Rabu, 30 Oktober 2013

praktikum lamun






BAB IV. LAMUN


A.     Pendahuluan

1.    Latar Belakang
Tidak ada satupun tumbuhan dan hewan yang ada didunia tanpa memiliki fungsi dan peran. Begitu pula padang lamun, dialam berfungsi sebagai penghasil detritus (sampah) dan zat hara yang berguna sebangai manakan bagi mahkluk hidup lainnya. Detrutus dan lamun yang tua diuraikan oleh sekumpulan hewan dan jasat renik yang hidupm didasar perairan. Hasil penguraian ini berupa nutrien  yang terlarut didalam air. Nutrien ini tidak hanya bermanfaat bagi tumbuhan lamun melainkan juga bermanfaat untuk pertumbuhan fitoplankton, zooplankton, dan juvenil ikan atau udang.

Padang lamun (seagrass meadow) merupakan hamparan tanaman rumput laut yang selalu terendam air ini bisa ditemui baik di lingkungan sedimen estuaria yang dangkal maupun di tengah laut sekitar pulau-pulau. Diseluruh dunia diperkirakan terdapat lebih dari 50 jenis yang mampu hidup di lingkungan terendam air yang bersifat saline. Walaupun dari lingkungan terendam air, namanya juga menyebutkan sebagai rumput laut, namun tanaman berbunga yang termasuk golongan angiospermae ini tidak ada hubungan dengan tanaman rumput yang biasa kita kenal di daratan walaupun sama-sama berakar  rimpang.

Tanaman lamun memerlukan substrat yang agar berpasir, memiliki bentuk daun yang yang sedikit lebar dan memanjang seperti pita (linearis) misalnya pada genus Thalassia dan Halodule. Kondisi tingkat kekeruhan dan tingkat kedalaman menjadi faktor yang sangat penting dalam mempengaruhi penetrasi cahaya matahari untuk melakukan fotosintesis. Komunitas lamun kebanyakan dapat tumbuh pada kedalaman sampai 2 sampai 2,5 m dari permukaan air laut.

Salah satu cara yang digunakan untuk melakukan pendataan terhadap lamun yaitu menggunakan metode transek kuadrat. Pendataan di lakukan untuk melihat spesies yang hidup di lokasi bentangan transek kuadrat.

Secara ekologis padang lamun mempunyai beberapa fungsi penting bagi wilayah pesisir, yaitu : Produsen detritus dan zat hara. Mengikat sedimen dan menstabilkan substrat yang lunak, dengan sistem perakaran yang padat dan saling menyilang. Sebagai tempat berlindung, mencari makan, tumbuh besar, dan memijah bagi beberapa jenis biota laut,  terutama yang melewati masa dewasanya di lingkungan ini. Sebagai tudung pelindung yang melindungi penghuni padang lamun dari sengatan matahari.

2.    Tujuan
Menganalisis kondisi eksisting, potensi dan tingkat kerusakan ekosistem lamun. Menetukan kondisi ekosistem lamun berdasarkan nilai kerapatan jenis dan persentase tutupan lamun.


B.     Tinjauan Pustaka

Lamun hidup terendam di perairan laut. Bagian-bagiannya adalah: rhizome, daun (thalus) dan akar. Lamun hidup di lautan yang dangkal dan biasanya menempel pada substrat yang berlumpur, thalusnya tegak berdiri dengan panjang bisa mencapai satu meter (Romimohtarto,2001). Lamun dapat ditemukan di seluruh dunia kecuali di daerah kutub. Lebih dari 52 jenis lamun yang telah ditemukan. Di Indonesia hanya terdapat 7 genus dan sekitar 15 jenis yang termasuk ke dalam 2 famili yaitu:
1. Hydrocharitacea ( 9 marga, 35 jenis ) dan
2. Potamogetonaceae (3 marga, 15 jenis).
Jenis yang membentuk komunitas padang lamun tunggal, antara lain :
1. Thalassia hemprichii
2. Enhalus acoroides
3. Halophila ovalis
3. Cymodoceae serulata
4. Thallasiadendron ciliatum (Romimohtarto,  2001).
Lamun banyak di temukan dimana saja dengan keanekaragaman hayatinya yang tinggi, namun lamun banyak sekali di temukan pda barisan kedua setelah mangrove, Lamun umumnya membentuk padang yang luas di dasar laut yang masih dapat di jangkau oleh cahaya matahari yang memadai bagi pertumbuhannya (Nontji, 1993).

Lamun tidak memiliki stomata tapi memiliki kutikula tipis yang berfungsi untuk menyerap nutrisi dari perairan, semua kegiatan lamun di lakukan dalam keadaan terbenam dalam air, dai system perakarannya hingga daur generatifnya (Romimohtarto,2001).

Tumbuhan lamun memiliki ciri – ciri sebagai berikut :
1.   Toleransi terhadap kadar garam lingkungan
2.   Tumbuh pada perairan yang selamanya terendam
3.   Mampu bertahan dan mengakar pada lahan dari hempasan ombak dan tekanan arus
4.   Menghasilkan pollinasi hydrophilous ( benang sari yang tahan terhadap kondisi perairan )
5.   Memiliki kutikula sebagai pengganti stomata
6.   Lamun adalah satu - satunya tanaman berbunga yang akarnya berpembuluh dan teradaptasi dengan lingkungan laut. (Nontji, 1993).

Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kehidupan lamun secara umum adalah kualitas air, substrat dasar perairan. Kualitas air meliputi temperatur, cahaya, salinitas dan nutrien.
a)      Temperatur
Temperatur merupakan salah satu faktor ekologi perairan yang sangat penting, karena mempengaruhi proses-proses fisiologis lamun, seperti ketersediaan dan penyerapan, nutrien, respirasi dan siklus protein. Zieman (1982) menyatakan bahwa lamun lebih tahan terhadap maningkatnya temperatur dibandingkan dengan alga. Mellors dkk, menemukan keterkaitan antara temperatur dan biomassa lamun, tetapi faktor temperatur ini dapat berakibat merugikan pada proses fotosintesis dan kehidupan apabila terjadi kombinasi antara temperatur dan intensitas yang berlebih (Mellors, 1993).
b)      Cahaya
Larkum (1989) menyatakan bahwa cahaya merupakan faktor yang menentukan penyebaran dan kelimpahan lamun. Intensitas cahaya yang masuk ke dalam kolom air dipengaruhi oleh kecerahan perairan. Semakin bertambah kedalaman suatu perairan berarti intensitas cahaya menurun maka biomassa lamun semakin menurun (Hilman dkk, 1989). Tiap spesies lamun memiliki intensitas cahaya minimum dan maksimum yang dibutuhkan sebagai syarat lulus kehidupan dan faktor pertumbuhan yang optimal (Dahuri, 2001).
c)      Salinitas
Aktivitas tumbuhan dalam berfotosintesis dipengaruhi oleh salinitas air. Laju fotosintesis berkurang hingga mendekati nol pada air destilasi dan air dengan salinitas dua kali salinitas air laut. Faktor utama yang mempengaruhi tingkat salinitas di wilayah estuari adalah suplai air tawar dari muara-muara sungai. pengaruh salinitas bersifat positif bagi pertumbuhan daun lamun muda dimana pertambahan panjang daun meningkat seiring meningkatnya salinitas. Padang lamun di Cairns Harbour Australia dapat hidup pada kisaran salinitas 20‰-50‰ (Dahuri, 2001).
d)      Nutrien
Senyawa organik yang penting bagi lamun diantaranya tersusun oleh unsur-unsur karbon, nitrogen, fosfor. Sumber utama karbon bagi lamun berasal dari sedimen yang diserap oleh akar. Dua puluh lima persen dari karbon yang diserap oleh akar ditransfer ke daun sedangkan sisanya tetap berada di perakaran lamun. Nitrogen merupakan salah satu faktor pembatas pertumbuhan lamun, diperoleh melalui akar setelah mengalami fiksasi oleh bakteri. Nitrogen yang dihasilkan dari akar mampu mensuplai 20-50 % nitrogen yang dibutuhkan suatu padang lamun. Fosfor dengan konsentrasi tertinggi ditemukan di wilayah perakaran lamun dibandingkan dengan di substrat pada kedalaman yang lebih dalam maupun substrat yang tidak ditumbuhi lamun ( Mellors, 1993 ).

e)      Substrat dasar
Karakteristik meliputi jenis substrat dan kandungan nutrien dalam sedimen mampengaruhi bentukakar lamun. Di padang lamun terdapat interaksi antara lamun dengan sedimen dan air, dimana tumbuhan ini berpengaruh terhadap karakteristik kimia serta mikrobiologi sedimen dari produksi detritus, aliran oksigen dari akar dan rimpangnya (Moriaty,1989).

C.     Metodelogi

1.    Waktu dan Tempat
Hari/tanggal           : 18-19 Mei 2013
Waktu                    : 08.00 - selesai
Tempat                 : Pulau Tegal

2.    Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan:
·         Transek kuadran 1 x 1 m, roll meter atautali raffia 100
·         Sabak
·         Kamera digital
·         Masker dan snorkel (peralatan skin dive)
·         Alattulis (kertas/buku,pensil,pen,pengaris).

3.    Cara Kerja
Adapun cara kerja yang dilakukan adalah sebagai berikut:
·         Dibentangkan transect garis sepanjang 50m
·         Letakkan transek berukuran 1 x 1 meter pada tempat yang terdapat lamun dengan cara acak (random).
·         Letakkan transek kuadran pada daerah tersebut, transek tersebut memilki 16 kotak dimana setiap kotak akan diidentifikasi.
·         Hitung tegakan pada transek dan persentase penutupan lamun yang terdapat pada transek.
·         Identifikasi lamun yang terdapat pada transek baik secara genus maupun spesies.
·         Identifikasi jenis substrat dimana lamun tersebut melekat.
·         Ambil biota yang ada pada suatu kotak di transek jika tidak ditemukan lamun pada kotak transek tersebut.
·         Lakukan pengamatan sepanjang traksek.





D.     Hasil dan Pembahasan

1.    Hasil Pengamatan

Transek
Kanopi Tertinggi
Kanopi Terendah
Lamun Dalam 1 Transek
Kerapatan
1
107cm
10 cm
15
25%
2
67 cm
28 cm
12
25%
3
79 cm
23 cm
17
25%
4
121 cm
21 cm
23
30%
5
89 cm
16 cm
13
25%
6
110 cm
9 cm
20
30%
7
66 cm
9 cm
6
5%
8
81 cm
53 cm
3
5%
9
98 cm
47 cm
6
5%
10
66 cm
44 cm
3
5%


2.    Pembahasan

Secara teori letak geografis maupun bentuk topografi pantai yang berbeda biasanya akan mempunyai kondisi hidrologis / ekologis yang berbeda pula (Kuriandewa T. R., 1997). Oleh karena distribusi lamun sangat dipengaruhi oleh kondisi – kondisi tersebut, maka pola distribusi lamun di Pulau Tegal cukup bervariasi, tergantung pada letak geografis dimana padang lamun berada. Praktikum lamun ini dilakukan di dengan transek kuadran dengan memakai roll meter sepanjang 50 m kea rah laut.

Dari hasil praktikum terlihat bahwa lamun tertinggi atau terpanjang yaitu 121 cm, sedangkan tutupan atau kerapatan dalam transek terbesar yaitu 30%. Berdasarkan tipe substrat di lokasi praktikum yang dicirikan oleh pasir berwarna keputihan bertekstur halus maka tipe susbstat ini menjadi indikator kuat tempat tumbuh lamun jenis Enhalus acoroides, dan Cymodocea rotundata. Tipe substrat ini juga membantu membentuk penancapan perakaran yang kuat bagi jenis Enhalus acoroides, dan Cymodocea rotundata. Kedua jenis ini dianggap memiliki toleransi yang tinggi untuk hidup dan berkembang di pulau Tegal, disamping itu pulau ini memiliki keadaan air yang tetap jernih dan penetrasi cahaya matahari mencapai dasar perairan sehingga fotosintesis dapat berlangsung dengan baik. Telah diketahui bahwa lamun yang ditemukan di perairan Indonesia terdiri dari tujuh marga, tiga di antaranya (Enhalus, Thalassia, Halophila) termasuk suku Hydrocaritaceae, sedangkan empat lainnya (Halodule, Cymodoceae, Syringodium dan Thallasodendron) termasuk suku Cymodoceae (Kuo & McComb, 1989).

Zonasi merupakan suatu fenomena ekologi yang menarik di perairan pantai, yang merupakan daerah yang terkena pengaruh pasang surut air laut. Pengaruh dari pasang-surut air laut yang berbeda untuk tiap zona memungkinkan berkembangnya komunitas yang khas untuk masing-masing zona di daerah ini (Peterson, 1991). Hutomo (1997) mengatakan bahwa tipe padang lamun campuran adalah padang lamun yang terdiri lebih dari satu jenis dan dapat mencapai delapan jenis.

Pada transek terlihat jenis yang memiliki nilai tutupan tertingggi adalah Cymodocea rotundata dan Enhalus acoroides. Bengen (2001) juga menyatakan bahwa E. acoroides merupakan jenis lamun yang sering mendominasi komunitas padang lamun. Sangaji (1994) menyatakan bahwa E. acoroides dominan hidup pada substrat dasar berpasir dan kadang-kadang terdapat dasar yang terdiri dari campuran pecahan karang yang telah mati. Selain itu, Nienhuis et al. (1989) melaporkan bahwa E. acoroides umumnya tumbuh di sedimen yang berpasir atau berlumpur dan di daerah dengan bioturbasi tinggi serta dapat tumbuh menjadi padang yang monospesifik; juga tumbuh pada susbstrat berukuran sedang dan kasar; mendominasi padang lamun campuran; dan seringkali tumbuh bersama-sama dengan Thalassia hemprichii.

Seperti ekosistem terumbu karang dan mangrove, padang lamun juga dapat mengalami degradasi lingkungan dan penurunan presentasi tutupan.  Ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya tekanan terhadap padang lamun sehingga mengakibatkan penurunan presentasi tutupan:
·         Perubahan fisik dasar laut, seperti erosi, sedimentasi, dan pelumpuran yang mengurangi wilayah dan kepadatan tutupan padang lamun;
·         Kekeruhan yang mempengaruhi kapasitas fotosintesis dan pertumbuhan pada lamun;
·         Metode penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan, seperti trawl;
·         Penangkapan ikan berlebih yang dapat menurunkan tingkat keragaman hayati di ekosistem padang lamun.

Tanpa intervensi yang efektif dan terintegrasi, kecenderungan degradasi pada ekosistem padang lamun dan biota yang berasosiasi dengannya akan terus berkurang.

Padang lamun merupakan habitat bagi beberapa organisme laut. Hewan yang hidup pada padang lamun ada berbagai penghuni tetap ada pula yang bersifat sebagai pengunjung. Hewan yang datang sebagai pengunjung biasanya untuk memijah atau mengasuh anaknya seperti ikan. Selain itu, ada pula hewan yang datang mencari makan seperti sapi laut (dugong-dugong) dan penyu (turtle) yang makan lamun Syriungodium isoetifolium dan Thalassia hemprichi. (Nontji, 1987)

Di daerah padang lamun, organisme melimpah, karena lamun digunakan sebagai perlindungan dan persembunyian dari predator dan kecepatan arus yang tinggi dan juga sebagai sumber bahan makanan baik daunnya mapun epifit atau detritus. Jenis-jenis polichaeta dan hewan–hewan nekton juga banyak didapatkan pada padang lamun. Lamun juga merupakan komunitas yang sangat produktif sehingga jenis-jenis ikan dan fauna invertebrata melimpah di perairan ini. Lamun juga memproduksi sejumlah besar bahan bahan organik sebagai substrat untuk algae, epifit, mikroflora dan fauna.

E.     Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang dapat diperoleh adalah sebagai berikut:
1.    Pola distribusi lamun di Pulau Tegal cukup bervariasi
2.    Berdasarkan tipe substrat di lokasi praktikum yang dicirikan oleh pasir berwarna keputihan bertekstur halus maka tipe susbstat ini menjadi indikator kuat tempat tumbuh lamun
3.    Pada transek terlihat jenis yang memiliki nilai tutupan tertingggi adalah Cymodocea rotundata dan Enhalus acoroides
4.    Padang lamun merupakan habitat bagi beberapa organisme laut
5.    Di daerah padang lamun, organisme melimpah, karena lamun digunakan sebagai perlindungan dan persembunyian dari predator dan kecepatan arus yang tinggi dan juga sebagai sumber bahan makanan baik daunnya mapun epifit atau detritus.

Daftar Pustaka

Dahuri, Rokhim, Dr. Ir. H. M.S, dkk. 2001. Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir Dan Lautan Secara Terpadu. Jakarta :  PT.Pradnya Pramita.
Mellor J. E., HMrsh, and R. G 1993. Intra-annual Changes in Seagrass standing Crops Grenn Island Northern Quensland, Sidney :  J. Mar Freshwater. 44 pp.
Moriaty, D. J W. and P. I. Boon. 1989. Interactive of Seagrasses with Sediment and Water in Larkum. A W. D, A. J McComb and S. A. Sepherd (eds). Biologi of Seagrasses. Elsevier. Amsterdam p500-535.
Nontji,A.1993. Laut Nusantara. Jakarta : Djambatan.
Nybakken,J.W.1992. Biologi Laut : Suatu Pendekatan Ekologis. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Romimohtarto,K dan Juwana,Sri.2001. Biologi Laut : Ilmu Pengetahuan tentang Biota Laut. Jakarta : Djambatan.
HUTOMO, M. 1997. Padang lamun Indonesia : salah satu ekosistem laut dangkal yang belum banyak dikenal. Puslitbang Oseanologi-LIPI. Jakarta: 35 hal.Bengen (2001)
Kuriandewa T. R. 1997. Distribusi dan Zonasi Lamun di Daerah Padang Lamun Wilayah Kepulauan Derawan, Kalimantan Timur. Seminar Kelautan LIPI-UNHAS, Ambon 4-6 Juli 1997 : 59 – 70.
KUO, J. and A.J. Mc COMB 1989. Seagrass taxonomy, structure and development. In: A.W.D. LARKUM, A.J. COMB & S.A. SHEPHERD, (eds). Biology of seagrasses : a treatise on the biology of seagrasses with special reference to Australian region.Elssier, Amsterdam: 6-73.Peterson. 1991.
Tomascik,et.al.1997. The Ecology of the Indonesian Sea part 2. Singapore : Peripilus Edition.


Tidak ada komentar: