Rabu, 30 Oktober 2013

GENETIKA POPULASI IKAN GUPPY HASIL BUDIDAYA (Laporan Praktikum Genetika pada Ikan)







GENETIKA  POPULASI IKAN GUPPY HASIL BUDIDAYA
(Laporan Praktikum Genetika pada Ikan)













Oleh :
WIDI INDRA KESUMA
1114111058














JURUSAN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2013




PENDAHULUAN



Latar Belakang
Frekuensi alel dan frekuensi genotype berhubungan satu sama lain. Hal ini dapt dibuktikan dengan hokum Hardy-Weinberg. Hukum Hardy-Winberg mengemukakan bahwa frekuensi alel dalam suatu kelompok akan tetap dari generasi ke generasi selanjutnya. Untuk mengamati kesesuaian hokum Hardy-Weinberg dilakukan praktikum pengamatan sifat attached ear-lobe, crown hair whorl, tongue rolling dan widow’s peak dalam kelas peserta praktikum genetika.
Genetika populasi adalah salah satu cabang ilmu genetika yang mempelajari variasi genetik dalam suatu populasi. Genetika populasi mengenali arti penting dari sifat kuantitatif, karena cara menentukan penyebaran alel tersebut dilakukan secara matematis. Ilmu genetika populasi telah mempersatukan Mendelisme dan Darwinisme pada tahun 1930-an. Teori yang dikemukakan oleh Darwin pada masa-masa tersebut kurang dapat menjelaskan bagaimana variasi acak muncul dalam suatu populasi, namun tetap bertanggungjawab terhadap pewarisan tersebut dari induk kepada keturunan. Mendel pada masa-masa tersebut telah menjelaskan prinsip dasar pewarisan sifat yang dapat menyelesaikan permasalahan pada teori Darwin (Campbell dkk. 2003: 21- -22).

Genetika populasi sebagai cabang ilmu dari genetika banyak diaplikasikan dalam kehidupan. Genetika populasi dapat digunakan untuk memprediksi sebaran genotipe dari frekuensi gen yang telah diketahui. Salah satu saja frekuensi dari suatu gen diketahui dapat digunakan untuk memprediksi frekuensi gen yang lain. Hal tersebut dapat diaplikasikan dalam mendiagnosa penyakit genetik sebab frekuensi-frekuensi gen pembawa penyakit perlu untuk dihitung (Sofro 1994: 45 - - 46).

Kumpulan gen dalam suatu populasi dapat dipahami melalui Hukum Hardy-Weinberg. Hukum tersebut diambil dari nama dua orang saintis pada tahun 1908, yaitu G.H. Hardy dan Wilhelm Weinberg. Hukum tersebut mengemukakan bahwa frekuensi alel dan frekuensi genotipe dalam kumpulan gen suatu populasi tetap konstan selama beberapa generasi, kecuali jika ada yang bertindak sebagai agen lain selain rekombinasi seksual. Prinsip tersebut dalam arti lain menyatakan bahwa pergeseran seksual alel akibat meiosis dan fertilisasi acak tidak mempengaruhi keseluruhan struktur genetik pada populasi (Campbell dkk. 2003: 23).

Keadaan kumpulan gen dalam suatu populasi yang berada dalam keadaan seimbang dinyatakan sebagai kesetimbangan Hardy-Weinberg. Keadaan-keadaan tersebut diperlukan untuk mempertahankan kesetimbangan Hardy-Weinberg dalam populasi. Hukum Hardy-Weinberg berlaku pada populasi yang berukuran besar karena tidak akan terjadi hanyutan genetik yang dapat mengubah frekuensi alel.Populasi harus terisolasi dari populasi lain agar tidak terjadi migrasi yang dapat mengubah kumpulan gen. Populasi juga tidak mengalami mutasi dan seleksi alam karena kumpulan gen juga dapat berubah karena kedua peristiwa tersebut. Perkawinan yang dilakukan oleh individu-individu pada populasi tersebut harus dilakukan secara benar-benar acak agar menghasilkan kombinasi alel yang reproduktif (Campbell dkk. 2003: 25).

Oleh karena untuk mengetahu suatu genotip yang terjadi serta sifat yang diturunkan oleh induk pada keturunannya dalam suatu populasi ikan maka dilakukanlah praktikum ini.

Adapun praktikum ini bertujuan adalah membuat perhitungan kemungkinan kemunculan warna pasangan induk yang menghasilkan larva ikan tersebut dan jumlah induk yang melakukan pemijahan.


Tinjauan Pustaka

Pola pewarisan suatu sifat tidak selalu dapat dipelajari melalui percobaan persilangan buatan. Pada tanaman keras atau hewan-hewan dengan daur hidup panjang seperti gajah, misalnya, suatu persilangan baru akan memberikan hasil yang dapat dianalisis setelah kurun waktu yang sangat lama. Demikian pula, untuk mempelajari pola pewarisan sifat tertentu pada manusia jelas tidak mungkin dilakukan percobaan persilangan. Pola pewarisan sifat pada organisme-organisme semacam itu harus dianalisis menggunakan data hasil pengamatan langsung pada populasi yang ada. Seluk-beluk pewarisan sifat pada tingkat populasi dipelajari pada cabang genetika yang disebut genetika populasi. Ruang lingkup genetika populasi secara garis besar oleh beberapa penulis dikatakan terdiri atas dua bagian, yaitu deduksi prinsip-prinsip Mendel pada tingkat populasi, dan mekanisme pewarisan sifat kuantitatif (Stansfield, 1991).

Untuk mempelajari pola pewarisan sifat pada tingkat populasi terlebih dahulu perlu difahami pengertian populasi dalam arti genetika atau lazim disebut juga populasi Mendelian. Populasi mendelian ialah sekelompok individu suatu spesies yang bereproduksi secara seksual, hidup di tempat tertentu pada saat yang sama, dan di antara mereka terjadi perkawinan (interbreeding) sehingga masing-masing akan memberikan kontribusi genetik ke dalam lungkang gen (gene pool), yaitu sekumpulan informasi genetik yang dibawa oleh semua individu di dalam populasi. Deskripsi susunan genetik suatu populasi mendelian dapat diperoleh apabila kita mengetahui macam genotipe yang ada dan juga banyaknya masing-masing genotipe tersebut. Sebagai contoh, di dalam populasi tertentu terdapat tiga macam genotipe, yaitu AA, Aa, dan aa. Maka, proporsi atau persentase genotipe AA, Aa, dan aa akan menggambarkan susunan genetik populasi tempat mereka berada. Adapun nilai proporsi atau persentase genotipe tersebut dikenal dengan istilah frekuensi genotipe. Jadi, frekuensi genotipe dapat dikatakan sebagai proporsi atau persentase genotipe tertentu di dalam suatu populasi. Dengan perkataan lain, dapat juga didefinisikan bahwa frekuensi genotipe adalah proporsi atau persentase individu di dalam suatu populasi yang tergolong ke dalam genotipe tertentu (Campbell, 2002).

Hardy-Weinberg menyatakan bahwa bila suatu populasi dalam keadaan seimbang, maka baik frekuensi alel atau genotipe akan konstan dari generasi ke generasi. Selanjutnya temuan ilmuan itu disebut sebagai prinsip keseimbangan Hardy-Wenberg. Seperti diketahui, fenotipe yang berbeda sering kali mempunyai nilai ekonomis yang berbeda, dan apabila ini terjadi maka diharapkan untuk mengubah frekuensi dari alel-alel yang memproduksi fenotipe, peningkatan frekuensi alel tersebut mengontrol fenotipe yang diinginkan dan mengurangi alel yang tidak diinginkan. Jika alel yang diinginkan ditetapkan (f=100%) dan alel yang tidak diinginkan dihilangkan (f=100%), populasi akan menghasilkan galur murni dan akan berharga seperti brood stok (Suryo,2005).

Genetika populasi adalah suatu studi ilmiah tentang komposisi genetik pada suatu populasi. Fungsi utamanya adalah untuk memperkirakan frekuensi alel pada lokus gen yang berbeda pada suatu populasi alami. Suatu populasi dapat diciri berdasarkan  frekuensi alel dalam lokus gen tertentu (Passarge 2007: 162).

Keadaan kumpulan gen dalam suatu populasi yang berada dalam keadaan seimbang dinyatakan sebagai kesetimbangan Hardy-Weinberg. Keadaan-keadaan tersebut diperlukan untuk mempertahankan kesetimbangan Hardy-Weinberg dalam populasi. Hukum Hardy-Weinberg berlaku pada populasi yang berukuran besar karena tidak akan terjadi hanyutan genetik yang dapat mengubah frekuensi alel.Populasi harus terisolasi dari populasi lain agar tidak terjadi migrasi yang dapat mengubah kumpulan gen. Populasi juga tidak mengalami mutasi dan seleksi alam karena kumpulan gen juga dapat berubah karena kedua peristiwa tersebut. Perkawinan yang dilakukan oleh individu-individu pada populasi tersebut harus dilakukan secara benar-benar acak agar menghasilkan kombinasi alel yang reproduktif (Campbell dkk. 2003: 25).

Kemungkinan frekuensi alel pada suatu populasi dapat diprediksi dengan menggunakan persamaan Hardy-Weinberg, yang dinyatakan sebagai p2 + 2pq + q2 = 1. p menyatakan frekuensi alel dominan dan q menyatakan frekuensi alel resesif untuk suatu sifat yang diatur oleh pasangan alel, misalkan M dan m. p adalah alel dalam individu-individu dominan homozigot dan setengah dari individu-individu heterozigot. q adalah alel dalam individu-individu resesif homozigot dan setengah dari individu-individu heterozigot (Sofro 1994: 43 - - 44).
















































BAHAN DAN METODE


Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah:
1. Aerator kecil
2. 4 buah akuarium dengan ukuran 30x20x20 3 buah dan ukuran 30x40x60 1 buah.
3. Methaline blue
4. Garam ikan
5. Serokan kecil
6. Ayakan kecil
7. Larutan ETS
8. Timbangan
9. Indukan Ikan Guppy jenis kobra dengan motif warna sebagai berikut :
Jantan berjumlah 10 ekor
1. Ekor Merah Berumbai
2. Ekor Merah Kebiruan Berumbai
3. Ekor Merah Berumbai
4. Ekor Biru Berumbai
5. Ekor Biru Keunguan Berumbai
6. Ekor Biru Kehijauan Berumbai
7. Ekor Orange  Berumbai
8. Ekor Orange  Berumbai
9. Ekor Biru Berumbai
10. Ekor Hitam Berumbai
Indukan betina berjumah 16 ekor : semua warna seragam yaitu kuning ekor hitam.
Indukan jantan dan betina didapatkan dari tempat yang berbeda untuk menghindari perkawinan sekerabat (inbreeding).
10. Cacing Sutra (Tubifek sp)
11. Cuk nyamuk
12. Kutu Air (Daphnia)

Metode
Adapun metode yang digunakan dalam praktikum ini adalah sebagai berikut :
1.        Siapkan 4 buah akuarium, masing-masing berukuran 30x20x20 cm 3 buah dan akuarium ukuran 30x40x60 cm 1 buah.
2.        Lalu, masukkan 10 indukan jantan dan 16 indukan betina kedalam akuarium yang berukuran  30x40x60 cm.
3.        Setelah terjadi pemijahan, kita pisahkan indukan jantan dan betina tersebut. Indukan jantan diletakkan dalam akuarium berukuran 30x40x60 cm sedangkan indukan betina dalam akuarium ukuran 30x20x30 cm yang pertama.
4.        Lalu, dilakukan perendaman pada indukan betina menggunakan ETS dengan dosis 1,3 mg + 8,3 liter air selama 24 jam. Air yang digunakan untuk perendaman sebelumnya diaerasi terlebih dahulu selama 2 hari untuk menetralkan suhu dan pH air itu sendiri. Sebelum dilakukan perendaman terlebih dahulu ETS kita larutkan dan kita saring tujuanya memisahkan endapan ETS.
5.        Setelah 24 jam indukan kita angkat dan kita masukkan kedalam akuarium ukuran 30x20x20 dan di pisahkan dari indukan jantan.
6.        Setelah 1 minggu, 2 indukan betina menetaskan larva sebanyak 20 ekor.
7.        Lalu, larva yang sudah menetas tersebut dimasukkan kedalam akuarium ukuran 30x20x30 cm yang kedua.
8.        Larva yang sudah menetas tersebut berkembang menjadi anakan dan tersisa 4 ekor hingga kami dapat mengidentifikasi warna.
9.        Selama praktikum dan pengamatan untuk pakan indukan di berikan cacing sutra dan sesekali ditambahkan cuk nyamuk, sedangkan untuk larva pakan yang diberikan adalah kutu air.
10.    Pergantian air dilakukan 3 hari sekali dan untuk menjaga agar air didalam akuarium agar tidak kotor akuarium di sipon setiap hari.



HASIL PRAKTIKUM


Data persilangan
(10 jantan)
(16 Betina)
Anakan yang dihasilkan
Dengan Warna:
·       EKOR MERAH BERUMBAI
·       EKOR MERAH KEBIRUAN BERUMBAI
·       EKOR MERAH BERUMBAI
·       EKOR BIRU BERUMBAI
·       EKOR BIRU KEUNGUAN BERUMBAI
·       EKOR BIRU KEHIJAUAN BERUMBAI
·       EKOR ORANGE  BERUMBAI
·       EKOR ORANGE  BERUMBAI
·       EKOR BIRU BERUMBAI
·       EKOR HITAM BERUMBAI
(DIKAWINKAN)
 
Semua betina berwarna seragam yaitu KUNING EKOR HITAM

Menghasilkan 4 anakan dengan warna kuning ekor hitam , semua jenis kelaminnya betina.

HASIL PERHITUNGAN

Fenotif
genotip
Jumlah
Merah, berumbai
GG CuCu
3
Orange, berumbai
Gg CuCu
2
Hitam dan biru berumbai
gg CuCu
5
Hitam tidak berumbai
gg cucu
16
Total
26

Merah (GG dan Gg)         = 3 + 2 = 5
Hitam (gg)             = 5 + 16 = 21
Total                                  = 26
f (g) dengan dihitung
f (g) = f (gg) = f(jumlah ikan warna hitam) ½
f (g) = (21/26) ½  = 0.80½  = 0.89
dari sini f (G) diperoleh = 1,0 – 0.89 = 0.11

perhitungan selanjutnya adalah menghitung f (Cu) dan f (cu) dengan mengelompokkan fenotip ikan berekor rumbai =
sirip rumbai (CuCu )         = 10
sirip bulat (cucu)               = 16
Total                                  = 26
f (cu) dapat dihitung = f (cucu) ½  = f (sirip bulat) ½
f (cu) = (16/26) ½
f (cu) = (0.61) ½
f (cu) = 0.78
dari sini diperoleh f (Cu) = 1.0 – 0.78 = 0.22






PEMBAHASAN


Telah dilakukan praktikum mengenai hibridisasi ikan guppy dalam menentukan genetika populasi ikan hasil budidaya. Genetika populasi itu sendiri merupakan bagian dari genetic yang mempelajari atau memlukiskan pewarisan Mendel dari suatu populasi dalam bahasa matematik. Genetika populasi berhubungan dengan frekuensi dan interaksi allele dalam suatu populasi Medel, yaitu suatu Kelompok interbreeding dari suatu organism yang masing-masing memiliki gane pool. Alele atau gen dalam pool tersebut mempunyai hubungan dinamis dengan allele yang lain dan dengan lingkungannya, dimana organism tersebut berada (Westra, 1994).

Dari hasil praktikum, yaitu perkawinan antar ikan guppy jantan yang berjumlah 10 ekor ikan dengan guppy betina yang berjumlah 16 ekor ikan menghasilkan anakan awal sebanyak 20 ekor ikan. Namun saat dipelihara beberapa hari, anakan ikan guppy banyak yang mati sebelum dapat diidentifikasi jenis kelamin dan warnanya sehingga hanya 4 ekor ikan yang berhasil hidup dan dapat dikenali warna dan jenis kelaminnya. Dari 4 ekor anakan tersebut,diketahui semua anakan berjenis kelamin betina dan berwarna kuning ekor hitam sama seperti induk betina ikan guppy yang dipijahkan. Sehingga dapat diketahui bahwa jenis kelamin betina dengan warna kuning dengan ekor hitam merupakan sifat yang dominan dalam gen ikan tersebut yang mengakibatkan anakan atau keturunannya memiliki sifat yang sama dengan induknya. Sedangkan gen jantan dan warna yang terdapat pada gen induk jantan menjadi resesif pada keturunannya. Dari hal tersebut dapat diperhitungkan bahwa indukan yang melakukan pemijahan hanya dua ekor karena hanya sedikit hasil anakan yang didapat. Dan juga indukan yang melakukan pemijahan tidak diketahui pasti karena hasil yang didapat memiliki fenotip yang sama dengan induk betina semua, sedangkan induk betina yang dipakai memiliki warna yang sama semua.
Pada praktikum ini juga dilakukan upaya jantanisasi, yang diharapkan anakan hasil perkawinan ikan guppy mendapatkan semua anakan atau keturunan adalah berjenis kelamin jantan. Jantanisasi tersebut dilakukan dengan cara merendam indukan betina ikan guppy yang telah mengandung anak dalam larutan ETS (ekstrak testis sapi) selama 24 jam. Setelah itu ikan dibiarkan melahirkan anakanya.  Tetapi hasil yang didapat tidak sesuai yang diharapkan, anakan hasil perkawinan ikan guppy tersebut tidak menghasilkan guppy dengan jenis kelamin jantan, hanya menghasilkan anakan betina semua.

Dalam praktikum ini, frekuensi alel sangat penting dalam genetika populasi karena alel dapat mengakibatkan individu memiliki sifat bervariasi. Prinsip populasi tersebut di atas disebut dengan prinsip “Equilibrum Hardy – Weinberg”. Populasi yang termasuk dalam hukum Hardy – Weinberg adalah populasi yang jumlah frekuensi gen atau alel tetap pada setiap generasi. Jadi memenuhi syarat hukum Hardy – Weinberg. Hukum Hardy-Weinberg berlaku bila-syarat-syaratnya terpenuhi, yaitu perkawinan antara genotip yang satu dengan genotip yang lain terjadi secara acak, masing-masing genotip memiliki kemampuan hidup iviabilitas dan fertilitas yang sama, jumlah anggota populasi besar, tidak terjaadi mutasi dan seleksi alam dan tidak ada perpindahan populasi (Setiowati,T. & D. Furqonita.2007 : 113).

Dari hal tersebut dapat diketahui bahwa hokum Hardy-Weinberg berlaku karena dalam praktikum ini terjadi beberapa perlakuan yang memenuhi syarat hukum itu, diantaranya yaitu perkawinan ikan guppy antara genotip yang satu dengan genotip yang lain terjadi secara acak, masing-masing genotip memiliki kemampuan hidup iviabilitas dan fertilitas yang sama, jumlah anggota populasi besar, tidak terjaadi mutasi dan seleksi alam dan tidak ada perpindahan populasi. Tetapi hasil perkawinan tidak memenuhi unsure keseimbangan jumlah populasi antar anakan hasil perkawinan dengan jumlah induk yang melakukan perkawinan secara acak. Hal itu dapat diakibatkan karena adanya indukan yang tidak melakukan pemijahan dan juga karena adanya ikan yang mati.

Indukan yang tidak melakukan pemijahan dan kematian pada ikan mungkin terjadi karena keadaan dan kualitas air yang kurang memenuhi kenyamanan ikan untuk hidup dan memijah. Sedangkan pada ikan yang dihasilkan hasil jantanisasi tidak menghasilkan ikan jantan karena mungkin terjadi kesalahan praktikan dalam memberikan ETS atau ada factor lain yang tidak mendukung untuk ikan menjadi jantan.





























DAFTAR PUSTAKA


Campbell, N. A., J. B. Reece, L. Mitchell. 2008. Biology Eigth Edition. Pearson Education, Inc. Amerika: 1465 hlm.
Passarge. E. 2007. Color Atlas of Genetics. Thieme Stuttgart. New York: 497 hlm.
Sofro, Abdul Salam M, 1994. Keanekaragaman genetik, yogjakarta : Andi offset.
Stansfield. W. D. 1991. Genetika. Erlangga. Jakarta.
Suryo. 1990. Genetika Manusia. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
Westra. 1994. Dasar-dasar Genetika Ikan dan Pengembangbiakan. UNAIR Press. Surabaya.

Tidak ada komentar: