BAB
IV. LAMUN
A. Pendahuluan
1. Latar
Belakang
Tidak
ada satupun tumbuhan dan hewan yang ada didunia tanpa memiliki fungsi dan
peran. Begitu pula padang lamun, dialam berfungsi sebagai penghasil detritus
(sampah) dan zat hara yang berguna sebangai manakan bagi mahkluk hidup lainnya.
Detrutus dan lamun yang tua diuraikan oleh sekumpulan hewan dan jasat renik
yang hidupm didasar perairan. Hasil penguraian ini berupa nutrien yang terlarut didalam air. Nutrien ini tidak
hanya bermanfaat bagi tumbuhan lamun melainkan juga bermanfaat untuk
pertumbuhan fitoplankton, zooplankton, dan juvenil ikan atau udang.
Padang
lamun (seagrass meadow) merupakan hamparan tanaman rumput laut yang selalu
terendam air ini bisa ditemui baik di lingkungan sedimen estuaria yang dangkal
maupun di tengah laut sekitar pulau-pulau. Diseluruh dunia diperkirakan
terdapat lebih dari 50 jenis yang mampu hidup di lingkungan terendam air yang
bersifat saline. Walaupun dari lingkungan terendam air, namanya juga
menyebutkan sebagai rumput laut, namun tanaman berbunga yang termasuk golongan
angiospermae ini tidak ada hubungan dengan tanaman rumput yang biasa kita kenal
di daratan walaupun sama-sama berakar
rimpang.
Tanaman
lamun memerlukan substrat yang agar berpasir, memiliki bentuk daun yang yang
sedikit lebar dan memanjang seperti pita (linearis) misalnya pada genus Thalassia dan Halodule. Kondisi tingkat kekeruhan dan tingkat kedalaman menjadi
faktor yang sangat penting dalam mempengaruhi penetrasi cahaya matahari untuk
melakukan fotosintesis. Komunitas lamun kebanyakan dapat tumbuh pada kedalaman
sampai 2 sampai 2,5 m dari permukaan air laut.
Salah
satu cara yang digunakan untuk melakukan pendataan terhadap lamun yaitu
menggunakan metode transek kuadrat. Pendataan di lakukan untuk melihat spesies
yang hidup di lokasi bentangan transek kuadrat.
Secara
ekologis padang lamun mempunyai beberapa fungsi penting bagi wilayah pesisir,
yaitu : Produsen detritus dan zat hara. Mengikat sedimen dan menstabilkan
substrat yang lunak, dengan sistem perakaran yang padat dan saling menyilang.
Sebagai tempat berlindung, mencari makan, tumbuh besar, dan memijah bagi
beberapa jenis biota laut, terutama yang
melewati masa dewasanya di lingkungan ini. Sebagai tudung pelindung yang
melindungi penghuni padang lamun dari sengatan matahari.
2. Tujuan
Menganalisis kondisi eksisting,
potensi dan tingkat kerusakan ekosistem lamun. Menetukan kondisi ekosistem
lamun berdasarkan nilai kerapatan jenis dan persentase tutupan lamun.
B. Tinjauan
Pustaka
Lamun hidup terendam di perairan laut. Bagian-bagiannya
adalah: rhizome, daun (thalus) dan akar. Lamun hidup di lautan yang dangkal dan
biasanya menempel pada substrat yang berlumpur, thalusnya tegak berdiri dengan
panjang bisa mencapai satu meter (Romimohtarto,2001). Lamun dapat ditemukan di
seluruh dunia kecuali di daerah kutub. Lebih dari 52 jenis lamun yang telah
ditemukan. Di Indonesia hanya terdapat 7 genus dan sekitar 15 jenis yang
termasuk ke dalam 2 famili yaitu:
1. Hydrocharitacea ( 9 marga, 35 jenis ) dan
2. Potamogetonaceae (3 marga, 15 jenis).
Jenis yang membentuk komunitas padang lamun tunggal,
antara lain :
1. Thalassia hemprichii
2. Enhalus acoroides
3. Halophila ovalis
3. Cymodoceae serulata
4. Thallasiadendron ciliatum
(Romimohtarto, 2001).
Lamun banyak di temukan dimana saja dengan keanekaragaman
hayatinya yang tinggi, namun lamun banyak sekali di temukan pda barisan kedua
setelah mangrove, Lamun umumnya membentuk padang yang luas di dasar laut yang
masih dapat di jangkau oleh cahaya matahari yang memadai bagi pertumbuhannya
(Nontji, 1993).
Lamun tidak memiliki stomata tapi memiliki kutikula tipis
yang berfungsi untuk menyerap nutrisi dari perairan, semua kegiatan lamun di
lakukan dalam keadaan terbenam dalam air, dai system perakarannya hingga daur
generatifnya (Romimohtarto,2001).
Tumbuhan lamun memiliki ciri – ciri sebagai berikut :
1.
Toleransi
terhadap kadar garam lingkungan
2.
Tumbuh pada
perairan yang selamanya terendam
3.
Mampu bertahan
dan mengakar pada lahan dari hempasan ombak dan tekanan arus
4.
Menghasilkan
pollinasi hydrophilous ( benang sari yang tahan terhadap kondisi perairan )
5.
Memiliki kutikula sebagai pengganti
stomata
6.
Lamun adalah
satu - satunya tanaman berbunga yang akarnya berpembuluh dan teradaptasi dengan
lingkungan laut. (Nontji, 1993).
Faktor-faktor
yang berpengaruh terhadap kehidupan lamun secara umum adalah kualitas air,
substrat dasar perairan. Kualitas air meliputi temperatur, cahaya, salinitas
dan nutrien.
a)
Temperatur
Temperatur
merupakan salah satu faktor ekologi perairan yang sangat penting, karena
mempengaruhi proses-proses fisiologis lamun, seperti ketersediaan dan
penyerapan, nutrien, respirasi dan siklus protein. Zieman (1982) menyatakan
bahwa lamun lebih tahan terhadap maningkatnya temperatur dibandingkan dengan
alga. Mellors dkk, menemukan keterkaitan antara temperatur dan biomassa lamun,
tetapi faktor temperatur ini dapat berakibat merugikan pada proses fotosintesis
dan kehidupan apabila terjadi kombinasi antara temperatur dan intensitas yang
berlebih (Mellors, 1993).
b)
Cahaya
Larkum (1989)
menyatakan bahwa cahaya merupakan faktor yang menentukan penyebaran dan
kelimpahan lamun. Intensitas cahaya yang masuk ke dalam kolom air dipengaruhi
oleh kecerahan perairan. Semakin bertambah kedalaman suatu perairan berarti
intensitas cahaya menurun maka biomassa lamun semakin menurun (Hilman dkk,
1989). Tiap spesies lamun memiliki intensitas cahaya minimum dan maksimum yang
dibutuhkan sebagai syarat lulus kehidupan dan faktor pertumbuhan yang optimal
(Dahuri, 2001).
c)
Salinitas
Aktivitas
tumbuhan dalam berfotosintesis dipengaruhi oleh salinitas air. Laju
fotosintesis berkurang hingga mendekati nol pada air destilasi dan air dengan
salinitas dua kali salinitas air laut. Faktor utama yang mempengaruhi tingkat
salinitas di wilayah estuari adalah suplai air tawar dari muara-muara sungai.
pengaruh salinitas bersifat positif bagi pertumbuhan daun lamun muda dimana
pertambahan panjang daun meningkat seiring meningkatnya salinitas. Padang lamun
di Cairns Harbour Australia dapat hidup pada kisaran salinitas 20‰-50‰ (Dahuri,
2001).
d) Nutrien
Senyawa organik
yang penting bagi lamun diantaranya tersusun oleh unsur-unsur karbon, nitrogen,
fosfor. Sumber utama karbon bagi lamun berasal dari sedimen yang diserap oleh
akar. Dua puluh lima persen dari karbon yang diserap oleh akar ditransfer ke
daun sedangkan sisanya tetap berada di perakaran lamun. Nitrogen merupakan
salah satu faktor pembatas pertumbuhan lamun, diperoleh melalui akar setelah
mengalami fiksasi oleh bakteri. Nitrogen yang dihasilkan dari akar mampu
mensuplai 20-50 % nitrogen yang dibutuhkan suatu padang lamun. Fosfor dengan
konsentrasi tertinggi ditemukan di wilayah perakaran lamun dibandingkan dengan
di substrat pada kedalaman yang lebih dalam maupun substrat yang tidak
ditumbuhi lamun ( Mellors, 1993 ).
e)
Substrat dasar
Karakteristik
meliputi jenis substrat dan kandungan nutrien dalam sedimen mampengaruhi bentukakar lamun. Di padang lamun terdapat interaksi antara lamun dengan
sedimen dan air, dimana tumbuhan ini berpengaruh terhadap karakteristik kimia
serta mikrobiologi sedimen dari produksi detritus, aliran oksigen dari akar dan
rimpangnya (Moriaty,1989).
C. Metodelogi
1. Waktu
dan Tempat
Hari/tanggal
: 18-19 Mei 2013
Waktu : 08.00 - selesai
Tempat : Pulau Tegal
2. Alat
dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan:
·
Transek
kuadran 1 x 1 m, roll meter atautali raffia 100
·
Sabak
·
Kamera
digital
·
Masker
dan snorkel (peralatan skin dive)
·
Alattulis
(kertas/buku,pensil,pen,pengaris).
3. Cara
Kerja
Adapun cara kerja yang dilakukan
adalah sebagai berikut:
·
Dibentangkan
transect garis sepanjang 50m
·
Letakkan
transek berukuran 1 x 1 meter pada tempat yang terdapat lamun dengan cara acak
(random).
·
Letakkan
transek kuadran pada daerah tersebut, transek tersebut memilki 16 kotak dimana
setiap kotak akan diidentifikasi.
·
Hitung
tegakan pada transek dan persentase penutupan lamun yang terdapat pada transek.
·
Identifikasi
lamun yang terdapat pada transek baik secara genus maupun spesies.
·
Identifikasi
jenis substrat dimana lamun tersebut melekat.
·
Ambil
biota yang ada pada suatu kotak di transek jika tidak ditemukan lamun pada
kotak transek tersebut.
·
Lakukan
pengamatan sepanjang traksek.
D. Hasil
dan Pembahasan
1. Hasil
Pengamatan
Transek
|
Kanopi Tertinggi
|
Kanopi Terendah
|
Lamun Dalam 1
Transek
|
Kerapatan
|
1
|
107cm
|
10 cm
|
15
|
25%
|
2
|
67 cm
|
28 cm
|
12
|
25%
|
3
|
79 cm
|
23 cm
|
17
|
25%
|
4
|
121 cm
|
21 cm
|
23
|
30%
|
5
|
89 cm
|
16 cm
|
13
|
25%
|
6
|
110 cm
|
9 cm
|
20
|
30%
|
7
|
66 cm
|
9 cm
|
6
|
5%
|
8
|
81 cm
|
53 cm
|
3
|
5%
|
9
|
98 cm
|
47 cm
|
6
|
5%
|
10
|
66 cm
|
44 cm
|
3
|
5%
|
2. Pembahasan
Secara teori letak geografis maupun bentuk topografi pantai
yang berbeda biasanya akan mempunyai kondisi hidrologis / ekologis yang berbeda
pula (Kuriandewa T. R.,
1997). Oleh karena distribusi lamun sangat dipengaruhi oleh kondisi –
kondisi tersebut, maka pola distribusi lamun di Pulau Tegal cukup bervariasi,
tergantung pada letak geografis dimana padang lamun berada. Praktikum lamun ini
dilakukan di dengan transek kuadran dengan memakai roll meter sepanjang 50 m
kea rah laut.
Dari hasil praktikum terlihat bahwa lamun tertinggi atau
terpanjang yaitu 121 cm, sedangkan tutupan atau kerapatan dalam transek
terbesar yaitu 30%. Berdasarkan tipe substrat di lokasi praktikum yang
dicirikan oleh pasir berwarna keputihan bertekstur halus maka tipe susbstat ini
menjadi indikator kuat tempat tumbuh lamun jenis Enhalus acoroides, dan Cymodocea
rotundata. Tipe substrat ini juga membantu membentuk penancapan perakaran
yang kuat bagi jenis Enhalus acoroides, dan Cymodocea rotundata.
Kedua jenis ini dianggap memiliki toleransi yang tinggi untuk hidup dan
berkembang di pulau Tegal, disamping itu pulau ini memiliki keadaan air yang
tetap jernih dan penetrasi cahaya matahari mencapai dasar perairan sehingga
fotosintesis dapat berlangsung dengan baik. Telah diketahui bahwa lamun yang
ditemukan di perairan Indonesia terdiri dari tujuh marga, tiga di antaranya (Enhalus,
Thalassia, Halophila) termasuk suku Hydrocaritaceae, sedangkan empat
lainnya (Halodule, Cymodoceae, Syringodium dan Thallasodendron) termasuk
suku Cymodoceae (Kuo & McComb, 1989).
Zonasi merupakan suatu fenomena ekologi yang menarik di
perairan pantai, yang merupakan daerah yang terkena pengaruh pasang surut air
laut. Pengaruh dari pasang-surut air laut yang berbeda untuk tiap zona memungkinkan
berkembangnya komunitas yang khas untuk masing-masing zona di daerah ini
(Peterson, 1991). Hutomo (1997) mengatakan bahwa tipe padang lamun campuran
adalah padang lamun yang terdiri lebih dari satu jenis dan dapat mencapai
delapan jenis.
Pada transek terlihat jenis yang memiliki nilai tutupan
tertingggi adalah Cymodocea rotundata dan Enhalus acoroides.
Bengen (2001) juga menyatakan bahwa E. acoroides merupakan jenis lamun
yang sering mendominasi komunitas padang lamun. Sangaji (1994) menyatakan bahwa
E. acoroides dominan hidup pada substrat dasar berpasir dan
kadang-kadang terdapat dasar yang terdiri dari campuran pecahan karang yang
telah mati. Selain itu, Nienhuis et al. (1989) melaporkan bahwa E.
acoroides umumnya tumbuh di sedimen yang berpasir atau berlumpur dan di
daerah dengan bioturbasi tinggi serta dapat tumbuh menjadi padang yang
monospesifik; juga tumbuh pada susbstrat berukuran sedang dan kasar;
mendominasi padang lamun campuran; dan seringkali tumbuh bersama-sama dengan Thalassia
hemprichii.
Seperti ekosistem
terumbu karang dan mangrove, padang lamun juga dapat mengalami degradasi
lingkungan dan penurunan presentasi tutupan. Ada beberapa faktor yang
menyebabkan terjadinya tekanan terhadap padang lamun sehingga mengakibatkan
penurunan presentasi tutupan:
·
Perubahan
fisik dasar laut, seperti erosi, sedimentasi, dan pelumpuran yang mengurangi
wilayah dan kepadatan tutupan padang lamun;
·
Kekeruhan
yang mempengaruhi kapasitas fotosintesis dan pertumbuhan pada lamun;
·
Metode
penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan, seperti trawl;
·
Penangkapan
ikan berlebih yang dapat menurunkan tingkat keragaman hayati di ekosistem
padang lamun.
Tanpa intervensi yang
efektif dan terintegrasi, kecenderungan degradasi pada ekosistem padang lamun
dan biota yang berasosiasi dengannya akan terus berkurang.
Padang lamun merupakan habitat bagi
beberapa organisme laut. Hewan yang hidup pada padang lamun ada berbagai
penghuni tetap ada pula yang bersifat sebagai pengunjung. Hewan yang datang
sebagai pengunjung biasanya untuk memijah atau mengasuh anaknya seperti ikan.
Selain itu, ada pula hewan yang datang mencari makan seperti sapi laut
(dugong-dugong) dan penyu (turtle) yang makan lamun Syriungodium isoetifolium
dan Thalassia hemprichi. (Nontji, 1987)
Di daerah padang lamun, organisme
melimpah, karena lamun digunakan sebagai perlindungan dan persembunyian dari
predator dan kecepatan arus yang tinggi dan juga sebagai sumber bahan makanan
baik daunnya mapun epifit atau detritus. Jenis-jenis polichaeta dan hewan–hewan
nekton juga banyak didapatkan pada padang lamun. Lamun juga merupakan komunitas
yang sangat produktif sehingga jenis-jenis ikan dan fauna invertebrata melimpah
di perairan ini. Lamun juga memproduksi sejumlah besar bahan bahan organik sebagai
substrat untuk algae, epifit, mikroflora dan fauna.
E. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diperoleh
adalah sebagai berikut:
1.
Pola distribusi lamun di Pulau Tegal
cukup bervariasi
2.
Berdasarkan tipe substrat di lokasi
praktikum yang dicirikan oleh pasir berwarna keputihan bertekstur halus maka
tipe susbstat ini menjadi indikator kuat tempat tumbuh lamun
3.
Pada transek terlihat jenis yang
memiliki nilai tutupan tertingggi adalah Cymodocea
rotundata dan Enhalus
acoroides
4.
Padang
lamun merupakan habitat bagi beberapa organisme laut
5.
Di
daerah padang lamun, organisme melimpah, karena lamun digunakan sebagai
perlindungan dan persembunyian dari predator dan kecepatan arus yang tinggi dan
juga sebagai sumber bahan makanan baik daunnya mapun epifit atau detritus.
Daftar
Pustaka
Dahuri, Rokhim,
Dr. Ir. H. M.S, dkk. 2001. Pengelolaan
Sumber Daya Wilayah Pesisir Dan
Lautan Secara Terpadu. Jakarta : PT.Pradnya Pramita.
Mellor J. E.,
HMrsh, and R. G 1993. Intra-annual
Changes in Seagrass standing
Crops Grenn Island Northern Quensland, Sidney : J. Mar Freshwater.
44 pp.
Moriaty, D. J
W. and P. I. Boon. 1989. Interactive
of Seagrasses with Sediment and
Water in Larkum. A W. D, A. J McComb and S. A. Sepherd (eds). Biologi of Seagrasses. Elsevier.
Amsterdam p500-535.
Nontji,A.1993. Laut Nusantara. Jakarta : Djambatan.
Nybakken,J.W.1992.
Biologi Laut : Suatu Pendekatan
Ekologis. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Romimohtarto,K
dan Juwana,Sri.2001. Biologi Laut :
Ilmu Pengetahuan tentang Biota Laut. Jakarta : Djambatan.
HUTOMO,
M. 1997. Padang lamun Indonesia : salah
satu ekosistem laut dangkal yang belum banyak dikenal. Puslitbang
Oseanologi-LIPI. Jakarta: 35 hal.Bengen (2001)
Kuriandewa
T. R. 1997. Distribusi dan Zonasi Lamun
di Daerah Padang Lamun Wilayah Kepulauan Derawan, Kalimantan Timur.
Seminar Kelautan LIPI-UNHAS, Ambon 4-6 Juli 1997 : 59 – 70.
KUO, J. and A.J. Mc COMB 1989. Seagrass taxonomy, structure and development.
In: A.W.D. LARKUM, A.J. COMB
& S.A. SHEPHERD, (eds). Biology
of seagrasses : a treatise on
the biology of seagrasses with special reference to Australian region.Elssier, Amsterdam:
6-73.Peterson. 1991.
Tomascik,et.al.1997.
The Ecology of the Indonesian Sea part
2. Singapore : Peripilus Edition.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar