Rabu, 30 Oktober 2013

RESPIRASI (Laporan Praktikum Fisiologi Hewan Air)








RESPIRASI
(Laporan Praktikum Fisiologi Hewan Air)
















Oleh:
Widi Indra Kesuma
1114111058















JURUSAN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2013

I.       PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang
Respirasi (pernapasan) adalah poses pertukaan oksigen dan karbondioksida antara suatu organisme dengan lingkungannya. Peranan oksigen dalam kehidupan ikan merupakan zat yang mutlak dibutuhkan oleh tubuh yaitu untuk mengoksidasi zat makanan ( karbohidrat, lemak, dan protein) sehingga dapat menghasilkan energy. Tingkah laku ikan saat kandungan oksigen dalam air kurang adalah ikan akan berenang ke tempat yang lebih baik kondisi oksigennya seperti : ke dekat inlet, air yang berarus dan ke daerah permukaan serta dengan jalan meningkatan fekuensi pemompaan air atau mempebesar volume air yang melewati insang (Affandi & Usman, 2002).

Adapun komponen-komponen pada sistem pernapasan antara lain : alat pernapasan (insang), oksigen dan karbondioksida, dan darah (butir-buti darah merah, Hb). Prinsip pernapasan yaitu proses pertukaan gas terjadi secara difusi. Pada proses difusi terjadi suatu aliran molekul gas dari lingkungan/ruang yang konsentrasi gasnya tinggi ke lingkungan/ruang yang konsentrasi gasnya rendah (Affandi & Usman, 2002).
Beberapa ikan dilengkapi alat pernapasan tambahan untuk beradaptasi dengan lingkungan yang kurang sesuai, misalnya diverticula pharynx, labyrinth, vesica natatoria, dikarenakan  ada beberapa jenis ikan yang merasa jenuh sehingga ikan muncul kepermukaan walau ikan dilengkapi dengan alat pernapasan.

Kelangsungan hidup ikan sangat dipengaruhi oleh kemampuannya dalam mendapatkan oksigen yang cukup dari lingkungan sekitarnya. Berkurangnya oksigen terlarut dalam air akan mempengaruhi fisiologi respirasi dan metabolisme tubuh ikan. Untuk lebih mengetahui mekanisme pernapasan oleh ikan baik dengan alat pernapasan biasa ataupun alat pernapasan tambahan maka praktikum ini dilaksanakan.

B.   Tujuan
Tujuan praktikum yaitu untuk mengetahui respon organism akuatik terhadapkonsentrasi oksigen.

II.      TINJAUAN PUSTAKA

A.     Biologis Ikan
Ikan nila (Oreochromis niloticus).
Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan jenis ikan yang berasal dari sungai nila dan danau-danau yang menghubungkan sungai tersebut. Ikan nila didatangkan ke Indonesia secara resmi oleh Balai Penelitian Perikanan Air Tawar pada tahun 1969, bibit ikan nila yang ada di Indonesia berasal dari Taiwan adapun dengan ciri berwarna gelap dengan garis-garis vertikal seanyak 6-8 buah dan Filipina yang berwarna merah (Suyanto 1998).

Menurut Saanin (1982), klasifikasi ikan nila (Oreochromis niloticus) adalah sebagai berikut:
Kingdom     : Animalia
Filum           : Chordata
Sub Filum    : Vertebrata
Kelas           : Osteichtes
Sub Kelas    : Acanthoptherigii
Ordo            : Percomorphii
Sub Ordo     : Percoidae
Famili           : Cichlidae
Genus          : Oreochromis
Spesies        : Oreochromis niloticus

Ikan nila pada umumnya mempunyai bentuk tubuh panjang dan ramping, perbandingan antara panjang dan tinggi badan rata-rata 3 : 1. Sisik-sisik ikan nila berukuran besar dan kasar. Ikan nila berjari sirip keras, sirip perut torasik, letak mulut subterminal dan berbentuk meruncing. Selain itu, tanda lainnya yang dapat dilihat adalah dari ikan nila adalah warna tubuhnya yang hitam dan agak keputihan. Bagian bawah tutup insang berwarna putih, sedangkan pada nila lokal putih agak kehitaman bahkan ada yang kuning. Sisik ikan nila besar, kasar, dan tersusun rapi. Sepertiga sisik belakang menutupi sisi bagian depan. Tubuhnya memiliki garis linea lateralis yang terputus antara bagian atas dan bawahnya. Linea lateralis bagian atas memanjang mulai dari tutup insang hingga belakang sirip punggung sampai pangkal sirip ekor. Ukuran kepalanya relatif kecil dengan mulut berada di ujung kepala serta mempunyai mata yang besar (Merantica 2007).

Ikan nila memiliki karakteristik sebagai ikan parental care yang merawat anaknya dengan menggunakan mulut (mouth breeder) (Effendie 1997 dalam Prasetiyo 2009). Ikan ini dicirikan dengan garis vertikal yang berwarna gelap pada sirip ekornya sebanyak 6 buah. Selain pada sirip ekor, garis tersebut juga terdapat pada sirip punggung dan sirip anal (Suyanto 1994 dalam Saputra 2007 dalam Prasetiyo 2009).

Seperti halnya ikan nila yang lain, jenis kelamin ikan nila yang masih kecil, belum tampak dengan jelas. Perbedaannya dapat diamati dengan jelas setelah bobot badannya mencapai 50 gram. Ikan nila yang berumur 4-5 bulan (100-150 g) sudah mulai kawin dan bertelur Tanda-tanda ikan nila jantan adalah warna badan lebih gelap dari ikan betina, alat kelamin berupa tonjolan (papila) di belakang lubang anus, dan tulang rahang melebar ke belakang. Sedangkan tanda-tanda ikan nila betina adalah alat kelamin berupa tonjolan di belakang anus, dimana terdapat 2 lubang. Lubang yang di depan untuk mengeluarkan telur, sedang yang di belakang untuk mengeluarkan air seni dan bila telah mengandung telur yang masak,dan perutnya tampak membesar (Suyanto, 2003).

Ikan nila merupakan ikan omnivora yang memakan fitoplankton, perifiton, tanaman air, avertebrata kecil, fauna bentik, detritus, dan bakteri yang berasosiasi dengan detritus. Ikan nila dapat menyaring makanannya dengan menangkap partikel tersuspensi, termasuk fitoplankton dan bakteri, pada mukus yang terletak pada rongga buccal. Tetapi sumber nutrisi utama ikan nila diperoleh dengan cara memakan makanan pada lapisan perifiton (FAO, 2006).

Ikan nila merupakan ikan tropis yang menyukai perairan yang dangkal. Ikan nila dikenal sebagai ikan yang tahan terhadap perubahan lingkungan tempat hidupnya. Nila hidup di lingkungan air tawar, air payau, dan air asin. Kadar garam air yang disukai antara 0-35 ppt. Ikan nila air tawar dapat dipindahkan ke air asin dengan proses adaptasi bertahap. Kadar garam air dinaikkan sedikit demi sedikit. Pemindahan ikan nila secara mendadak ke dalam air yang kadar garamnya sangat berbeda dapat mengakibatkan stress dan kematian ikan (Suyanto, 2004).

Tempat hidup Ikan nila biasanya berada pada perairan yang dangkal dengan arus yang tidak begitu deras, ikan ini tidak suka hidup di perairan yang bergerak (mengalir),akan tetapi jika dilakukan perlakuan terhadap ikan nila seperti pengadaptasian terhadap lingkungan air yang mengalir maka ikan nila juga bisa hidup baik pada perairan yang mengalir. (Djarijah, 2002).

Lingkungan tumbuh (habitat) yang paling ideal adalah perairan air tawar yang memiliki suhu antara 14oC – 38 oC, atau suhu optimal 25oC – 30oC. Keadaan suhu yang rendah yaitu suhu kurang dari 140C ataupun suhu yang terlalu tinggi di atas 300C akan menghambat pertumbuhan nila. Ikan nila memiliki toleransi tinggi terhadap perubahan lingkungan hidup. Batas bawah dan batas atas suhu yang mematikan ikan nila berturut-turut adalah 11-12oC dan 42oC. Keadaan pH air antara 5 – 11 dapat ditoleransi oleh ikan nila, tetapi pH yang optimal untuk pertumbuhan dan perkembangbiakkan ikan ini adalah 7- 8. Ikan nila masih dapat tumbuh dalam keadaan air asin pada salinitas 0-35 ppt. Oleh karena itu, ikan nila dapat dibudidayakan di perairan payau, tambak dan perairan laut, terutama untuk tujuan usaha pembesaran (Rukmana, 1997).

Ikan Lele (Clarias batrachus)
Ikan lele (C. batrachus) memiliki kulit berlendir dan tidak bersisik mempunyai pigmen hitam yang berubah menjadi pucat bila terkena cahaya matahari, dua buah lubang penciuman yang terletak dibelakang bibir atas, sirip punggung dan dubur memanjang sampai ke pangkal ekor namun tidak menyatu dengan sirip ekor, panjang maksimum mencapai 400 mm. Ikan lele (C. batrachus) memiliki alat pernapasan tambahan yang disebut Aborescen organ yang merupakan membran yang berlipat-lipat penuh dengan kapiler darah. Alat ini terletak didalam ruangan sebelah atas insang. Dalam sejarah hidupnya lele lele harus mengambil oksigen dari udara langsung, untuk itu ia akan menyembul kepermukaan air.

Secara morfologi dan anatomi ikan lele (C. batrachus) dapat dibagi menjadi 3 bagian yaitu, 1). Bagian kepala (cepal), Lele memiliki kepala yang panjang, hampir mencapai seperempat dari panjang tubuhnya. Kepala lele pipih ke bawah (depressed). Bagian atas dan bawah kepalanya tertutup oleh tulang pelat. Tulang pelat ini membentuk ruangan rongga di atas insang. Di ruangan inilah terdapat alat pernapasan tambahan lele berupa labirin (Mahyuddin dan Kholish, 2011).

Ikan lele (C. batrachus) memiliki kulit berlendir dan tidak bersisik, mempunyai pigmen hitam yang berubah menjadi pucat bila terkena cahaya matahari, dua buah lubang penciuman yang terletak dibelakang bibir atas, sirip punggung dan dubur memanjang sampai ke pangkal ekor namun tidak menyatu dengan sirip ekor, panjang maksimum mencapai 400 mm (Zaldi, 2010).

Habitat atau lingkungan hidup ikan lele (C. batrachus) banyak ditemukan di perairan air tawar, di dataran rendah sampai sedikit payau. Penyebaran lele di Indonesia berada di Pulai Jawa, Sumatera, Sulawesi dan Kalimantan. Ikan lele (C. batrachus) secara alami berada di perairan umum, namum seiring dengan semakin banyaknya petani yang membudidayakan ikan lele (C. batrachus) ini, pemeliharaan ikan lele (C. batrachus) banyak dilakukan di kolam-kolam buatan (Anonim, 2011).

B.     Oksigen dalam Air
Oksigen sebagai bahan pernapasan dibutuhkan oleh sel untuk berbagai reaksi metabolisme. Oleh sebab itu, kelangsungan hidup ikan sangat ditentukan oleh kemampuan memperoleh oksigen yang cukup dari lingkungannya. Berkurangnya oksigen terlarut dalam perairan, tentu saja akan mempengaruhi fisiologi respirasi ikan, dan yang hanya memiliki sistem respirasi yang sesuai dapat bertahan hidup (Smith, 1982).

C.     Metode Respirasi
Dalam vertebrata terdapat 2 fase respirasi yaitu eksternal dan internal. Respirasi eksternal digunakan untuk menunjukkan pertukaran gas antara darah dengan lingkungan, Respirasi internal sama dengan pertukaran gas antara darah dan jaringan atau sel di dalam tubuh. Respirasi eksternal biasanya terdapat pada kapiler insang tetapi beberapa struktur seperti kulit lainya (Weichert, 1959).
Berdasarkan Rida (2008), ada dua tahap pernapasan, tahap pertama oksigen masuk ke dalam dan pengeluaran karbondioksida keluar tubuh melalui organ-organ pernafasan disebut respirasi eksternal, dan pengangkutan gas-gas pernapasan dari organ-organ pernapasan ke jaringan tubuh atau  sebaliknya di lakukan oleh sistem sirkulasi . Tahap kedua adalah pertukaran O2 dari cairan tubuh  (darah) dengan COdari sel-sel dalam jaringan disebut respirasi internal.

D.     Respirasi
Proses peningkatan oksigen dan pengeluaran karbondioksida oleh darah melalui permukaan alat pernafasan organism dengan lingkungannya dinamakan pernafasan (respirasi). Sistem organ yang berperan dalam hal ini adalah insang. Oksigen merupakan bahan pernafasan yang dibutuhkan oleh sel untuk berbagai reaksi metabolisme. Bagi ikan, oksigen diperlukan oleh tubuhnya untuk menghasilkan energi melalui oksidasi lemak dan gula (Triastuti et.al,. 2009).

Pertukaran gas oksigen dan karbondioksida dalam tubuh makhluk hidup disebut pernafasan atau respirasi. O2 dapat keluar masuk jaringan melalui difusi. Pada dasarnya metabolisme yang normal dalam sel-sel makhluk hidup memerlukan oksigen dan karbondiokdisa. Pada hewan vertebrata terlalu besar untuk dapat terjadinya interaksi secara langsung antara masing-masing sel tubuh dengan lingkungan luar tubuhnya. Untuk itu organ-organ tertentu yang bergabung dalam sistem pernafasan dikhususkan untuk melakukan pertukaran gas pernafasan bagi keperluan seluruh sel tubuhnya (Rida, 2008).


III.    METODELOGI

A.     Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Senin tanggal 15 April 2013 pukul 10.00 WIB bertempat di Laboratorium Perikanan Jurusan Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

B.   Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah akuarium, aerator, timbangan digital, ember, gayung, lap, stopwatch, gelas cup, DOmeter, tisu, tali, dan terminal listrik. Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah ikan, aquades, dan air.


C.   Metode Kerja

1.    Adaptasi Organisme Terhadap Konsentrasi Oksigen
a.    Menyiapkan sampel ikan dan dua buah toples plastic sebagai wadah ikan. Terlebih dahulu ikan ditimbang bobot awalnya.
b.    Kemudian masukkan air dalam stoples dan catat DOnya.
c.    Masukkan ikan ke dalam toples.
d.    Salah satu toples ditutup dan di lapisi wrap lilin, sedangkan satunya dibiarkan terbuka dan di beri aerator.
e.    Hitung bukaan insang ikan tiap 3 menit.
f.     Setelah 30 menit, buka toples dan ukur setiap DO airnya.
g.    Setelah itu hitung kebutuhan oksigen tiap menit.


IV.    HASIL DAN PEMBAHASAN
A.   Hasil.






Kelompok
Jenis Ikan
Perlakuan
Waktu
(menit)
Respon
X
X’
5

Mas
Toples ditutup (tidak ada udara yang masuk)
15
Ikan berenang agresif, mengeluarkan lendir dan memuntahkan isi perut. Bukaan operculum sebanyak 1893 dan 2100 kali.
9,5
270 dan 270
30
Ikan menunju ke permukaan mencari oksigen, masih merespon kejutan, memuntahkan si perut dan warna ikan terlihat pucat. Bukaan operculum sebanyak 1650 dan 1820 kali.
45
Ikan mengeluarkan gelembung udara, ikan terlihat kejang dan lemas serta ikan menuju permukaan mencari oksigen. Bukaan operculum sebanyak 1376 dan 1026 kali.
60
Ikan berenang pasif, terlihat lemas dan mulai pingsan serta produksi lendir banyak. Bukaan operculum sebanyak 535 dan 483 kali dan berat badan menyusut sebanyak 6 gram
Toples tidak ditutup
15
Ikan berenang dengan agresif dan bukaan operculum sebanyak 865 dan 873 kali.
-2,7
45 dan 270
30
Ikan mengeluarkan feses dan bukaan operculum sebanyak 878 dan 900 kali.
45
Ikan berenang ke sekitar aerator dan bukaan operculum sebanyak 891 dan 905 kali.
60
Ikan megeluarkan feses dan bukaan operculum sebanyak 891 dan 905 kali.
6
Lele
Toples ditutup (tidak ada udara yang masuk)
15
Ikan berenang biasa. Bukaan operculum sebanyak 2274 kali.
2
 150 dan 220
30
Ikan menunju kepermukaan mencari oksigen, masih merespon kejutan,. Bukaan operculum sebanyak 2163 kali.
45
Ikan terlihat diam di dasar, ada pula yang posisi kepala menghadap keatas dan diam ditempat,serta ikan menuju permukaan mencari oksigen. Bukaan operculum sebanyak 2315 kali.
60
Ikan berenang pasif, terlihat lemas, kepala menghadap keatas. Bukaan operculum sebanyak 2352 kali dan berat badan menyusut sebanyak 3  gram
Toples tidak ditutup
15
Ikan berenang biasa dan bukaan operculum sebanyak 1935 kali.
-1,7
320 dan 280
30
Ikan kejar-kejaran dan berenang diam dan bukaan operculum sebanyak 1563 kali.
45
Ikan berenang biasa dan kesekitar aerator dan bukaan operculum sebanyak 1025 kali.
60
Ikan megeluarkan feses dan bukaan operculum sebanyak 9654

B.   Pembahasan

Telah dilakukan praktikum mengenai adaptasi organisme akuatik terhadap perubahan konsentrasi oksigen dalam air.

Dalam praktikum fisiologi hewan air materi respirasi, langkah pertama yang harus dilakukan adalah menyiapkan alat dan bahan. Alat-alat yang digunakan adalah akuarium, aerator, timbangan digital, ember, gayung, lap, stopwatch, gelas cup, DOmeter, tisu, tali, dan terminal listrik. Sedangkan bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah ikan, aquades, dan air.

Langkah selanjutnya adalah disiapkan toples kapasitas 2 liter, karena toples mudah dibawa dan ekonomis, bersifat cembung agar dapat memperjelas pengamatan. Kemudian toples diisi dengan air tawar sampai ¾ bagian, hal ini bertujuan agar toples tidak mudah tumpah dan udara lebih banyak terdapat di bawah atau di dasar.

Kemudian diukur DO (oksigen terlarut) menggunakan DO meter. Sebelum menggunakan DO meter, pertama dinyalakan tombol ON/OFF dan elektroda terlebih dahulu dikalibrasi dengan aquades agar nilai yang didapat benar dan akurat. Dimasukkan elektroda ke dalam toples dan ditunggu sampai nilai DO konstan kemudian dicatat hasilnya.

Langkah berikutnya adalah ikan nila (Oreochromis niloticus) diambil dari ember, diletakkan pada nampan sambil ditutupi lap basah, bertujuan agar ikan tidak stress saat pengamatan. Diamati bukaan mulut tiap 3 menit sebanyak 5 kali dengan handtally counter, bertujuan agar mendapat hasil yang akurat. Lalu diukur DOt sebagai ukuran akhir DO.

Indikator dari respirasi adalah jumlah oksigen yang dikonsumsi oleh suatu jenis ikan. Tingkat konsumsi O2 ini menunjukkan tingkat metabolisme. Metabolisme adalah proses-proses perubahan kimia (transportasi materi dan energi) yang berlangsung secara kontinyu didalam sel makhluk hidup. Metode yang umumnya digunakan untuk mengukur laju metabolisme ini adalah mengukur jumlah konsumsi oksigen. Tingkat metabolisme dinyatakan dalam panas yang dihasilkan atau oksigen yang dikonsumsi per unit berat dan per unit waktu. Konsumsi O2 adalah indikator respirasi yang juga menunjukkan metabolisme energik (Affandi & Usman, 2002).

Laju konsumsi oksigen ikan dipengaruhi oleh aktivitas ikan. Saat proses pencernaan berlangsung (setelah ikan makan) laju konsumsi oksigen lebih tinggi dibandingkan jika saluran pencernaan dalam kondisi kosong.

Dari hasil praktikum ini, dapat diketahui bahwa organisme aquatik sangat bergantung apada adanya oksigen yang terlarut dalam air. Respon yang dapat dilihat dari perlakuan tersebut adalah adanya perbedaan jumlah bukaan tutup insang dan gerakan gerakan ikan yang cenderung diam atau tetap agresif seperti biasa, yang mana ikan yang berada ditoples yang tertutup cenderung bukaan operkulumnya lebih banyak karena ikan beradaptasi untuk seabnyak dan sesering mungkin menyaring air untuk mendapatkan oksigen yang menipis.

Menurut Lesmana (2001), Kebutuhan oksigen untuk setiap jenis ikan sangat berbeda karena perbedaan sel darahnya. Ikan yang gesit umumnya lebih banyak membutuhkan oksigen langsung dari udara sedangkan oksigen dalam air tidak terlalu berpengaruh pada kehidupannya. Adapun faktor lain yang menyebabkan persentase pengambilan O2 di udara berfluktuasi mungkin dikarenakan kesalahan praktikan dalam menghitung bukaan mulut dari ikan dalam setiap interval waktu tiga menit

Oksigen memegang peranan penting bagi mahluk hidup. Bagi hewan air pemenuhan kebutuhan oksigen dipenuhi dengan oksigen yang terlarut dalam air, maupun langsung dari udara pada beberapa jenis hewan tertentu (misalnya lele). Ikan dan udang memerlukan oksigen untuk menghasilkan energi  untuk beraktivitas, pertumbuhan, reproduksi dan lain-lain. Jumlah oksigen yang ada dalam air dinyatakan dalam satuan ppm (part per million/bagian per sejuta). Besarnya DO optimal untuk budidaya adalah 4 – 7,5  ppm, karena sesuai dengan kebutuhan udang/ikan.

Keadaan oksigen dalam toples tertutup berbeda dengan di kolam atau akuarium. Ikan susah untuk bernapas karena ketersediaan oksigen sangat terbatas, hanya cukup untuk beberapa jam saja. Rendahnya jumlah oksigen dalam air menyebabkan ikan harus memompa sejumlah besar air ke permukaan alat respirasinya untuk mengambil O2 dan harus menurunkan proporsi tekanan partial (P O2) dari total O2 yang digerakkan dalam air.

Respirasi dalam toples tertutup tidak tejadi difusi oksigen melalui kontak langsung dengan udara bebas dan adanya penggunaan oksigen secara terus menerus oleh ikan sehingga kadar oksigen dalam plastik akan menurun dan kadar karbondioksida dalam plastik akan meningkat, hal ini yang menyebabkab ikan meningkatkan respirasinya untuk mengambil oksigen.

Tujuan akhir dari pernapasan adalah untuk mempertahankan konsentrasi yang tepat dari oksigen, karbondioksida, dan ion hydrogen di dalam tubuh.  Karbondioksida dan ion hidrogen mengendalikan pernapasan secara langsung pada pusat pernapasan di dalam otak.  Sedangkan, penurunan konsentrasi oksigen merangsang aktivitas pernapasan dengan bekerja pada kemoreseptor tersebut kemudian mengirimkam sinyal-sinyal ke otak untuk merangsang kegiatan pernapasan.

Menurut Rahardi (1993), Ikan bernapas dengan insang, dan mengambil oksigen dari dalam air. Agar bisa bernapas dengan bebas, diperlukan oksigen yang cukup. Namun keadaan oksigen dalam toples yang ditutup berbeda dengan di kolam atau akuarium. Ikan susah untuk bernapas karena ketersediaan oksigen sangat terbatas, hanya cukup untuk beberapa jam saja. Rendahnya jumlah oksigen dalam air menyebabkan ikan harus memompa sejumlah besar air ke permukaan alat respirasinya untuk mengambil O2 dan harus menurunkan proporsi tekanan partial (P O2) dari total O2 yang digerakkan dalam air.


V.     KESIMPULAN DAN SARAN

A.   Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum, maka dapat disimpulkan bahwa Ikan lele termasuk ikan yang tahan dalam kondisi kekurangan oksigen. Tingkat konsumsi oksigen pada ikan tergantung pada ukuran, jenis, aktivitas maupun kondisi fisiologis lingkungan akuatik. Perlakuan dengan respirator tertutup menunjukkan penurunan konsumsi oksigen pada hewan uji. Semakin lama ikan berada dalam wadah respirator tertutup semakin sedikit tingkat konsumsi oksigennya.

B.   Saran
Sebaiknya digunakan ikan yang lebih besar agar dapat teramati dengan jelas yang terjadi pada tubuh ikan selama pengamatan.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2011. http://www.duniakam pus.co.cc/11/. Diakses pada April  2013.
Djarijah, AS. 1995. Nila Merah Pembenihan dan Pembesaran Secara Intensif. Kanisius. Yogyakarta.
Effendie, M. I. 1997. Biologi perkanan. Yayasan Pustaka nusantara. Yogyakarta. 163 hal.
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Kanisius. Jakarta.
Lesmana Darti S. 2002. Kualitas Air untuk Ikan Hias Air Tawar. Penebar Swadaya. Jakarta.
Mahyuddin dan Kholish, 2011. Panduan Lengkap Agribisnis Lele. Jakarta:    Penebar Swadaya.
Rida. 2008. Respirasi. http://sweefir.is.multiply.com/journal. Diakses pada tanggal 21 Maret 2011 pukul 09.00 WIB.
Rukmana R.1997.Ikan Nila. Budidaya dan Prospek Agribisnis. Kanisius. Yogyakarta.
Saanin, H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Jilid I dan II. Bina Cipta. Bandung.
Suyanto, SR. 1994. Nila. penebar swadaya. jakarta.
Suyanto, A. 1998. Mammals of Flores. Dalam Herwint Simbolon (Ed.): The Natural Resources of Flores Island, pp. 78-87. Research and Development Centre for biology, The Indonesian Institute of Sciences, Bogor.
Triastuti, J., L. Sulmartiwi dan Y. Dhamayanti. 2009. Ichtyologi. Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga : Surabaya.
Weichert and K. Charles . 1959. Elements of Chordate Anatomy. Mc Grow Hill : New York. .











LAMPIRAN

Tidak ada komentar: