Makalah
Platyhelminthes
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Platyhelminthes adalah cacing daun yang umumnya bertubuh
pipih. Cacing ini merupakan yang paling sederhana diantara semua hewan simetris
bilateral. Platyhelminthes memiliki tubuh padat, lunak, dan epidermis bersilia.
Cacing pipih merupakan hewan tripoblastik yang tidak mempunyai rongga tubuh
(acoelomata). Sebagian besar cacing pipih, seperti cacing isap dan cacing pita
adalah parasit. Namun, banyak yang hidup bebas yang habitatnya di air tawar dan
air laut, khususnya di pantai berbatu dan terumbu.
Filum ini terdiri atas 9000 spesies. Pemberian nama pada
organisme ini adalah sangat cepat. Sejumlah besar hewan ini berbentuk hampir
menyerupai pita. Hewan ini simetris bilateral dengan sisi kiri dan kanan,
permukaan dorsal dan ventral dan juga anterior dan posterior.
Cacing parasit ini mempunyai lapisan kutikula dan silia yang
hilang setelah dewasa. Hewan ini mempunyai alat pengisap yang mungkin disertai
dengan kait untuk menempel. Cacing pipih belum mempunyai sistem peredaran darah
dan sistem pernafasan. Sedangkan sistem pencernaannya tidak sempurna, tanpa
anus. Platyhelminthes terbagi dalam 3 kelas, yaitu Kelas Turbellaria, Kelas
Trematoda dan kelas Cestoda. Untuk lebih mengetahui lebih jauh mengenai
hewan-hewan dalam kelas ini, maka akan di bahas dalam bab II.
B. Tujuan
Masalah
Adapun
tujuan dari makalah yang terkait dengan Platyhelminthes adalah:
1. Untuk mengetahui karakteristiknya
2. Untuk mengetahui struktur tubuh Platyhelminthes
3. Dapat mengetahui klasifikasi dari Platyhelminthes
4. Dapat mengetahui bagaimana siklus hidup dari Platyhelminthes
5. Dapat mengetahu peranan Platyhelminthes dalam kehidupan
BAB II
PEMBAHASAN
Firman
Allah SWT dalam Surat An-Nuur ayat 45:
Artinya:
“Dan Allah Telah menciptakan semua jenis hewan dari air, Maka sebagian dari
hewan itu ada yang berjalan di atas perutnya dan sebagian berjalan dengan dua
kaki sedang sebagian (yang lain) berjalan dengan empat kaki. Allah menciptakan
apa yang dikehendaki-Nya, Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
A. Karakteristik
Platyhelminthes berasal dari Bahasa Yunani, dari kata Platy
= pipih dan helminthes = cacing. Jadi berarti cacing bertubuh pipih. Filum
Platyhelminthes terdiri dari sekitar 13,000 species, terbagi menjadi tiga
kelas; dua yang bersifat parasit dan satu hidup bebas. Planaria dan kerabatnya
dikelompokkan sebagai kelas Turbellaria. Cacing hati adalah parasit eksternal
atau internal dari Kelas Trematoda. Cacing pita adalah parasit internal dari
kelas Cestoda. Umumnya, golongan cacing pipih hidup
di sungai, danau, laut, atau sebagai parasit di dalam tubuh organisme lain. Platyhelminthes yang hidup bebas
adalah di air tawar, laut, dan tempat-tempat yang lembab, sedangkan
Platyhelminthes yang parasit hidup di dalam tubuh inangnya (endoparasit) pada
siput air, sapi, babi, atau manusia.
Cacing golongan ini sangat sensitif
terhadap cahaya. Beberapa contoh Platyhelminthes adalah Planaria yang sering ditemukan
di balik batuan (panjang 2-3 cm), Bipalium yang hidup di balik
lumut lembab (panjang mencapai 60 cm), Clonorchis
sinensis, cacing
hati, dan cacing pita.
B. Struktur Tubuh
Platyhelminthes tidak memiliki rongga tubuh (selom) sehingga
disebut hewan aselomata.Tubuh pipih dorsoventral, tidak berbuku-buku, simetri
bilateral, serta dapat dibedakan antara ujung anterior dan posterior. Lapisan
tubuh tersusun dari 3 lapis (triploblastik aselomata) yaitu ektoderm yang akan
berkembang menjadi kulit, mesoderm yang akan berkembang menjadi otot – otot dan
beberapa organ tubuh dan endoderm yang akan berkembang menjadi alat pencernaan
makanan.
Sistem respirasi Platyhelminthes melalui permukaan tubuhnya.
Sistem pencernaan terdiri dari mulut, faring, dan usus (tanpa anus), usus
bercabang-cabang ke seluruh tubuhnya. Platyhelminthes tidak memiliki sistem
peredaran darah (sirkulasi) dan alat ekskresinya berupa sel-sel api. Kelompok
Platyhelminthes tertentu memiliki sistem saraf tangga tali. Sistem saraf tangga
tali terdiri dari sepasang simpul saraf (ganglia) dengan sepasang tali saraf
yang memanjang dan bercabang-cabang melintang seperti tangga.Organ reproduksi
jantan (testis) dan organ betina (Ovarium). Cacing pipih dapat bereproduksi
secara aseksual dengan membelah diri dan secara seksual dengan perkawinan silang, platyhelminthes terdapat
dalam satu individu sehingga disebut hewan hermafrodit.
C. Klasifikasi
Filum Platyhelminthes terbagi menjadi tiga kelas, yaitu:
Ø Turbellaria (berambut getar)
Contoh: Planaria sp
Ø Trematoda (cacing hisap)
Contoh:
Fasciola hepatica (cacing hati)
Ø Cestoda (cacing pita)
Contoh:
Taenia solium, Taenia saginata
1. Turbellaria (cacing berambut getar)
Keberadaan: 4000+ spesies di seluruh
dunia; hidup di batu dan permukaan sedimen di air, di tanah basah, dan di bawah
batang kayu. Hampir semua Turbellaria hidup bebas (bukan parasit) dan sebagian
besar adalah hewan laut.
Kebanyakan turbellaria berwarna
bening, hitam, atau abu-abu. Namun, beberapa spesies laut, khususnya di turumbu
karang, memiliki corak warna lebih cerah. Panjang mulai kurang dari 1 mm hingga
50 cm. Spesies terbesar bertubuh seperti kertas.
Planaria sp
Cacing ini dipakai sebagai contoh
yang mewakili anggota kelas Turbellaria pada umumnya. Anggota genus Dugesia, yang umumnya dikenal sebagai
Planaria, berlimpah dalam kolam dan aliran sungai yang tidak terpolusi.
Planaria mempunyai kebiasaan berlindung di tempat-tempat yang teduh, misalnya
di balik batu-batuan, di bawah daun yang jatuh ke dalam air. Bentuk tubuh
anggota ini adalah pipih dorsoventral, dengan bagian kepala yang berbentuk
seperti segitiga, sedangkan bagian ekornya berbentuk meruncing yang panjang
tubuh sekitar 5-25 mm. Planaria memangsa hewan yang lebih kecil atau memakan
hewan-hewan yang sudah mati. Planaria dan cacing pipih lainnya tidak memiliki
organ yang khusus untuk pertukaran gas dan sirkulasi. Bentuk tubuhnya yang pipih
itu menempatkan semua sel-sel berdekatan dengan air sekitarnya, dan percabangan
halus rongga gastrovaskuler mengedarkan makanan ke seluruh hewan tersebut.
Sistem saluran pencernaan makanan
terdiri dari mulut, faring, oesofagus, dan usus. Mulut, terletak di bagian
ventral dari tubuh, yaitu kira-kira dekat dengan pertengahan agak ke arah ekor.
Lubang mulut ini dilanjutkan oleh kantung yang bentuknya silindris memanjang
yang disebut rongga mulut (Faring). Oesofagus merupakan persambungan daripada
faring yang langsung bermuara kedalam usus; ususnya bercabang tiga, yaitu
menuju ke arah anterior, sedang yang dua lagi sejajar menuju ke arah posterior.
Seperti halnya hewan tingkat rendah
lainnya, Planaria juga belum mempunyai alat pernafasan yang khusus. Pengambilan
O2 maupun pengeluaran CO2 secara osmosis langsung melalui
seluruh permukaan tubuh.
Sistem ekskresi terdiri dari 2
tabung ekskresi longitudinal yang mulai dari sel-sel nyala (flame cells) yang
di bagian anteriornya berhubungan silang. Seluruh sistem ini terbuka ke luar
melalui porus ekskretorius. Flame cells atau sel-sel api berfungsi sebagai alat
ekskresi yang membuang zat-zat sampah yang merupakan sisa-sisa metabolisme dan
juga sebagai alat osmoregulasi dalam arti ikut membantu mengeluarkan ekses-ekses
penumpukan air di dalam tubuh, sehingga nilai osmosis tubuh tetap dapat
dipertahankan seperti ukuran normal.
Sistem saraf terdiri dari 2 batang
saraf yang membujur memanjang, yang di bagian anteriornya berhubungan silang,
dan 2 ganglion anterior yang terletak dekat di bawah mata. Ganglion berfungsi
sebagai otak dalam arti bertindak sebagai pusat susunan saraf serta
mengkoordinir aktivitas-aktivitas anggota tubuh. Seonggok ganglion tersebut
letaknya di bagian kepala persis di bawah lapisan epidermis agak di sebelah
bintik mata. Ganglion ini karena terletak di bagian kepala dan berfungsi
sebagai otak maka biasa disebut ganglion kepala atau ganglion cerebral. Dari
ganglin cerebral ini keluarlah cabang-cabang urat saraf secara radier menuju ke
arah lateral, anterior, dan pasterior. Cabang anterior menuju ke bagian bintik
mata, cabang lateral menuju ke alat indera cemoreseptor, sedangkan cabang
posterior ada satu pasang kanan kiri yang saling bersejajar yang membentang di
bagian ventral tubuh yang disebut tali saraf.
Planaria sudah mempunyai alat indera
yang berupa bintik mata, dan indera aurikel, yang kedua-duanya terletak di
bagian kepala. Bintik mata merupakan titik hitam yang terletak di bagian dorsal
daripada bagian kepala. Masing-masing bintik mata terdiri dari sel-sel pigmen
yang tersusun dalam bentuk mangkok yang dilengkapi dengan sel-sel saraf
sensorik yang sangat sensitif terhadap sinar. Bintik mata itu sekedar dapat
membedakan gelap dan terang saja.
Planaria bersifat hermafrodit,
terdapat alat kelamin jantan dan betina. Alat kelamin jantan terdiri dari:
1. Testis, yang berjumlah ratusan, berbentuk
bulat tersebar di sepanjang sisi tubuh keduanya.
2. Vasa eferensia, yang merupakan pembuluh yang
menghubungkan testis dengan bagian pembuluh lainnya.
3. Vasa deferensia, merupakan pembuluh berjumlah dua
buah yang masing-masing membentang di setiap sisi tubuh yang kedua-duanya
saling bertemu dan bermuara ke dalam suatu kantung yang disebut vesiculus
seminalis.
4. Vesiculus seminalis, berfungsi untuk menampung sperma dan
menyalurkan sperma menuju ke penis.
5. Penis, yang merupakan alat pentransfer ke
tubuh waktu mengadakan kopulasi pada perkawinan silang.
Sistem
alat kelamin betina terdiri dari atas bagian-bagian seperti berikut:
1. Ovari, berjumlah dua buah, berbentuk bulat
terletak di bagian anterior tubuh.
2. Oviduct, dari setiap ovarium akan membentang
ke arah posterior sebuah saluran yang disebut oviduct (saluran telur). Antara
saluran telur kanan dan kiri saling bersejajar yang masing-masing dilengkapi
dengan kelenjar yang menghasilkan kuning telur.
3. Kelenjar kuning telur, menghasilkan kuning telur yang akan
disediakan bagi sel telur bila telah diproduksi oleh ovarium.
4. Vagina, merupakan suatu aliran yang berfungsi
untuk menerima transfer spermatozoid dari cacing planaria lain.
5. Uterus, merupakan ruangan yang bentuknya
menggelembung yang berfungsi untuk menyimpan spermatozoid. Uterus juga biasa
disebut receptaculus seminalis.
6. Genital atrium (ruang genitalis) yaitu muara antara
kedua buah saluran telur.
Planaria
berkembang biak dengan cara seksual maupun aseksual. Planaria akan
menghindarkan diri bila terkena sinar yang kuat, oleh karena itu pada siang
hari cacing itu melindungkan diri di bawah naungan batu-batu atau daun atau di
bawah objek yang lain. Pada waktu istirahat biasanya Planaria melekatkanatau
menempelkan diri pada suatu objek dengan bantuan zat lendir yang dihasilkan
oleh kelenjar-kelenjar lendir. Planaria melakukan dua macam gerak, yaitu gerak
merayap dan meluncur.
2. Trematoda (cacing hisap)
Keberadaan: 12000 spesies di seluruh dunia; hidup di dalam
atau pada tubuh hewan lain. Semua cacing hisap adalah parasit, berbentuk
silinder atau seperti daun. Panjang berkisar 1 cm hingga 6 cm. Cacing ini
memiliki penghisap untuk menempelkan diri ke organ internal atau permukaan luar
inangnya, dan semacam kulit keras yang membantu melindungi parasit itu. Organ
reproduksinya mengisi hampir keseluruhan bagian interior cacing hisap.
Sebagai
suatu kelompok, cacing trematoda memparasiti banyak sekali jenis inang, dan
sebagian besar spesies memiliki siklus hidup yang kompleks dengan adanya
pergiliran tahap seksual dan aseksual. Banyak trematoda memerlukan suatu inang
perantara atau intermediet tempat larva akan berkembang sebelum menginfeksi
inang terakhirnya (umumnya vertebrata), tempat cacing dewasa hidup. Sebagai
contoh, trematoda yang memparasati manusia menghabiskan sebagian dari sejarah
hidupnya di dalam bekicot.
Trematoda dewasa pada umumnya hidup di dalam hati, usus,
paru-paru, ginjal, dan pembuluh darah vertebrata. Trematoda berlindung di dalam
tubuh inangnya dengan melapisi permukaan tubuhnya dengan kutikula dan permukaan
tubuhnya tidak memiliki silia.
Trematoda tidak mempunyai rongga
badan dan semua organ berada di dalam jaringan parenkim. Tubuh biasanya pipih
dorsoventral, dan biasanya tidak bersegmen dan seperti daun. Mereka mempunyai
dua alat penghisap, satu mengelilingi mulut dan yang lain berada di dekat
pertengahan tubuh atau pada ujung posterior. Alat penghisap yang kedua disebut asetabulum karena bentuknya mirip dengan
mangkuk cuka.
Dinding luar atau tegumen trematoda
adalah kutikula yang kadang2 mengandung duri atau sisik.
Sistem pencernaan makanan sangat
sederhana. Terdapat mulut pada ujung anterior, yang dikelilingi oleh sebuah
alat penghisap. Makanan dari mulut melalui farings yang berotot ke esofagus dan
kemudian ke usus, yang terbagi menjadi dua sekum yang buntu. Sekum ini kadang2
bercabang, dan percabangan ini kadang-kadang sedikit rumit. Kebanyakan
trematoda tidak mempunyai anus, dengan demikian sisa bahan makanan harus
diregurgitasikan.
Sistem saraf adalah sederhana.
Cincin dari serabut saraf dan ganglia mengelilingi esofagus, dan dari sini
saraf berjalan ke depan dan belakang. Biasanya, sebatang saraf berjalan
kebelakang pada setiap sisi, dan saraf-saraf bertolak dari sini menuju ke
berbagai organ.
Trematoda tidak mempunyai sistem
peredaran darah. Sistem ekskresi tersusun dari sebuah kandung kemih posterior.
Sebuah sistem percabangan dari tabung pengumpul yang masuk ke dalam kandung
kemih, dan sebuah sistem sel-sel ekskresi yang terbuka ke dalam saluran
pengumpul tersebut. Tidak terdapat organ ekskresi yang terlepas, sel-sel
ekskresi ditempatkan secara strategis di seluruh tubuh. Sel ekskresi terdiri
dari sebuah sitoplasma basal yang berisi inti dan sebuah vakuola berisi
seberkas silia ynag terbuka secara tetap ke dalam saluran pengumpul.
Sistem reproduksinya kompleks.
Sebagian besar dari trematoda adalah hermafrodit, mempunyai organ jantan dan
betina. Tetapi pembuahan silang merupakan hal yang biasa, dan pembuahan sendiri
tidak umum. Pembuahan biasanya uterus, sperma melewati sirus dari satu cacing
ke uterus cacing lain.
Siklus
Hidup Trematoda
a. Clonorchis sp (cacing hati pada manusia)
Zygot
- Larva Myrasidium-Sporosit -Redia -Sercaria-Metacercaria-Cacing dewasa.
Keterangan:
1. Telur dilepaskan bersamaan dengan kotoran dari penderita
2. Telur akan berkembang menjadi larva mirasidium dan masuk ke
inang perantara 1, biasanya adalah siput
3. Di tubuh siput, larva myrasidium akan bermetamorfosis
menjadi sporosit
4. Sporosit ini mengandung banyak kantung embrio, yang akan
tumbuh menjadi Redia
5. Redia akan tumbuh dan mengandung embrio yang akan berkembang
menjadi Sercaria
6. Sercaria yang dihasilkan akan berpindah menempel pada
tumbuhan air membentuk kista metasercaria
7. Tumbuhan yang mengandung kista di makan oleh domba, maka
kista akan berkembang menjadi cacing hati dewasa.
b. Fasciola hepatica (cacing hati pada domba)
Zygot-Larva
Myrasidium-Sporosit-Redia -Sercaria-Metacercaria-Cacing dewasa.
Keterangan:
1. Telur dilepaskan bersamaan dengan kotoran dari penderita
2. Telur akan berkembang menjadi larva mirasidium dan masuk ke
inang perantara 1, biasanya adalah siput
3. Di tubuh siput, larva myrasidium akan bermetamorfosis
menjadi sporosit
4. Sporosit ini mengandung banyak kantung embrio, yang akan
tumbuh menjadi Redia
5. Redia akan tumbuh dan mengandung embrio yang akan berkembang
menjadi Sercaria
6. Sercaria yang dihasilkan akan berpindah menempel pada
tumbuhan air membentuk kista metasercaria.
7. Tumbuhan yang mengandung kista di makan oleh domba, maka
kista akan berkembang menjadi cacing hati dewasa
3. Cestoda (cacing pita)
Keberadaannya: 3500 spesies di seluruh dunia; hidup sebagai
parasit dalam tubuh hewan. Contoh cacing pita adalah Taenia solium dan Taenia
saginata yang parasit pada orang. Taenia
terdiri dari sebuah kepala bulat yang disebut scolex, sejumlah ruas, yang sama disebut disebut proglotid. Pada kepala terdapat alat
hisap dan jenis Taenia solium mempunyai
kait (rostellum) yang sangat tajam yang mengunci cacing itu ke lapisan
intestinal inang. Di belakang scolex terdapat leher kecil yang selalu tumbuh
yang akan menghasilkan proglotid baru yang mula-mula kecil tumbuh menjadi
besar. Panjang tubuh cacing pita mencapai 2 m. Setiap proglotid mengandung
organ kelamin jantan (testis) dan organ kelamin betina (ovarium).Tiap proglotid
dapat terjadi fertilisasi sendiri. Proglotid yang dibuahi terdapat di bagian
posterior tubuh cacing. Proglotid dapat melepaskan diri (strobilasi) dan keluar
dari tubuh inang utama bersama dengan tinja dengan membawa ribuan telur. Jika
termakan hewan lain, telur akan berkembang dan memulai siklus hidup barunya.
Cacing pita tidak memiliki saluran pencernaan. Cacing pita menyerap makanan
yang telah dicerna terlebih dahulu oleh inang.
Cestoda bersifat parasit karena menyerap sari makan dari
usus halus inangnya. Sari makanan diserap langsung oleh seluruh permukaan
tubuhnya karena cacing ini tidak memiliki mulut dan pencernaan (usus). Manusia
dapat terinfeksi Cestoda saat memakan daging hewan yang dimasak tidak sempurna.
Inang perantara Cestoda adalah sapi pada Taenia saginata dan babi pada taenia
solium.
Cacing pita tidak mempunyai saluran pencernaan dan sitem
peredaran darah. Makanan langsung melalui dinding tubuh. Sistem ekskresi yaitu
berupa sel api.
Sistem saraf tersusun dari beberapa ganglion pada
skoleks, dengan komisura melintang diantaranya. Dan tiga batang saraf
longitudinal setiap sisil tubuh (sebuah batang besar disebelah lateral dan yang
kecil disebelah ventral), satu ganglion kecil disetiap segmen pada
masing-masing dari enam batang tersebut, dan komisura pada setiap segmen
menghubungkan ganglion-ganglion ini.
Cestoda adalah hermafrodit, yang mempunyai organ jantan dan
betina. Organ jantan terdiri dari testis (menghasilkan spermatozoa), vas
deferen, seminal vesicle, penis, dan lubang kelamin. Sedangkan organ bertina
terdiri dari ovarium, oviduk, seminal uterus, vagina, dan lubang kelamin.
Siklus
Hidup Taenia sp
Larva, yang dilengkapi dengan scolex
akan berkembang menjadi kista pada jaringan tubuh inang, misal pada otot.
Manusia yang memakan daging yang terinfeksi, akan menyebabkan kista berkembang
menjadi cacing pita dewasa Cacing pita dewasa terdiri dari scolex dan
proglotid.Proglotid pada bagian ujung mengandung telur yang telah dibuahi yang
siap dikeluarkan bersama feses untuk menginfeksi kembali Di dalam telur yang
telah dibuahi, embrio berkembang menjadi larva. Sapi mungkin akan memakan telur
bersama rumput dan akan menjadi inang sementara bagi cacing pita.
D. Peranan
Platyhelminthes Dalam Kehidupan
Adapun
peranan Platyhelminthes dalam kehidupan adalah sebagai berikut:
1. Planaria menjadi salah satu makanan bagi
organisme lain.
2. Cacing hati maupun cacing pita merupakan parasit
pada manusia
a. Schistosoma sp, dapat menyebabkan skistosomiasis, penyakit parasit yang ditularkan
melalui siput air tawar pada manusia. Apabila cacing tersebut berkembang di
tubuh manusia, dapat terjadi kerusakan jaringan dan organ seperti kandung
kemih, ureter, hati, limpa, dan ginjal manusia.Kerusakan tersebut disebabkan
perkembangbiakan cacing Schistosoma di dalam tubuh.
b. Clonorchis sinensis yang menyebabkan infeksi cacing hati pada manusia dan hewan mamalia lainnya, spesies ini dapat menghisap darah manusia.
c. Paragonimus sp, parasit pada paru-paru manusia.
dapat menyebabkan gejala gangguan pernafasan yaitu sesak bila bernafas, batuk
kronis, dahak/sputum becampur darah yang berwarna coklat (ada telur cacing).
d. Fasciolisis sp, parasit di dalam saluran
pencernaan. Terjadinya radang di daerah gigitan, menyebabkan hipersekresi dari
lapisan mukosa usus sehingga menyebabkan hambatan makanan yang lewat. Sebagai
akibatnya adalah ulserasi, haemoragik dan absces pada dinding usus. Terjadi
gejala diaree kronis.
e. Taeniasis, penyakit yang disebabkan oleh Taenia sp. Cacing ini menghisap
sari-sari makanan di usus manusia.
f. Fascioliasis, disebabkan oleh Fasciola hepatica. Merupakan penyakit parasit yang menyerang semua
jenis ternak. Hewan terserang ditandai dengan nafsu makan turun, kurus, selaput
lendir mata pucat dan diare.
http://firmandepartment.blogspot.com/2011/12/makalah-platyhelminthes.html