|
|
||||||
|
RINGKASAN
Ketersediaan lahan
dan air untuk proses akuakultur semakin terbatas dengan pertambahan penduduk
dan pembangunan. Budidaya ikan juga tidak terlepas dari limbah yang dihasilkan,
yaitu sisa pakan, feses, dan hasil
aktivitas metabolisme ikan. Inovasi teknologi diperlukan untuk mengantisipasi
penurunan produksi akuakultur akibat penyusutan lahan budidaya dan penurunan
kualitas perairan. Inovasi teknologi yang diterapkan yaitu budidaya ikan
terintegrasi dengan tanaman melalui sistem FIMTA. FIMTA memanfaatkan organism
trofik tingkat rendah seperti kerang dan tanaman untuk mereduksi limbah dari
hewan trofik tingkat tinggi seperti ikan. Sistem ini digunakan organisme filter
dan pemanfaat limbah hasil buangan yaitu kijing dan tanamannya yaitu kangkung,
sedangkan untuk komoditas utamanya yaitu ikan lele.
Praktikum ini
dilaksanakan pada tanggal 22 September 2013- 13 Januari 2014 bertempat di
belakang Gedung K Budidaya Perairan Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.
Hasilnya yaitu pertumbuhan rata-rata tiap Kelompok hampir merata, tingkat
kelangsungan hidup ikan tertinggi yaitu pada Kelompok 1 sebesar 83%, sedangkan
untuk kerang yang paling tinggi yaitu pada kelompok 5 sebesar 80%. Pada bobot
mutlak terbesar yaitu pada Kelompok 2 sebesar 23 sedangkan yang terendah yaitu
pada Kelompok 4. FCR tertinggi ada
pada Kelompok 1 sebesar 2 sedangkan yang terendah yaitu pada Kelompok 3. Dan
pada produksi ikan terbesar yaitu Kelompok 2 dan tanaman terbesar yaitu pada
Kelompok 6.
Dengan hal tersebut
terbukti bahwa teknologi budidaya terintegrasi seluruh buangan bahan organik
dapat dikurangi bahkan dimanfaatkan untuk meningkatkan produktivitas lahan
perairan marjinal dan menjaga stabilitas lingkungan perairan habitatnya.
Sehingga selain mendapatkan hasil budidaya yang meningkat juga memperoleh
keuntungan dari kangkung dan kerang dari hasil budidaya.
PENDAHULUAN
Ketersediaan lahan dan air untuk proses
akuakultur semakin terbatas seiring dengan pertambahan penduduk dan
perkembangan pembangunan. Pertumbuhan penduduk yang diikuti dengan meningkatnya
kegiatan industri, pertanian, dan pemukiman telah menggusur lahan budidaya,
sehingga dari tahun ke tahun luasnya semakin berkurang (Boyd & Linchtkoppler,
1982).
Aktivitas budidaya ikan tidak terlepas
dari limbah yang dihasilkan, terutama dari sisa pakan, feses, dan hasil
aktivitas metabolisme ikan. Pada sistem budidaya tanpa pergantian air (zero
water exchange) seperti pada kolam air tenang, konsentrasi limbah budidaya
seperti amonia (NH3), nitrit (NO2), dan CO2 akan meningkat sangat cepat dan
bersifat toksik bagi organisme budidaya (Surawidjaja, 2006).
Limbah budidaya ikan yang merupakan
hasil aktivitas metabolisme banyak mengandung amonia (Effendi, 2003). Ikan
mengeluarkan 80- 90% amonia (N-anorganik) melalui proses osmoregulasi,
sedangkan dari feses dan urine sekitar 10-20% dari total nitrogen (Rakocy et
al., 1992 dalam Sumoharjo, 2010). Akumulasi amonia pada media
budidaya merupakan salah satu penyebab penurunan kualitas perairan yang dapat
berakibat pada kegagalan produksi budidaya ikan.
Inovasi teknologi diperlukan untuk
mengantisipasi penurunan produksi akuakultur akibat penyusutan lahan budidaya
dan penurunan kualitas perairan. Inovasi teknologi tersebut diharapkan mampu
mengurangi limbah dan meningkatkan produktifitas persatuan luas lahan budidaya.
Salah satu inovasi teknologi yang dapat diterapkan yaitu budidaya ikan yang
terintegrasi dengan tanaman melalui sistem FIMTA.
IMTA adalah salah satu bentuk dari
budidaya Laut dengan memanfaatkan penyediaan pelayanan ekosistem oleh organisme
trofik rendah (seperti kerang dan rumput laut) yang disesuaikan sebagai
mitigasi terhadap limbah dari organisme tingkat trofik tinggi (seperti ikan)
(White, 2007 dalam Jianguang et al, 2009).
IMTA dapat digunakan hamper seluruh
wadah budidaya baik laut maupun darat karena konsep keseimbangan ekosistem yang
diterapkan. IMTA pertama kali diterapkan di Norwegia dengan memanfaatkan
salmon, kelp dan kerang (Coppin. 2006 dalam Jinguang et al, 2009). IMTA
telah ditetapkan diberbagai Negara salah satunya di Kanada. IMTA di Kanada
memanfaatkan remis, salmon dan rumput laut ( Jinguang et al. 2009).
Pemilihan komoditas memegang peranan
penting dalam merencanakan dan mendapatkan hasil sesuai dengan apa yang
diinginkan. Ikan lele merupakan komoditas perikanan darat yang memiliki nilai
jual baik serta pertumbuhan cepat (Sasongko, 2012). Sedangkan untuk tanaman
yang bisa dimanfaatkan sebaiknya mempunyai nilai ekonomis, misalnya bayam
hijau, bayam merah, kangkung, dan selada. Tanaman yang umumnya digunakan yaitu
kangkung, karena harga jual dan permintaan yang cukup tinggi. Kangkung merupakan
tanaman dengan akar yang tidak terlalu kuat dan dalam pemeliharaanya memerlukan
air secara terus menerus (Nugroho dan Sutrisno, 2008). Selain itu, kangkung
juga mudah dibudidayakan dengan waktu panen yang cukup singkat. Sedangkan untuk
limbah dalam bentuk suspense atau small POM dimanfaatkan oleh hewan biofilter
seperti kerang-kerangan dalam hal ini menggunakan kijing ( Jinguang et al.
2009).
Oleh karena itu, untuk mengetahui secara
pasti keefektifan system FIMTA pada produksi budidaya perairan maka
dilakukanlah praktikum ini.
MATERI DAN METODE
Praktikum ini dilaksanakan pada tanggal
22 September 2013- 13 Januari 2014 bertempat di belakang Gedung K Budidaya
Perairan Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.
Adapun alat dan bahan yang digunakan yaitu: cangkul, cutter, 30 buah karung bekas,
terpal 4 x 6m, streofom 4x1,5 m, gelas air mineral, keranjang buah, timbangan
digital, penggaris, ember, perokan ikan, bibit ikan lele 600 ekor, 300 ekor
kijing air tawar, 20 ikat kangkung, pakan ikan PF-1000 (7 kg) dan H-1 (5kg), pupuk
kotoran hewan. Dalam praktikum ini kolam dibuat dengan luas 2x3m diberi
perlakuan dengan menebarkan bibit ikan lele sebanyak 600 ekor serta diletakkan
300 ekor kijing air tawar didalam keranjang buah dan permukaan kolam ditutupi oleh
20 ikat kangkung yang diletakkan pada streofom.
Tahapan proses pada praktikum ini yaitu
yang pertama membuat desain kolam. Kolam didesain dengan ukuran 3x2x1m, kolam
dibuat dengan kolam tanah yang dilapisi dengan terpal, pada permukaan
diletakkan tanaman dengan menutupi 40% luas permukaan kolam, selanjutnya pada
bagian dasar kolam diletakkan keranjang berisi kijing 300 ekor. Setelah
pembutan desain maka dilakukan pembuatan kolam dengan terlebih dahulu melakukan
penggalian tanah, lalu kolam tanah dilapisi dengan terpal. Kemudian kolam diisi
dengan air hingga ¾ volume kolam. Selanjutnya dilakukan pemupukan selama satu
minggu. Baru setelah itu benih lele dimasukkan, setelah satu minggu kemudian
kijing dan tanaman air ditempatkan dalam kolam. . Lalu beri pakan pelet pada
pagi dan sore hari serta amati pertumbuhan ikan (berat dan panjang) setiap
3hari sekali.
Pada praktikum ini dilakukan pengamatan
parameter biologi ikan yang meliputi kelangsungan hidup (SR), laju pertumbuhan spesifik (SGR), rasio konversi pakan
(FCR), pertumbuhan bobot mutlak dan hasil
produksi dihitung dari jumlah pakan dan bobot selama pemeliharaan,
serta biomasa tanaman.
Pengukuran biologi ikan dilakukan setiap
10 hari sekali dengan jumlah sampel 25
ekor dari setiap kolam, terdiri dari kelangsungan hidup (SR), laju pertumbuhan spesifik (SGR), konversi pakan (FCR)
dan pertumbuhan bobot mutlak sedangkan
parameter hasil produksi dilakukan pada akhir penelitian.
Untuk mengetahui
tingkat kelangsungan hidup ikan yang dibudidayakan (survivalrate/SR)
digunakan Persamaan (Effendi, 2004):
Keterangan: SR :
Kelangsungan hidup/Survival Rate
(%) Nt : Jumlah benih ikan akhir/panen
(ekor)
No : Jumlah benih ikan awal/penebaran
(ekor).
Pertumbuhan bobot mutlak
adalah selisih bobot total tubuh ikan pada akhir pemeliharaan dan awal pemeliharaan,
dirumuskan sebagai berikut (Effendi, 2004):
Keterangan:
|
Wm
|
:Bobot mutlak
ikan(g)
|
|
Wt
W0
|
:Bobot rata-rata
ikan pada saat akhir (g)
:Bobot rata-rata
ikan pada saat awal (g)
|
Menurut Effendy (2004), Feed Convertion Ratio adalah suatu ukuran yang menyatakan ratio jumlah pakan yang dibutuhkan untuk menghasilkan
1 kg ikan kultur,
dirumuskan sebagai berikut:
FCR : Food Convertion Ratio.
Bo
: Biomassa ikan pada saat awal
(g)
Bt
:Biomassa ikan pada saat akhir
(g)
Bd
:Biomassa ikan mati (g)
F :Jumlah
pakan yang dikonsumsi
Untuk
mengetahui laju pertumbuhan
spesifik digunakan persamaan (Huisman, 1979):
Keterangan:
SGR :
Laju pertumbuhan spesifik (Spesific
Growth Rate) (%/hari) Wt : Bobot rata-rata ikan pada saat akhir (g)
W0 : Bobot rata-rata ikan pada saat
awal (g)
t : Masa pemeliharaan
(hari)
Hasil produksi biomass ikan dan kerang yang dipanen dihitung dengan menggunakan rumus Effendi (2004) :
Keterangan: P
: Produksi
W
:Bobot rata-rata
N :Jumlah populasi
Sedangkan
produksi biomasa tanaman dihitung dengan persamaan:
Keterangan: P : Produksi Tanaman
Wp :Berat Biomasa Tanaman setiap panen
N :JumlahPemanenan selama pemeliharaan
Data yang diperoleh dari hasil penelitian
kemudian ditabulasi dan dianalisis menggunakan
bantuan perangkat lunak Microsoft Excel 2007.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Telah dilakukan praktikum rekayasa dan teknologi budidaya
perairan. Adapun praktikum ini yaitu menerapkan system budidaya perairan yang
terintegrasi antara ikan, kerang, dan tanaman dalam satu wadah budidaya. Komoditas
yang digunakan dalam praktikum ini yaitu ikan lele (Clarias sp), kijing, dan kangkung. Hasil yang diperoleh yaitu
sebagai berikut:
Grafik
1. Pertumbuhan rata-rata ikan.
Dari
grafik diketahui bahwa pertumbuhan rata-rata tiap Kelompok hamper merata.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa peretumbuhan ikan setiap Kelompok tidak
terdapat perbedaan yang signifikan. Pada pertumbuhan, banyak factor yang
mempengaruhinya, Ariandhana (2010) menekankan salah satu faktor yang sangat
penting bagi pertumbuhan adalah cahaya yang meliputi spektrum warna, intensitas
dan fotoperiode. Al Jerian dan Younis (1998) mengemukakan bahwa
fotoperiode bertindak sebagai rangsangan
endogen nafsu makan dan pertumbuhan. Ikan
nokturnal seperti lele dumbo (Khairuman, 2010) akan bergerak cenderung
menjauhi sumber cahaya dan aktif bergerak mencari makan pada saat kondisi
lingkungan gelap (Sudirman dan Malawa, 2004) sehingga tingkat keaktifan ikan
dalam mencari makan menjadi lebih
tinggi, dan asupan pakan meningkat. Meningkatnya asupan pakan memicu peningkatan
pertumbuhan berat, semakin banyak pakan yang dikonsumsi maka pertumbuhan
semakin tinggi (Meshella, 2013).
Gravik 2. Tingkat Kelangsungan Hidup
Ikan dan Kerang
Dari grafik
tersebut diketahui bahwa tingkat kelangsungan hidup ikan lebih tinggi
dibandingkan dengan kerang. Tingkat kelangsungan hidup ikan tertinggi yaitu
pada Kelompok 1 sebesar 83%, sedangkan untuk kerang yang paling tinggi yaitu
pada Kelompok 5 sebesar 80%. Effendie (1997) menyatakan bahwa survival rate dipengaruhi
oleh faktor biotik yaitu persaingan, parasit, umur, predator, kepadatan dan
penanganan manusia, sedangkan faktor abiotik adalah sifat fisika dan kimia
dalam perairan yang meliputi kealitas air (Medinawati, dkk. 2011). Sedangkan faktor
lingkungan yang mempengaruhi kehidupan kijing adalah suhu, pH,10 oksigen,
endapan lumpur, dan fluktuasi permukaan air (Prihartini 1999).
Grafik 3. Bobot mutlak Ikan.
Bobot mutlak ikan
setiap Kelompok berbeda, dari grafik diketahui bahwa bobot mutlak terbesar
yaitu pada Kelompok 2 sebesar 22 sedangkan yang terendah yaitu pada Kelompok 4.
Menurut Effendie (1979), pengukuran pertumbuhan bobot mutlak dilakukan secara
periodik dari awal hingga akhir penelitian dengan menimbang bobot biomassa ikan.
Grafik 4. Feed Convertion Ratio
FCR merupakan rasio ikan dalam mengkonsumsi pakan. Dari grafik
diketahui FCR tertinggi ada pada Kelompok 1 sebesar 3.4 sedangkan yang terendah
yaitu pada Kelompok 3 sebesar 1.1. Keadaan lingkungan,
kualitas dan kuantitas pakan serta kondisi ikan itu sendiri mempengaruhi pertumbuhan
ikan, dan memiliki kaitan dengan tinggi rendahnya konversi pakan yang
dihasilkan (Niagara, 1994). Semakin rendah nilai konversi pakan, semakin
sedikit yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1 kg daging ikan. Artinya, semakin
efisien pakan tersebut diubah menjadi daging, (Effendie, 1979).
Grafik 5. Spesific Growth Rate
Laju Pertumbuhan
Spesifik menunjukkan tingkat pertumbuhan ikan dalam kolam selama budidaya. SGR
tertinggi yaitu pada Kelompok 5 sebesar 109%, sedangkan yang terendah yaitu
pada Kelompok 4 sebesar 99%.
Grafik 6. Produksi Biomassa Ikan dan
tanaman
Produksi biomassa ikan
lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman. Produksi ikan tertinggi ada pada
Kelompok 2 yaitu sebesar 2300 dan untuk tanaman yaitu pada Kelompok 6 sebesar
6000. Banyak factor yang mempengaruhi produksi, sedangkan dalam system ini
antar komoditas memiliki kaitan yang penting yang mempengaruhi produksi
komoditas lainnya. Salah satu kendala penyebab kegagalan budidaya ikan lele
adalah penyakit akibat pathogen. Salah satu penyebab utama peningkatan populasi
patogen adalah adanya pencemaran air oleh penumpukan sisa pakan dan kotoran
yang membusuk pada dasar kolam (Sasongko, 2012). Ikan mengeluarkan 80- 90%
amonia (N-anorganik) melalui proses osmoregulasi, sedangkan dari feses dan
urine sekitar 10-20% dari total nitrogen (Rakocy et al., 1992 dalam Sumoharjo,
2010).
Menurut
Pillay (1992) Produksi ammonia pada ikan terutama tergantung pada protein yang
masuk dan efisiensi metabolisme dari ikan, dan dipengaruhi oleh tingkat kelarutan
ammonia dalam air. Namun dalam system ini digunakan tanaman air yang menurut Dwiyanti (2008) dan Reed (2005) bahwa tanaman air mempunyai kemampuan untuk menyerap bahan
organic yaitu terjadi proses penyaringan dan penyerapan oleh akar dan
batang tanaman air, pertukaran dan penyerapan ion, menstabilkan pengaruh iklim,
angin, cahaya matahari dan suhu (Stowel, 2000). Kangkung akan menyerap zat-zat
beracun yang terdapat di lingkungan sekitarnya (Nazaruddin, 1999) sehingga
mampu mereduksi limbah nitrogen budidaya ikan hingga 58% (Setijaningsih, 2009).
Selain itu juga digunakan kerang kijing, Kijing bersifat filter feeder yaitu
Volume air yang dapat disaring oleh kerang adalah 1,44 liter/individu
dewasa/jam.
SIMPULAN
Adapun
kesimpulan dari praktikum ini yaitu dalam teknologi budidaya terintegrasi
seluruh buangan bahan organik dapat dikurangi bahkan dimanfaatkan untuk
meningkatkan produktivitas lahan perairan marjinal dan menjaga stabilitas
lingkungan perairan habitatnya. Hal ini sudah terbukti pada kolam dimana
spesimen yang dipeliharan secara terintegrasi telah memanfaatkan buangan limbah
organik dalam perairan dimana bahan organik sisa pakan dan kotoran dari ikan
dapat larutan inorganiknya dimanfaatkan untuk pertumbuahan kangkung sebagai
pupuk dan limbah organiknya dimanfaatkan kerang (kijing). Keberadaan kangkung
juga telah menambah kadar oksigen di siang hari. Demikian halnya dengan limbah
organik yang dimanfaatkan kerang selain menjadikan kolam lebih jernih juga
produktivitas kolam dapat meningkat dengan adanya tambahan pendapatan dari
kerang.
PUSTAKA
Boyd & Linchtkoppler. 1982. Water Quality Development Series no
22. International Center for Aquaculture. Aquaculture Experiment Station,
Auburn. Alabama.
Dewi, Putri aurena. 2008. Jurnal: Peran metabolism pada ikan terhadap
kadar ammonia pada perairan. Universitas Brawijaya. Malang.
Diver S. 2006. Aquaponic-integration hydroponic with aquaculture.
National Centre of Appropriate Technology. Department of Agriculture’s Rural Bussiness
Cooperative Service. P. 28.
Dwiyanti,
devi. 2008. Jurnal:Efektifitas
Biofilter dengan Tanaman Air dalam Sister Resirkulasi Tertutup. Widya Graha
LIPI. Jakarta.
Effendi H. 2003. Telaah
Kualitas Air. Kanisius. Jogjakarta.
_______ . 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama. Bogor.
Effendie, ,M.I. 1979. Metode Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sri.
Bogor.
Guntur, Yusuf. 2008. Jurnal:Bioremidasi Limbah
Dengan Tanaman Air. Universotas Islam Makasar. Makasar.
Jinguang,.
et al. 2009. Development IMTA
(Integrated Multi Trophic Aquaculture) in Sungo Bay, China. Yellow Sea
Fisheries Research Institute, Qingdao. China.
Khairuman., Amri, K.. dan Sihombing,T. 2008. Budidaya Lele Dumbo di
Kolam Terpal. Agromedia Pustaka. Jakarta
Lingga, Ruri. 2009. Jurnal. Pengaruh perbedaan spesies ikan terhadap
kelarutan ammonia pada satu perairan. Media Litbang. Suawesi Tengah.
Maeshella, Belly. 2013. e-Jurnal
Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan : Pengaruh Photoperiod terhadap Pertumbuhan Lele (Clarias gariepinus).
Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Medinawati,
dkk. 2011. Jurnal: Pengaruh Pemberian Pakan Berbeda terhadap
Pertumbuhan Lele Dumbo(Clarias gariepinus). Media Litbang. Sulawesi
Tengah.
Nazaruddin. 1999. Budi Daya dan Pengaturan Panen Sayuran Dataran
Rendah. Jakarta. Penebar Swadaya.
Nugroho E. & Sutrisno. 2008. Budidaya Ikan dan Sayuran dengan
Sistem Akuaponik. Jakarta. Penebar swadaya.
Pillay,
T.V.R. 1992. Aquaculture and The Environment. Fishing News Book. England. 189p.
Rakocy J.E., Masser M.P., & Losordo T.M. 2006. Recirculating
aquaculture tank production systems: aquaponics—integrating fish and plant
culture. Southern Regional Aquaculture Center, United States Department of
Agriculture, Cooperative State Research, Education, and Extension Service.
Ratananada,
Ruly. 2011. Jurnal: Penentuan Waktu
Resistensi Akuaponik Pada Budiday ikan Nila (Oreochromis sp).IPB. Bogor.
Reed, S.C., E.J. Midlebrooks and R.W Crites. 2005. Natural System
of Waste Management and Treatment McGraw Hill Book Company. New York
Sasongko,
Bayu. 2012. Jurnal: Pengaruh pemberian karagenan melalui pakan terhadap
imunitas ikan lele. IPB. Bogor
Schwartz, M.F. and Boyd, C.E. 1994. Effluent Quality During
harvest of Channel Catfish from Watershed Ponds. Prog. Fish-Cult. 56: 25-32.
Setijaningsih L. 2009. Peningkatan produktivitas kolam melalui
perbedaan jarak tanam tanaman akuaponik pada pemeliharaan ikan mas (cyprinus
carpio). Laporan Hasil Riset Perikanan Budidaya Air Tawar Bogor Tahun 2009.
Sugiharto. 2003. Dasar-Dasar
Pengolahan Air Limbah. Universitas Indonesia. Jakarta
Suhendar,
Soechomor. 2010. Jurnal: Pengembangan
Prototipe Teknologi Budidaya Ikan Nila Unggul Terintegrasi "Integrated
Multi-Trophic Aquaculture (IMTA)" Hemat Air di Lahan Tambak. Pusat
Teknologi Produksi Pertanian Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Jakarta.
Jakarta
Sulastri.
2011. Jurnal: Pengaruh Kijing terhadap biofilter perairan pada budidaya ikan
darat. IPB. Bogor.
Surawidjaja E.H. 2006. Akuakultur berbasis ―trophic level‖:
revitalisasi untuk ketahanan pangan, daya saing ekspor, dan kelestarian
lingkungan. Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Ilmu Akuakultur.
Triana,
Dewi. 2012. Jurnal: Penngaruh budidaya terpadu antar kerang air tawar dengan
ikan nila terhadap kualitas air. IPB. Bogor.
Tyson R.V. 2007. Reconciling pH for ammonia biofiltration in a
cucumber/tilapia aquaponics system using a perlite medium. [Disertasi].
University of Florida.
Untung,
O. 2003. Hidroponik Sayuran Sistem NFT (Nutrtient Film Technique). Penebar
Swadaya. Jakarta.
Wibowo,
Tri. 2009. Jurnal: pengaruh jenis pakan terhadap jumlah protein pada ammonia
ikan. IPB. Bogor.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar