RESPIRASI
(Laporan
Praktikum Fisiologi Hewan Air)
Oleh:
Widi
Indra Kesuma
1114111058
JURUSAN
BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS
LAMPUNG
2013
I. PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Respirasi
(pernapasan) adalah poses pertukaan oksigen dan karbondioksida antara suatu
organisme dengan lingkungannya. Peranan oksigen dalam kehidupan ikan merupakan
zat yang mutlak dibutuhkan oleh tubuh yaitu untuk mengoksidasi zat makanan (
karbohidrat, lemak, dan protein) sehingga dapat menghasilkan energy. Tingkah
laku ikan saat kandungan oksigen dalam air kurang adalah ikan akan berenang ke
tempat yang lebih baik kondisi oksigennya seperti : ke dekat inlet, air yang
berarus dan ke daerah permukaan serta dengan jalan meningkatan fekuensi
pemompaan air atau mempebesar volume air yang melewati insang (Affandi &
Usman, 2002).
Adapun
komponen-komponen pada sistem pernapasan antara lain : alat pernapasan
(insang), oksigen dan karbondioksida, dan darah (butir-buti darah merah, Hb).
Prinsip pernapasan yaitu proses pertukaan gas terjadi secara difusi. Pada
proses difusi terjadi suatu aliran molekul gas dari lingkungan/ruang yang
konsentrasi gasnya tinggi ke lingkungan/ruang yang konsentrasi gasnya rendah
(Affandi & Usman, 2002).
Beberapa ikan dilengkapi alat pernapasan tambahan untuk
beradaptasi dengan lingkungan yang kurang sesuai, misalnya diverticula pharynx,
labyrinth, vesica natatoria, dikarenakan ada beberapa jenis ikan yang
merasa jenuh sehingga ikan muncul kepermukaan walau ikan dilengkapi dengan alat
pernapasan.
Kelangsungan hidup ikan sangat dipengaruhi oleh
kemampuannya dalam mendapatkan oksigen yang cukup dari lingkungan sekitarnya.
Berkurangnya oksigen terlarut dalam air akan mempengaruhi fisiologi respirasi
dan metabolisme tubuh ikan. Untuk lebih mengetahui mekanisme pernapasan oleh
ikan baik dengan alat pernapasan biasa ataupun alat pernapasan tambahan maka
praktikum ini dilaksanakan.
B. Tujuan
Tujuan praktikum yaitu untuk mengetahui
respon organism akuatik terhadapkonsentrasi oksigen.
II. TINJAUAN
PUSTAKA
A.
Biologis Ikan
Ikan nila (Oreochromis niloticus).
Ikan nila (Oreochromis
niloticus) merupakan jenis ikan yang berasal dari sungai nila dan
danau-danau yang menghubungkan sungai tersebut. Ikan nila didatangkan ke
Indonesia secara resmi oleh Balai Penelitian Perikanan Air Tawar pada tahun
1969, bibit ikan nila yang ada di Indonesia berasal dari Taiwan adapun dengan
ciri berwarna gelap dengan garis-garis vertikal seanyak 6-8 buah dan Filipina
yang berwarna merah (Suyanto 1998).
Menurut Saanin
(1982), klasifikasi ikan nila (Oreochromis niloticus) adalah sebagai
berikut:
Kingdom
: Animalia
Filum
: Chordata
Sub
Filum : Vertebrata
Kelas
: Osteichtes
Sub
Kelas : Acanthoptherigii
Ordo
: Percomorphii
Sub
Ordo : Percoidae
Famili
: Cichlidae
Genus
: Oreochromis
Spesies
: Oreochromis niloticus
Ikan nila pada umumnya mempunyai bentuk tubuh panjang dan
ramping, perbandingan antara panjang dan tinggi badan rata-rata 3 : 1.
Sisik-sisik ikan nila berukuran besar dan kasar. Ikan nila berjari sirip keras,
sirip perut torasik, letak mulut subterminal dan berbentuk meruncing. Selain
itu, tanda lainnya yang dapat dilihat adalah dari ikan nila adalah warna
tubuhnya yang hitam dan agak keputihan. Bagian bawah tutup insang berwarna
putih, sedangkan pada nila lokal putih agak kehitaman bahkan ada yang kuning.
Sisik ikan nila besar, kasar, dan tersusun rapi. Sepertiga sisik belakang
menutupi sisi bagian depan. Tubuhnya memiliki garis linea lateralis yang
terputus antara bagian atas dan bawahnya. Linea lateralis bagian atas memanjang
mulai dari tutup insang hingga belakang sirip punggung sampai pangkal sirip
ekor. Ukuran kepalanya relatif kecil dengan mulut berada di ujung kepala serta
mempunyai mata yang besar (Merantica 2007).
Ikan nila memiliki karakteristik sebagai ikan parental care
yang merawat anaknya dengan menggunakan mulut (mouth breeder) (Effendie 1997
dalam Prasetiyo 2009). Ikan ini dicirikan dengan garis vertikal yang berwarna
gelap pada sirip ekornya sebanyak 6 buah. Selain pada sirip ekor, garis
tersebut juga terdapat pada sirip punggung dan sirip anal (Suyanto 1994 dalam
Saputra 2007 dalam Prasetiyo 2009).
Seperti halnya ikan nila yang lain, jenis kelamin ikan nila
yang masih kecil, belum tampak dengan jelas. Perbedaannya dapat diamati dengan
jelas setelah bobot badannya mencapai 50 gram. Ikan nila yang berumur 4-5 bulan
(100-150 g) sudah mulai kawin dan bertelur Tanda-tanda ikan nila jantan adalah
warna badan lebih gelap dari ikan betina, alat kelamin berupa tonjolan (papila)
di belakang lubang anus, dan tulang rahang melebar ke belakang. Sedangkan
tanda-tanda ikan nila betina adalah alat kelamin berupa tonjolan di belakang
anus, dimana terdapat 2 lubang. Lubang yang di depan untuk mengeluarkan telur,
sedang yang di belakang untuk mengeluarkan air seni dan bila telah mengandung
telur yang masak,dan perutnya tampak membesar (Suyanto, 2003).
Ikan nila merupakan ikan omnivora yang memakan fitoplankton, perifiton, tanaman air, avertebrata kecil, fauna bentik, detritus, dan bakteri yang berasosiasi dengan detritus. Ikan nila dapat menyaring makanannya dengan menangkap partikel tersuspensi, termasuk fitoplankton dan bakteri, pada mukus yang terletak pada rongga buccal. Tetapi sumber nutrisi utama ikan nila diperoleh dengan cara memakan makanan pada lapisan perifiton (FAO, 2006).
Ikan nila merupakan ikan tropis yang menyukai perairan yang dangkal. Ikan nila dikenal sebagai ikan yang tahan terhadap perubahan lingkungan tempat hidupnya. Nila hidup di lingkungan air tawar, air payau, dan air asin. Kadar garam air yang disukai antara 0-35 ppt. Ikan nila air tawar dapat dipindahkan ke air asin dengan proses adaptasi bertahap. Kadar garam air dinaikkan sedikit demi sedikit. Pemindahan ikan nila secara mendadak ke dalam air yang kadar garamnya sangat berbeda dapat mengakibatkan stress dan kematian ikan (Suyanto, 2004).
Tempat hidup Ikan nila biasanya berada pada perairan yang dangkal dengan arus yang tidak begitu deras, ikan ini tidak suka hidup di perairan yang bergerak (mengalir),akan tetapi jika dilakukan perlakuan terhadap ikan nila seperti pengadaptasian terhadap lingkungan air yang mengalir maka ikan nila juga bisa hidup baik pada perairan yang mengalir. (Djarijah, 2002).
Lingkungan tumbuh (habitat) yang paling ideal adalah perairan air tawar yang memiliki suhu antara 14oC – 38 oC, atau suhu optimal 25oC – 30oC. Keadaan suhu yang rendah yaitu suhu kurang dari 140C ataupun suhu yang terlalu tinggi di atas 300C akan menghambat pertumbuhan nila. Ikan nila memiliki toleransi tinggi terhadap perubahan lingkungan hidup. Batas bawah dan batas atas suhu yang mematikan ikan nila berturut-turut adalah 11-12oC dan 42oC. Keadaan pH air antara 5 – 11 dapat ditoleransi oleh ikan nila, tetapi pH yang optimal untuk pertumbuhan dan perkembangbiakkan ikan ini adalah 7- 8. Ikan nila masih dapat tumbuh dalam keadaan air asin pada salinitas 0-35 ppt. Oleh karena itu, ikan nila dapat dibudidayakan di perairan payau, tambak dan perairan laut, terutama untuk tujuan usaha pembesaran (Rukmana, 1997).
Ikan Lele (Clarias batrachus)
Ikan lele (C. batrachus) memiliki kulit
berlendir dan tidak bersisik mempunyai pigmen hitam yang berubah menjadi pucat
bila terkena cahaya matahari, dua buah lubang penciuman yang terletak
dibelakang bibir atas, sirip punggung dan dubur memanjang sampai ke pangkal
ekor namun tidak menyatu dengan sirip ekor, panjang maksimum mencapai 400 mm.
Ikan lele (C. batrachus) memiliki
alat pernapasan tambahan yang disebut Aborescen organ yang merupakan membran
yang berlipat-lipat penuh dengan kapiler darah. Alat ini terletak didalam
ruangan sebelah atas insang. Dalam sejarah hidupnya lele lele harus mengambil
oksigen dari udara langsung, untuk itu ia akan menyembul kepermukaan air.
Secara
morfologi dan anatomi ikan lele (C.
batrachus) dapat dibagi menjadi 3 bagian yaitu, 1). Bagian kepala (cepal), Lele memiliki
kepala yang panjang, hampir mencapai seperempat dari panjang tubuhnya. Kepala
lele pipih ke bawah (depressed). Bagian atas dan bawah kepalanya tertutup oleh
tulang pelat. Tulang pelat ini membentuk ruangan rongga di atas insang. Di
ruangan inilah terdapat alat pernapasan tambahan lele berupa labirin (Mahyuddin
dan Kholish, 2011).
Ikan lele (C. batrachus) memiliki
kulit berlendir dan tidak bersisik, mempunyai pigmen hitam yang berubah menjadi
pucat bila terkena cahaya matahari, dua buah lubang penciuman yang terletak
dibelakang bibir atas, sirip punggung dan dubur memanjang sampai ke pangkal
ekor namun tidak menyatu dengan sirip ekor, panjang maksimum mencapai 400 mm
(Zaldi, 2010).
Habitat atau
lingkungan hidup ikan lele (C. batrachus)
banyak ditemukan di perairan air tawar, di dataran rendah sampai sedikit payau.
Penyebaran lele di Indonesia berada di Pulai Jawa, Sumatera, Sulawesi dan
Kalimantan. Ikan lele (C. batrachus)
secara alami berada di perairan umum, namum seiring dengan semakin banyaknya petani
yang membudidayakan ikan lele (C.
batrachus) ini, pemeliharaan ikan lele (C.
batrachus) banyak dilakukan di kolam-kolam buatan (Anonim, 2011).
B.
Oksigen dalam Air
Oksigen
sebagai bahan pernapasan dibutuhkan oleh sel untuk berbagai reaksi metabolisme.
Oleh sebab itu, kelangsungan hidup ikan sangat ditentukan oleh kemampuan
memperoleh oksigen yang cukup dari lingkungannya. Berkurangnya oksigen terlarut
dalam perairan, tentu saja akan mempengaruhi fisiologi respirasi ikan, dan yang
hanya memiliki sistem respirasi yang sesuai dapat bertahan hidup (Smith, 1982).
C.
Metode Respirasi
Dalam
vertebrata terdapat 2 fase respirasi yaitu eksternal dan internal. Respirasi
eksternal digunakan untuk menunjukkan pertukaran gas antara darah dengan
lingkungan, Respirasi internal sama dengan pertukaran gas antara darah dan
jaringan atau sel di dalam tubuh. Respirasi eksternal biasanya terdapat pada
kapiler insang tetapi beberapa struktur seperti kulit lainya (Weichert, 1959).
Berdasarkan
Rida (2008), ada dua tahap pernapasan, tahap pertama oksigen masuk ke dalam dan
pengeluaran karbondioksida keluar tubuh melalui organ-organ pernafasan disebut
respirasi eksternal, dan pengangkutan gas-gas pernapasan dari organ-organ
pernapasan ke jaringan tubuh atau sebaliknya di lakukan oleh sistem
sirkulasi . Tahap kedua adalah pertukaran O2 dari cairan tubuh
(darah) dengan CO2 dari sel-sel dalam jaringan disebut
respirasi internal.
D.
Respirasi
Proses peningkatan oksigen dan
pengeluaran karbondioksida oleh darah melalui permukaan alat pernafasan
organism dengan lingkungannya dinamakan pernafasan (respirasi). Sistem organ
yang berperan dalam hal ini adalah insang. Oksigen merupakan bahan pernafasan
yang dibutuhkan oleh sel untuk berbagai reaksi metabolisme. Bagi ikan, oksigen
diperlukan oleh tubuhnya untuk menghasilkan energi melalui oksidasi lemak dan
gula (Triastuti et.al,. 2009).
Pertukaran gas oksigen dan
karbondioksida dalam tubuh makhluk hidup disebut pernafasan atau respirasi. O2
dapat keluar masuk jaringan melalui difusi. Pada dasarnya metabolisme yang
normal dalam sel-sel makhluk hidup memerlukan oksigen dan karbondiokdisa. Pada
hewan vertebrata terlalu besar untuk dapat terjadinya interaksi secara langsung
antara masing-masing sel tubuh dengan lingkungan luar tubuhnya. Untuk itu organ-organ
tertentu yang bergabung dalam sistem pernafasan dikhususkan untuk melakukan
pertukaran gas pernafasan bagi keperluan seluruh sel tubuhnya (Rida, 2008).
III. METODELOGI
A. Waktu
dan Tempat Praktikum
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Senin
tanggal 15 April 2013 pukul 10.00 WIB bertempat di Laboratorium Perikanan
Jurusan Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
B. Alat
dan Bahan
Alat-alat yang
digunakan dalam praktikum ini adalah akuarium, aerator, timbangan digital, ember,
gayung, lap, stopwatch, gelas cup, DOmeter, tisu, tali,
dan terminal listrik. Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini
adalah ikan, aquades, dan air.
C. Metode
Kerja
1.
Adaptasi Organisme Terhadap
Konsentrasi Oksigen
a.
Menyiapkan
sampel ikan dan dua buah toples plastic sebagai wadah ikan. Terlebih dahulu
ikan ditimbang bobot awalnya.
b.
Kemudian
masukkan air dalam stoples dan catat DOnya.
c.
Masukkan
ikan ke dalam toples.
d.
Salah
satu toples ditutup dan di lapisi wrap lilin, sedangkan satunya dibiarkan
terbuka dan di beri aerator.
e.
Hitung
bukaan insang ikan tiap 3 menit.
f.
Setelah
30 menit, buka toples dan ukur setiap DO airnya.
g.
Setelah
itu hitung kebutuhan oksigen tiap menit.
IV. HASIL
DAN PEMBAHASAN
A. Hasil.
Kelompok
|
Jenis Ikan
|
Perlakuan
|
Waktu
(menit)
|
Respon
|
X
|
X’
|
5
|
Mas
|
Toples ditutup (tidak ada udara yang masuk)
|
15
|
Ikan
berenang agresif, mengeluarkan lendir dan memuntahkan isi perut. Bukaan
operculum sebanyak 1893 dan
2100
kali.
|
9,5
|
270 dan 270
|
30
|
Ikan
menunju ke permukaan mencari oksigen, masih merespon kejutan, memuntahkan si
perut dan warna ikan terlihat pucat. Bukaan operculum sebanyak 1650 dan 1820 kali.
|
|||||
45
|
Ikan
mengeluarkan gelembung udara, ikan terlihat kejang dan lemas serta ikan
menuju permukaan mencari oksigen. Bukaan operculum sebanyak 1376 dan 1026 kali.
|
|||||
60
|
Ikan
berenang pasif, terlihat lemas dan mulai pingsan serta produksi lendir
banyak. Bukaan operculum sebanyak 535 dan 483 kali dan berat badan menyusut sebanyak 6 gram
|
|||||
Toples tidak ditutup
|
15
|
Ikan
berenang dengan agresif dan bukaan operculum sebanyak 865 dan 873 kali.
|
-2,7
|
45 dan 270
|
||
30
|
Ikan
mengeluarkan feses dan bukaan operculum sebanyak 878 dan 900 kali.
|
|||||
45
|
Ikan
berenang ke sekitar aerator dan bukaan operculum sebanyak 891 dan 905 kali.
|
|||||
60
|
Ikan
megeluarkan feses dan bukaan operculum sebanyak 891 dan 905 kali.
|
|||||
6
|
Lele
|
Toples ditutup (tidak ada udara yang masuk)
|
15
|
Ikan
berenang biasa. Bukaan operculum sebanyak 2274 kali.
|
2
|
150 dan 220
|
30
|
Ikan
menunju kepermukaan mencari oksigen, masih merespon kejutan,. Bukaan
operculum sebanyak 2163 kali.
|
|||||
45
|
Ikan
terlihat diam di dasar, ada pula yang posisi kepala menghadap keatas dan diam
ditempat,serta ikan menuju permukaan mencari oksigen. Bukaan operculum
sebanyak 2315 kali.
|
|||||
60
|
Ikan
berenang pasif, terlihat lemas, kepala menghadap keatas. Bukaan operculum
sebanyak 2352 kali dan berat badan menyusut sebanyak 3 gram
|
|||||
Toples tidak ditutup
|
15
|
Ikan
berenang biasa dan bukaan operculum sebanyak 1935 kali.
|
-1,7
|
320 dan 280
|
||
30
|
Ikan
kejar-kejaran dan berenang diam dan bukaan operculum sebanyak 1563 kali.
|
|||||
45
|
Ikan
berenang biasa dan kesekitar aerator dan bukaan operculum sebanyak 1025 kali.
|
|||||
60
|
Ikan
megeluarkan feses dan bukaan operculum sebanyak 9654
|
B. Pembahasan
Telah
dilakukan praktikum mengenai adaptasi organisme akuatik terhadap perubahan
konsentrasi oksigen dalam air.
Dalam
praktikum fisiologi hewan air materi respirasi, langkah pertama yang harus
dilakukan adalah menyiapkan alat dan bahan. Alat-alat yang digunakan adalah akuarium, aerator, timbangan digital, ember,
gayung, lap, stopwatch, gelas cup, DOmeter, tisu, tali,
dan terminal listrik. Sedangkan bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini
adalah ikan, aquades, dan air.
Langkah
selanjutnya adalah disiapkan toples kapasitas 2 liter, karena toples mudah
dibawa dan ekonomis, bersifat cembung agar dapat memperjelas pengamatan.
Kemudian toples diisi dengan air tawar sampai ¾ bagian, hal ini bertujuan agar
toples tidak mudah tumpah dan udara lebih banyak terdapat di bawah atau di
dasar.
Kemudian
diukur DO (oksigen terlarut) menggunakan DO meter. Sebelum menggunakan DO
meter, pertama dinyalakan tombol ON/OFF dan elektroda terlebih dahulu
dikalibrasi dengan aquades agar nilai yang didapat benar dan akurat. Dimasukkan
elektroda ke dalam toples dan ditunggu sampai nilai DO konstan kemudian dicatat
hasilnya.
Langkah
berikutnya adalah ikan nila (Oreochromis niloticus) diambil dari ember,
diletakkan pada nampan sambil ditutupi lap basah, bertujuan agar ikan tidak
stress saat pengamatan. Diamati bukaan mulut tiap 3 menit sebanyak 5 kali
dengan handtally counter, bertujuan agar mendapat hasil yang akurat. Lalu
diukur DOt sebagai ukuran akhir DO.
Indikator dari respirasi adalah jumlah oksigen yang
dikonsumsi oleh suatu jenis ikan. Tingkat konsumsi O2 ini
menunjukkan tingkat metabolisme. Metabolisme adalah proses-proses perubahan
kimia (transportasi materi dan energi) yang berlangsung secara kontinyu didalam
sel makhluk hidup. Metode yang umumnya digunakan untuk mengukur laju
metabolisme ini adalah mengukur jumlah konsumsi oksigen. Tingkat metabolisme
dinyatakan dalam panas yang dihasilkan atau oksigen yang dikonsumsi per unit
berat dan per unit waktu. Konsumsi O2 adalah indikator respirasi
yang juga menunjukkan metabolisme energik (Affandi
& Usman, 2002).
Laju konsumsi oksigen ikan dipengaruhi
oleh aktivitas ikan. Saat proses pencernaan berlangsung (setelah ikan makan)
laju konsumsi oksigen lebih tinggi dibandingkan jika saluran pencernaan dalam
kondisi kosong.
Dari
hasil praktikum ini, dapat diketahui bahwa organisme aquatik sangat bergantung
apada adanya oksigen yang terlarut dalam air. Respon yang dapat dilihat dari
perlakuan tersebut adalah adanya perbedaan jumlah bukaan tutup insang dan
gerakan gerakan ikan yang cenderung diam atau tetap agresif seperti biasa, yang
mana ikan yang berada ditoples yang tertutup cenderung bukaan operkulumnya
lebih banyak karena ikan beradaptasi untuk seabnyak dan sesering mungkin
menyaring air untuk mendapatkan oksigen yang menipis.
Menurut
Lesmana (2001), Kebutuhan oksigen untuk setiap jenis ikan sangat berbeda karena
perbedaan sel darahnya. Ikan yang gesit umumnya lebih banyak membutuhkan
oksigen langsung dari udara sedangkan oksigen dalam air tidak terlalu
berpengaruh pada kehidupannya. Adapun faktor lain yang menyebabkan persentase
pengambilan O2 di udara berfluktuasi mungkin dikarenakan kesalahan
praktikan dalam menghitung bukaan mulut dari ikan dalam setiap interval waktu
tiga menit
Oksigen memegang peranan penting bagi
mahluk hidup. Bagi hewan air pemenuhan kebutuhan oksigen dipenuhi dengan
oksigen yang terlarut dalam air, maupun langsung dari udara pada beberapa jenis
hewan tertentu (misalnya lele). Ikan dan udang memerlukan oksigen untuk
menghasilkan energi untuk beraktivitas, pertumbuhan, reproduksi dan
lain-lain. Jumlah oksigen yang ada dalam air dinyatakan dalam satuan ppm (part
per million/bagian per sejuta). Besarnya DO optimal untuk budidaya adalah 4 –
7,5 ppm, karena sesuai dengan kebutuhan udang/ikan.
Keadaan oksigen dalam toples tertutup
berbeda dengan di kolam atau akuarium. Ikan susah untuk bernapas karena
ketersediaan oksigen sangat terbatas, hanya cukup untuk beberapa jam saja.
Rendahnya jumlah oksigen dalam air menyebabkan ikan harus memompa sejumlah
besar air ke permukaan alat respirasinya untuk mengambil O2 dan
harus menurunkan proporsi tekanan partial (P O2) dari total O2
yang digerakkan dalam air.
Respirasi
dalam toples tertutup tidak tejadi difusi oksigen melalui kontak langsung
dengan udara bebas dan adanya penggunaan oksigen secara terus menerus oleh ikan
sehingga kadar oksigen dalam plastik akan menurun dan kadar karbondioksida
dalam plastik akan meningkat, hal ini yang menyebabkab ikan meningkatkan
respirasinya untuk mengambil oksigen.
Tujuan akhir dari pernapasan adalah
untuk mempertahankan konsentrasi yang tepat dari oksigen, karbondioksida, dan
ion hydrogen di dalam tubuh. Karbondioksida dan ion hidrogen
mengendalikan pernapasan secara langsung pada pusat pernapasan di dalam
otak. Sedangkan, penurunan konsentrasi oksigen merangsang aktivitas
pernapasan dengan bekerja pada kemoreseptor tersebut kemudian mengirimkam
sinyal-sinyal ke otak untuk merangsang kegiatan pernapasan.
Menurut
Rahardi (1993), Ikan
bernapas dengan insang, dan mengambil oksigen dari dalam air. Agar bisa
bernapas dengan bebas, diperlukan oksigen yang cukup. Namun keadaan oksigen
dalam toples yang ditutup berbeda dengan di kolam atau akuarium. Ikan susah
untuk bernapas karena ketersediaan oksigen sangat terbatas, hanya cukup untuk
beberapa jam saja. Rendahnya jumlah oksigen dalam air menyebabkan ikan harus
memompa sejumlah besar air ke permukaan alat respirasinya untuk mengambil O2
dan harus menurunkan proporsi tekanan partial (P O2) dari total O2
yang digerakkan dalam air.
V. KESIMPULAN
DAN SARAN
A.
Kesimpulan
Berdasarkan
hasil praktikum, maka dapat disimpulkan bahwa Ikan lele
termasuk ikan yang tahan dalam kondisi kekurangan oksigen. Tingkat
konsumsi oksigen pada ikan tergantung pada ukuran, jenis, aktivitas maupun
kondisi fisiologis lingkungan akuatik. Perlakuan dengan respirator tertutup
menunjukkan penurunan konsumsi oksigen pada hewan uji. Semakin lama ikan berada
dalam wadah respirator tertutup semakin sedikit tingkat konsumsi oksigennya.
B.
Saran
Sebaiknya
digunakan ikan yang lebih besar agar dapat teramati dengan jelas yang terjadi
pada tubuh ikan selama pengamatan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.
2011. http://www.duniakam pus.co.cc/11/. Diakses pada April 2013.
Djarijah,
AS. 1995. Nila Merah Pembenihan dan Pembesaran Secara Intensif. Kanisius.
Yogyakarta.
Effendie,
M. I. 1997. Biologi perkanan. Yayasan Pustaka nusantara. Yogyakarta. 163 hal.
Effendi,
H. 2003. Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan
Perairan. Kanisius. Jakarta.
Lesmana
Darti S. 2002. Kualitas Air untuk Ikan
Hias Air Tawar. Penebar Swadaya. Jakarta.
Mahyuddin dan Kholish, 2011. Panduan Lengkap
Agribisnis Lele. Jakarta: Penebar
Swadaya.
Rida.
2008. Respirasi. http://sweefir.is.multiply.com/journal. Diakses pada tanggal 21 Maret 2011 pukul 09.00 WIB.
Rukmana
R.1997.Ikan Nila. Budidaya dan Prospek Agribisnis. Kanisius. Yogyakarta.
Saanin,
H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Jilid I dan II. Bina Cipta.
Bandung.
Suyanto,
SR. 1994. Nila. penebar swadaya. jakarta.
Suyanto,
A. 1998. Mammals of Flores. Dalam Herwint Simbolon (Ed.): The Natural Resources
of Flores Island, pp. 78-87. Research and Development Centre for biology, The
Indonesian Institute of Sciences, Bogor.
Triastuti,
J., L. Sulmartiwi dan Y. Dhamayanti. 2009. Ichtyologi. Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga
: Surabaya.
Weichert
and K. Charles . 1959. Elements of
Chordate Anatomy. Mc Grow Hill : New York. .
LAMPIRAN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar