang pisang, air cucian
beras, batang papaya, sayuran kubis yang direbus, dan air bersih 6 lt.
3.3
Prosedur
Kerja
Cara kerja pada
praktikum kali ini adalah:
1.
Bersihkan media
2.
Potong-potong media
3.
Bungkus media menggunakan kain kasaa.
4.
Letakkan ember ditempat sejuk kemudian
masukkan media yang sudah dibungkus kedalam ember.
5.
Pengamatan dilakukan 10 hari dan diamati
2 hari sekali tentang kepadatan culex sp dengan cara menggunakan saringan the
lalu dihitung berapa banyak culex yang terambil. Pengamatan dilakukan 3 kali
ulanyan kemudian dicatat
6.
Jika terjadi penysusutan air maka
ditambahkan air dan medianya sehingga tetap 6 lt.
IV.
HASIL
PEMBAHASAN
4.1
Hasil
Tabel 1. Hasil
pengamatan Culex. sp
Pengamatan ke-
|
Ulangan
|
||
1
|
2
|
3
|
|
1
|
0
|
0
|
2
|
2
|
2
|
3
|
2
|
3
|
3
|
3
|
2
|
4
|
4
|
3
|
3
|
5
|
4
|
2
|
3
|
Gambar 1. Grafik
Pertumbuhan Culex sp.
4.2
Pembahasan
Telah dilakukan
praktikum kultur culex sp pada berbagai media yaitu kotoran ayam, kol, batang
pisang, batang papaya, dan air cucian beras. Setiap media memiliki cirri khas
dan kandungan nutrisi yang berbeda yang dibutuhkan oleh larva culex sp. Dari
praktikum yang dilakukan diketahui bahwa setiap memiliki jumlah culex sp yang
berbeda jumlahnya. Hal tersebut dikarenakan perbedaan media yang diberikan.
Semua nyamuk harus
memiliki air yang untuk melengkapi siklus hidup mereka. Nyamuk dapat hidup
hampir di segala jenis air, dari air es yang mencair sampai air buangan yang
kotor. Jenis air dapat mengidentifikasikan jenis jentik nyamuk yang hidup
didalamnya. Juga, nyamuk-nyamuk dewasa menunjukkan preferensi yang sangat berbeda
untuk jenis sumber yang bertelur. Mereka bertelur secara berkala akan terus
menerus di lubang air, kolam, air pasang, rawa-rawa, pembuangan limbah, tambak,
irigasi padang rumput, kolam air hujan, dan lain-lain karena itu setiap spesies
memiliki persyaratan lingkungan yang unik untuk pemeliharaan siklus hidup
(Soedarto, dkk, 1989:35).
Nelson dkk (1974) yang
dikutip oleh Aji Bau (1999:2) menjelaskan bahwa nyamuk Culex sp. adalah spesies
yang berkembangbiak pada tempat tempat penampungan air bersih di dalam maupun
di luar rumah.
Nyamuk termasuk jenis
serangga yang masuk pada kelas Hexapoda
orde Diptera. Pada umumnya nyamuk
mengalami 4 tahap dalam siklus hidupnya (metamorfosis), yaitu telur, larva,
pupa dan dewasa. Nyamuk Aedes aegypti
mengalami metamorfosis sempurna, yaitu telur – larva – pupa – dewasa. Stadium
telur, larva dan pupa hidup didalam air, sedangkan stadium dewasa hidup diluar
air. Pada umumnya telur akan menetas dalam 1-2
hari setelah terendam dalam air pada suhu 30 °C, sementara pada suhu 16 °C telur akan menetas
dalam waktu 7 hari. Telur dapat bertahan lama tanpa media air dengan syarat
tempat tersebut lembab. Telur dapat bertahan sampai berbulan-bulan pada suhu -2
°C sampai 42 °C(Upik Kesumawati Hadi dan Susi Soviana, 2000:25). Stadium larva
berlangsung selama 6-8 hari. Stadium larva terbagi menjadi empat tingkatan
perkembangan atau instar. Instar I terjadi setelah 1-2 hari telur menetas,
instar II terjadi setelah 2-3 hari telur menetas, instar III terjadi setelah
3-4 hari telur menetas dan instar IV terjadi setelah 4-6 hari telur menetas
(Upik Kesumawati Hadi dan Susi Soviana, 2000:25). Pertumbuhan
dan perkembangan jentik dipengaruhi beberapa faktor, diantaranya adalah
temperatur, cukup tidaknya bahan makanan, ada tidaknya predator dalam ai, dan
lain sebagainya.
Stadium berikutnya
adalah stadium pupa yang berlangsung 2 hari. Lama waktu stadium pupa dapat diperpanjang dengan menurunkan
suhu pada tempat perkembangbiakan, tetapi pada suhu yang sangat rendah dibawah
10 °C pupa tidak mengalami perkembangan (Upik Kesumawati Hadi dan Susi Soviana,
2000:25).
Kemudian menjadi nyamuk
dewasa dan siklus tersebut akan berlangsung kembali. Dalam kondisi yang
optimal, perkembangan dari stadium telur sampai menjadi nyamuk dewasa memerlukan
waktu sedikitnya 9 hari. Induk nyamuk biasanya meletakkan telur nyamuk pada
tempat yang berair dan tidak mengalir. Pada tempat kering, telur nyamuk akan
rusak dan mati. Kebiasaan meletakkan telur dari nyamuk berbeda-beda tergantung
dari jenisnya (Ditjen PPM&PL,
2001:21).
Nyamuk Culex sp. betina dapat meletakkan telur sampai 100
butir setiap datang waktu bertelur. Telur-telur tersebut diletakkan di atas
permukaan air dalam keadaan menempel pada dinding vertikal bagian dalam
tempat-tempat penampungan air. Nyamuk Culex sp. betina lebih menyukai tempat
penampungan air yang tertutup longgar untuk meletakkan telurnya dibandingkan
dengan tempat penampungan air yang terbuka, karena tempat penampungan air yang
tertutup longgar tutupnya jarang dipasang dengan baik sehingga mengakibatkan
ruang di dalamnya lebih gelap (Sumarmo,1988:21).
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perkembangan nyamuk
antara lain:
a. Iklim
a. Iklim
Nyamuk Indonesia sudah beradaptasi terhadap lingkungan dan
iklim dengan kelembaban tinggi. Nyamuk tumbuh optimum pada suhu 25-270C.
Pertumbuhan terhenti pada suhu 400C. Umumnya nyamuk tidak dapat bertahan lama
bila suhu lingkungannya meningkat 5-60C. Kelembaban kurang dari 60% dapat
memperpendek umur nyamuk
b.Hujan
Hujan mempengaruhi perkembangan nyamuk melalui 2 cara yaitu
meningkatkan kelembaban nisbi udara dan menambah jumlah tempat perkembangbiakan
nyamuk. Curah hujan yang lebat akan membersihka nyamuk, sedangkan curah hujang
sedang tetapi jangka waktunya lama dapat memperbesar kesempatan nyamuk
berkembang biak .
c.Angin
Angin mempengaruhi evaporasi air dan suhu udara. Nyamuk mulai masuk perangkap pada kecepatan kurang dari 5,4 m/detik.
Angin mempengaruhi evaporasi air dan suhu udara. Nyamuk mulai masuk perangkap pada kecepatan kurang dari 5,4 m/detik.
d.Tumbuhan
Tumbuhan sebagai tempat peletakkan telur. Aedes aegypti
senang meletakkan telur pada tumbuhan terapung atau menjulang di permukaan air
Terdapat beberapa jenis
jentik nyamuk, tergantung jenis nyamuk induknya. Bagi dunia perikanan, jentik
nyamuk dapat digunakan sebagai pakan ikan, jentik nyamuk tersebut dapat
dikonsumsi oleh ikan cupang. Jentik berumur 2—3 hari sangat cocok untuk cupang
berumur 2—3 bulan. Kandungan nutrisi yang terkandung dalam jentik nyamuk cukup
tinggi dan baik bagi ikan yaitu protein 15,58%; lemak 7,81%; serat 3,46%; dan
abu 1,4%.
V.
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang didapatkan dari praktikum ini adalah
sebagai berikut :
1. Larva
culex sp dapat hidup pada berbagai media yang digunakan namun berbeda
jumlahnya.
2. Media yang
paling baik yaitu sayuran kol yang telah direbus, karena memiliki nutrisi yang
cocok serta sesuai dengan yang dibutuhkan culex sp dalam berkembang biak.
3. Terdapat
beberapa factor yang mempengaruhi budidaya culex sp yaitu lingkungan, air,
iklim, dan wadah budidaya.
5.2 Saran
Untuk kegiatan praktikum budidaya culex sp selanjutnya
disarankan untuk dilakukan ditempat yang lebih sesuai.
DAFTAR
PUSTAKA
Aji
Bau. 1999. Uji Efikasi Daun Tumbuhan Paitan (Tithonia diversifolia Grey)
Terhadap Larva Culex sp. di Laboratorium. Skripsi. FKM UNDIP Semarang.
Terhadap Larva Culex sp. di Laboratorium. Skripsi. FKM UNDIP Semarang.
Dinkes
DKI. 2003. Demam Berdarah. http://www.DinkesDKI.com
(Accested 20 Agustus 2005).
Ditjen
PPM&PL. 2001. Pedoman Pelaksanaan Surveillans Vektor. Jakarta: Depkes RI.
Gandahusada,S;
Ilahude,H dan Pribadi,W. 1998. Parasitologi Kedokteran. Edisi Tiga. Jakarta: FK
UI
Mouhti,
Sjahmen. 1992. Makanan Institusi dan Jasa Boga. Bharatara: Jakarta.
Lampiran
1. Foto Kegiatan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar