PERHITUNGAN
NILAI HEMATOKRIT PADA IKAN
(Laporan
Praktikum Fisiologi Hewan Air)
Oleh:
Widi
Indra Kesuma
1114111058
JURUSAN
BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS
LAMPUNG
2013
I. PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Secara umum, sistem peredaran darah pada semua vertebrata
adalah sama, meskipun tetap ada perbedaan-perbedaan diantara setiap kelompok
hewan. Hal tersebut tergantung kepada anatomi, fisiologi dan kondisi
lingkungannya. Komponen penyusun sistem peredaran darah adalah jantung, darah,
saluran darah, dan limpa. Saluran pembuluh darah utama dalam tubuh ikan adalah
arteri dan vena yang terdapat di sepanjang tubuh. Sistem peredaran darah ikan
bersifat tunggal, artinya hanya terdapat satu jalur sirkulasi darah
(Fujaya, 2004).
Sistem peredaran darah pada semua organisme merupakan
proses fisiologis yang sangat penting. Untuk melakukan aktivitas, sel jaringan,
maupun organ membutuhkan nutrisi dan oksigen. Bahan-bahan ini dapat disuplai
hanya bila peredaran darah berjalan normal. Karananya, semua semua fungsi dari
setiap organ dalam tubuh kadang-kadang dapat dilihat pada darah.
Berdasarkan
praktikum, penentuan hematokrit dilakukan dengan mengisi tabung hematokrit
dengan darah yang sebelumnya telah diberi zat EDTA (natrium ethylen diamin
tetra acetic acid) yang berfungsi mencegah penggumpalan darah. Berhubungan dengan fungsinya serbagai alat transpor
nutrisi dan oksigen, darah merupakan parameter penting dalam pendugaan
kesehatan ikan. Sistem peredaran darah ikan akan terganggu bila kondisi
internal atau eksternal tubuhnya terganggu. Pengetahuan mengenai hematologi ikan perlu diketahui guna
mengetahui pertumbuhan dan tingkat kesehatan ikan. Karenanya perlu diadakan
praktikum mengenai perhitungan nilai hematorit pada ikan.
B. Tujuan
Tujuan praktikum yaitu untuk bisa
menghitung nilai hematokrit ikan.
II. TINJAUAN
PUSTAKA
A.
Biologis Ikan
Ikan nila (Oreochromis niloticus).
Ikan nila (Oreochromis
niloticus) merupakan jenis ikan yang berasal dari sungai nila dan
danau-danau yang menghubungkan sungai tersebut. Ikan nila didatangkan ke
Indonesia secara resmi oleh Balai Penelitian Perikanan Air Tawar pada tahun
1969, bibit ikan nila yang ada di Indonesia berasal dari Taiwan adapun dengan
ciri berwarna gelap dengan garis-garis vertikal seanyak 6-8 buah dan Filipina
yang berwarna merah (Suyanto 1998).
Menurut Saanin
(1982), klasifikasi ikan nila (Oreochromis niloticus) adalah sebagai
berikut:
Kingdom
: Animalia
Filum
: Chordata
Sub
Filum : Vertebrata
Kelas
: Osteichtes
Sub
Kelas : Acanthoptherigii
Ordo
: Percomorphii
Sub
Ordo : Percoidae
Famili
: Cichlidae
Genus
: Oreochromis
Spesies
: Oreochromis niloticus
Ikan nila pada umumnya mempunyai bentuk tubuh panjang dan
ramping, perbandingan antara panjang dan tinggi badan rata-rata 3 : 1.
Sisik-sisik ikan nila berukuran besar dan kasar. Ikan nila berjari sirip keras,
sirip perut torasik, letak mulut subterminal dan berbentuk meruncing. Selain
itu, tanda lainnya yang dapat dilihat adalah dari ikan nila adalah warna
tubuhnya yang hitam dan agak keputihan. Bagian bawah tutup insang berwarna
putih, sedangkan pada nila lokal putih agak kehitaman bahkan ada yang kuning.
Sisik ikan nila besar, kasar, dan tersusun rapi. Sepertiga sisik belakang
menutupi sisi bagian depan. Tubuhnya memiliki garis linea lateralis yang
terputus antara bagian atas dan bawahnya. Linea lateralis bagian atas memanjang
mulai dari tutup insang hingga belakang sirip punggung sampai pangkal sirip
ekor. Ukuran kepalanya relatif kecil dengan mulut berada di ujung kepala serta
mempunyai mata yang besar (Merantica 2007).
Ikan nila memiliki karakteristik sebagai ikan parental care
yang merawat anaknya dengan menggunakan mulut (mouth breeder) (Effendie 1997
dalam Prasetiyo 2009). Ikan ini dicirikan dengan garis vertikal yang berwarna
gelap pada sirip ekornya sebanyak 6 buah. Selain pada sirip ekor, garis
tersebut juga terdapat pada sirip punggung dan sirip anal (Suyanto 1994 dalam
Saputra 2007 dalam Prasetiyo 2009).
Seperti halnya ikan nila yang lain, jenis kelamin ikan nila
yang masih kecil, belum tampak dengan jelas. Perbedaannya dapat diamati dengan
jelas setelah bobot badannya mencapai 50 gram. Ikan nila yang berumur 4-5 bulan
(100-150 g) sudah mulai kawin dan bertelur Tanda-tanda ikan nila jantan adalah
warna badan lebih gelap dari ikan betina, alat kelamin berupa tonjolan (papila)
di belakang lubang anus, dan tulang rahang melebar ke belakang. Sedangkan
tanda-tanda ikan nila betina adalah alat kelamin berupa tonjolan di belakang
anus, dimana terdapat 2 lubang. Lubang yang di depan untuk mengeluarkan telur,
sedang yang di belakang untuk mengeluarkan air seni dan bila telah mengandung
telur yang masak,dan perutnya tampak membesar (Suyanto, 2003).
Ikan nila merupakan ikan omnivora yang memakan fitoplankton, perifiton, tanaman air, avertebrata kecil, fauna bentik, detritus, dan bakteri yang berasosiasi dengan detritus. Ikan nila dapat menyaring makanannya dengan menangkap partikel tersuspensi, termasuk fitoplankton dan bakteri, pada mukus yang terletak pada rongga buccal. Tetapi sumber nutrisi utama ikan nila diperoleh dengan cara memakan makanan pada lapisan perifiton (FAO, 2006).
Ikan nila merupakan ikan tropis yang menyukai perairan yang dangkal. Ikan nila dikenal sebagai ikan yang tahan terhadap perubahan lingkungan tempat hidupnya. Nila hidup di lingkungan air tawar, air payau, dan air asin. Kadar garam air yang disukai antara 0-35 ppt. Ikan nila air tawar dapat dipindahkan ke air asin dengan proses adaptasi bertahap. Kadar garam air dinaikkan sedikit demi sedikit. Pemindahan ikan nila secara mendadak ke dalam air yang kadar garamnya sangat berbeda dapat mengakibatkan stress dan kematian ikan (Suyanto, 2004).
Tempat hidup Ikan nila biasanya berada pada perairan yang dangkal dengan arus yang tidak begitu deras, ikan ini tidak suka hidup di perairan yang bergerak (mengalir),akan tetapi jika dilakukan perlakuan terhadap ikan nila seperti pengadaptasian terhadap lingkungan air yang mengalir maka ikan nila juga bisa hidup baik pada perairan yang mengalir. (Djarijah, 2002).
Lingkungan tumbuh (habitat) yang paling ideal adalah perairan air tawar yang memiliki suhu antara 14oC – 38 oC, atau suhu optimal 25oC – 30oC. Keadaan suhu yang rendah yaitu suhu kurang dari 140C ataupun suhu yang terlalu tinggi di atas 300C akan menghambat pertumbuhan nila. Ikan nila memiliki toleransi tinggi terhadap perubahan lingkungan hidup. Batas bawah dan batas atas suhu yang mematikan ikan nila berturut-turut adalah 11-12oC dan 42oC. Keadaan pH air antara 5 – 11 dapat ditoleransi oleh ikan nila, tetapi pH yang optimal untuk pertumbuhan dan perkembangbiakkan ikan ini adalah 7- 8. Ikan nila masih dapat tumbuh dalam keadaan air asin pada salinitas 0-35 ppt. Oleh karena itu, ikan nila dapat dibudidayakan di perairan payau, tambak dan perairan laut, terutama untuk tujuan usaha pembesaran (Rukmana, 1997).
Ikan Mas (Cyprinus Carpio)
Ikan
mas merupakan jenis ikan konsumsi air tawar, berbadan memanjang pipih kesamping
dan lunak, yang termsuk dalam golongan teleostei. Tubuhnya terbungkus oleh kulit yang bersisik, berenang
dengan menggunakan sirip dan bernafas dengan menggunakan insang. Ikan mas sudah
dipelihara sejak tahun 475 sebelum masehi di Cina. Di Indonesia ikan mas mulai
dipelihara sekitar tahun 1920. Ikan mas yang terdapat di Indonesia merupakan
merupakan ikan mas yang dibawa dari Cina, Eropa, Taiwan dan Jepang. Ikan mas Punten dan Majalaya merupakan hasil seleksi di
Indonesia. Sampai saat ini sudah
terdapat 10 ikan mas yang dapat diidentifikasi berdasarkan karakteristik
morfologisnya.
Klasifikasi Ikan Mas menurut saanin (1984) adalah sebagai
berikut :
Filum : Chodata
Kelas : Pisces
Sub Kelas : Teleostei
Ordo
: Ostariophysi
Sub
Ordo : Cyprinoidea
Famili
: Cyprinidea
Genus
: Cyprinus
Spesies
: Cyprinus caprio L
Daerah
yang sesuai untuk mengusahakan pemeliharaan ikan ini yaitu daerah yang berada
antara 150 – 600 meter di atas permukaan laut, pH perairan berkisar antara 7-8
dan suhu optimum 20-25 oC. Ikan
Mas hidup di tempat-tempat yang dangkal dengan arus air yang tidak deras, baik
di sungai danau maupun di genangan air lainnya ( Asmawi, 1986).
Ikan Mas mempunyai ciri-ciri badan memanjang, agak pipih,
lipatan mulut dengan bibir yang halus, dua pasang kumis (babels), ukuran dan
warna badan sangat beragam (Sumantadinata, 1983).
Ikan Mas dikenal sebagai ikan pemakan segala (omnivora)
yang antaralain memakan serangga kecil, siput cacing, sampah dapur, potongan
ikan, dan lain-lain (Asmawi,1986).
Ikan Mas (Cyprinus carpio L.) dapat digunakan sebagai
hewan uji hayati karena sangat peka terhadap perubahan lingkungan (Brinley cit.
Sudarmadi, 1993). Di Indonesia ikan yang termasuk famili Cyprinidae ini
termasuk ikan yang populer dan paling banyak dipelihara rakyat, serta mempunyai
nilai ekonomis. Ikan mas sangat peka terhadap faktor lingkungan pada umur lebih
kurang tiga bulan dengan ukuran 8 – 12 cm. Disamping itu ikan mas di kolam
biasa (Stagnan water) kecepatan tumbuh 3 cm setiap bulannya (Arsyad dan
Hadirini cit. Sudarmadi, 1993).
Ikan mas berbadan panjang dengan perbandingan antara
panjang total dengan tinggi badan 3 : 1 (tergantung varitas). Bila dipotong di
bagian tengah badan memilki perbandingan antara tinggi badan dan lebar badan 3
: 2 (tergantung varitas). Warna tubuh ikan mas juga tergantung dari varitas,
ada merah, kuning, abu-abu, kehijauan, dan ada juga yang belang. Tubuh ikan mas
terbagi tiga bagian, yaitu kepala, badan, dan ekor. Mulut, sepasang mata,
hidung, dan tutup insang terletak di kepala. Seluruh bagian tubuh ikan mas
ditutupi dengan sisik yang besar, dan berjenis ctenoid. Pada bagian itu
terlihat ada garis linea lateralis, memanjang mulai dari belakang tutup insang
sampai pangkal ekor.
Mulut
kecil, membelah bagian depan kepala. Sepasang mata bisa dibilang cukup besar
terletak di bagian tengah kepala di kiri, dan kanan. Sepasang lubang hidung
terletak di bagian kepala. Sepasang tutup insang terletak di bagian belakang
kepala. Selain itu, pada bagian bawah kepala memiliki dua pasang kumis sungut
yang pendek. Ikan mas memiliki lima buah sirip, yaitu sirip punggung, sirip
dada, sirip perut, sirip dubur, dan sirip ekor. Sirip punggung panjang terletak
di bagian punggung. Sirip dada sepasang terletak di belakang tutup insang,
dengan satu jari-jari keras, dan yang lainnya berjari-jari lemah. Sirip perut
hanya satu terletak pada perut. Sirip dubur hanya terletak di belakang dubur. Sirip ekor juga hanya satu, terletak di belakang, dengan
bentuk cagak
B.
Hematokrit pada Ikan
Hematokrit
adalah istilah yang menunjukan besarnya volume sel-sel eritrosit seluruhnya
didalam 100 mm3 darah dan dinyatakan dalam persen (%) (Hoffbrand dan
Pettit, 1987). Nilai hematokrit atau “volume sel packed” adalah suatu istilah
yang artinya prosentase berdasarkan volume dari darah, yang terdiri dari
sel-sel darah merah. Mengukur kadar hematokrit darah hewan uji digunakan tabung
mikrohematokrit yang berupa pipa kapiler berlapiskan EDTA (Etil Diamin Tetra
Acetat) yang berfungsi sebagai bahan anti pembekuan darah. Nilai hematokrit
standar adalah sekitar 45%, namun nilai ini dapat berbeda-beda tergantung
species. Nilai hematokrit biasanya dianggap sama manfaatnya dengan hitungan sel
darah merah total (Frandson, 1992).
Darah
ikan tersusun atas cairan plasma dan sel-sel darah yang terdiri dari sel-sel
darah merah (eritrosit), sel-sel darah putih (leukosit) dan
keping darah (trombosit). Volume darah dari ikan teleostey, heleostey
dan chondrostei adalah sekitar 3% dari bobot tubuh, sedangkan ikan chondrocthyes
memiliki darah sebanyak 6,6% dari berat tubuhnya (Randall, 1970 dalam
Affandi, 1999).
C.
Nilai Hematokrit Normal Ikan
Pengukuran
hematokrit dapat dijadikan sebagai salah satu parameter untuk mengetahui
kesahatan ikan. Kuswardani (2006) mengungkapkan bahwa kadar hematokrit ini
dapat bervariasi tergantung pada faktor nutrisi, umur, jenis kelamin, ukuran
tubuh, dan masa pemijahan. Nilai hematokrit yang kurang dari 22% akan mnunjukan
terjadinya anemia, dibandingkan dengan data yang diperoleh dari praktikum maka
untuk kelompok 6 dan 7 dengan presentase 16.10% positif menunjukan terjadinya
anemia pada ikan. Sedangkan nilai hematokrit ikan – ikan teleost yang normal
berkisar antara 20 – 30 % dan untuk beberapa spesies laut berkisar 42 % (Bond,
1979).
III. METODELOGI
A. Waktu
dan Tempat Praktikum
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Sabtu
tanggal 04 Mei 2013 pukul 10.00 WIB bertempat di Laboratorium Perikanan Jurusan
Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
B. Alat
dan Bahan
Alat-alat yang
digunakan dalam praktikum ini adalah pipet bulir merah, haemocytometer,
mikroskop, gelas objek, cover glass, jarum suntik, tabung mikro hematokrit,
tabung eppendorf. Sedangkan bahan yang digunakan adalah larutan hayem, larutan
turk, giemsa, larutan antikoagulan, metanol, cristoseal, dan ikan lele.
C. Metode
Kerja
Adapun cara
kerja yang dilakukan dalam praktikum ini adalah sebagai berikut:
1.
Ikan diletakkan dengan kepala menghadap ke kiri, alat
suntik dibilas dengan Na-sitrat dan disisakan isinya 1/20 bagian.
2.
Darah
diambil dari vena kaudal dengan cara jarum ditusukkan di atas antara anus dan
sirip anal, tusukan horizontal kearah kranial sampai mengenai tulang
vertebrate.
3.
Kemudian,
jarum ditarik sedikit setelah itu penghisap jarum suntik ditarik sampai darah
terhisap sebatas yang diinginkan.
4.
Setelah
darah diambil, jarum dan alat suntik dicabut serta luka bekas suntikan ditutup
dengan kapas beralkohol. Kemudian jarum dilepas dari spuit dan darah dimasukkan
ke dalam tabung ependorf yang telah dibilas dengan Na sitrat 3.8%.
5.
Salah
satu ujung tabung mikrohematokrit dicelupkan kedalam tabung yang berisi darah
sehingga darah akan merambat secara kapiler sampai volume ¾ bagian (sambil
ditutup/dibuka).
6.
Kemudian
ujung tabung tersebut ditutup dengan crytoseal dengan cara ujung tabung
ditancapkan kira-kira sedalam 1 mm.
7.
kemudian
tabung mikrohematokrit tersebut disentrifuge dengan kecepatan 3000 rpm selama 5
menit dengan posisi tabung yang bervolume sama berhadapan dan yang bersumbat
disebelah luar dan posisi tabung diatur hingga seimbang.
8.
Setelah
itu, diukur panjang bagian endapan serta panjang total endapan cairan dan
dipersentasekan panjang endapan dibanding panjang total endapan dan cairan
dalam persen (%).
IV. HASIL
DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Kelompok
|
a
|
b
|
Ha
|
1
|
-
|
-
|
-
|
2
|
-
|
-
|
-
|
3
|
0.25
|
0.45
|
35.7%
|
4
|
-
|
-
|
-
|
5
|
0.9
|
3
|
23%
|
6
|
-
|
-
|
-
|
B. Pembahasan
Telah
dilakukan praktikum mengenai perhitungan nilai hematokrit pada ikan.
Hematokrit adalah perbandingan antara
volume sel darah dengan plasma darah (Sasradipraja et al, 1989 dalam
Abdullah, 2008).
Alat dan bahan yang digunakan yaitu:
a.
Timbangan,
untuk menimbang bobot tubuh ikan uji,
b.
Dissecting
kit, untuk membedah ikan uji,
c.
Talenan
kayu, sebagai alas bedah ikan
d.
Pipa
kapiler heparinized, untuk menampung sampel darah segar,
e.
Sentrifuge
hematorit, untuk mensentrifuge sampel darah,
f.
Wax/malam
lilin, untuk menyumbat salah satu ujung pipa kapiler yang telah berisi darah
segar,
g.
Hematocrit
reading chart, untuk membaca nila hematokrit (Tim, 2013).
Abdullah (2008) menyatakan bahwa
kisaran nilai hematokrit ikan pada kondisi normal sebesar 30,8 - 45,5. Dari
hasil praktikum didapatkan hanya dua Kelompok yang berhasil dalam praktikum
tersebut dengan hasil nila Ha sebesar 35,7% dan 23%. Nilai 35,7% merupakan
normal sedangkan 23% menunjukkan ikan tidak normal, hal tersebut bisa terjadi
karena ikan stress atau terserang penyakit.
Pengukuran hematokrit dapat dijadikan
sebagai salah satu parameter untuk mengetahui kesahatan ikan. Kuswardani (2006)
mengungkapkan bahwa kadar hematokrit ini dapatbervariasi tergantung pada faktor
nutrisi, umur, jenis kelamin, ukuran tubuh, dan masa pemijahan. Nilai hematokrit
yang kurang dari 22% akan mnunjukan terjadinya anemia. Sedangkan nilai
hematokrit ikan – ikan teleost yang normal berkisar antara 20 – 30 % dan untuk
beberapa spesies laut berkisar 42 % (Bond, 1979).
Nilai hematokrit yang kurang dari 22%
menunjukan ikan mengalami anemia (Gallaugher et al, 1995 dalam
Abdullah, 2008), sedangkan menurut Nabib dan Pasaribu (1989) dalam Prasetyo (2008) bahwa nilai
hematokrit darah ikan berkisar 5 – 60%, hematokrit di bawah 30% menunjukan
defisiensi eritrosit. Apabila ikan terkena penyakit atau nafsu makan menurun
maka nilai hematokrit darah menjadi lebih rendah (Delman and Brown, 1989 dalam Prasetyo 2008). maka dapat
dinyatakan bahwa ikan lele kelompok 6 terserang anemia dan defisiensi eritrosit
sesuai pernyataan diatas.
Robert (1978) dalam Mulyani (2006)
mengungkapkan bahwa darah merupakan cairan yang membawa nutrien, transportasi
oksigen dan karbondioksida, menjaga keseimbangan suhu tubuh dan berperan
penting dalam sistem pertahanan tubuh dan berperan penting dalam sistem
pertahanan tubuh. Darah ada yang beruba padatan maupun cairan, yang termasuk
kedalam padatan adalah sel darah merah (eritrosit) dan sel darah putih
(leukosit) sedangkan yang berbentuk cairan ialah plasma darah. Jumlah sel darah
merah sangat menentukan fungsi peredaran oksigen. Jumlah sel darah ikan pada
ikan teleost berkisar antara 1.05×106 sel/mm3 dan 3.0x 106
sel/mm3. Jika dibandingkan dengan hasil dari praktikum maka
Sel darah merah secara keseluruhan termasuk dalam kisaran normal. Sel darah
merah sering disebut juga eritrosit. Eritrosit yang terlalu rendah akan
menimbulkan terjadinya anemia, sedangkan jika terlalu tinggi menandakan ikan
tersebut dalam keaadaan yang stres (Wademeyer dan Yasutake, 1977 dalam Purwanto, 2006).
Kadar
hematokrit ini bervariasi tergantung pada faktor nutrisi, umur ikan, jenis
kelamin, ukuran tubuh dan masa pemijahan . Pada hematokrit, kadar eritrosit yang
rendah menunjukkan terjadinya anemia. Sedangkan kadar tinggi menandakan bahwa
ikan dalam keadaan stress. Peningkatan hemotokrit dapat disebabkan sel
membengkak pada keadaan ikan yang mengalami hipoksia.
Adapun
faktor yang mempengaruhi lainnya ialah jumlah eritrosit; apabila jumlah
eritrosit dalam keadaan banyak, maka nilai hematokrit akan meningkat. Ukuran
eritrosit pun berpengaruh pada viskositas darah. Semakin tinggi viskositas
darah maka akan semakin tinggi nilai hematokrit. Kelainan bentuk pada eritrosit
juga berpengaruh; apabila terjadi kelainan bentuk (poikilositosis) maka akan
terjadi trapped plasma (plasma terperangkap) sehingga nilai hematokrit akan
meningkat.
Factor yang
mempengaruhi kegagalan dalam perhitungan nilai hematokrit diantaranya tidak
sempurnanya penutupan ujung pipa kapiler dengan malam/wax sehingga terjadi
hilangnya dari pipa kapiler setelah dilakukan sentrifugasi.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan
hasil praktikum, maka dapat disimpulkan bahwa gambaran darah ikan yang
diperoleh dapat menunjukan kesehatan ikan. Nilai hematokrit yang berhasil di
dapat yaitu nilai Ha sebesar 35,7% dan 23%.
Jika komponen
darah pada ikan tidak berada pada jumlah yang normal, maka dapat diduga bahwa
ikan tersebut sedang terserang penyakit, sperti anemia atau pun stres. Nilai
hematokrit ini berhubungan dengan laju metabolisme, cara hidup ikan, jenis kelamin
ikan dan spesies ikan tersebut. Semakin tinggi nilai hematokrit semakin tinggi
pula jumlah sel darah merahnya.
Ada korelasi yang kuat antara hematokrit dan jumlah
hemoglobin darah, semakin rendah jumlah sel-sel darah merah maka semakin rendah
pula kandungan hemolobin darah.
B. Saran
Ada baiknya
jika praktikum selanjutnya dilakukan dengan menggunakan beberapa spesies ikan,
dengan berbagai ukuran bobot sehinga
dapat di jadikan perbandingan antara spesies yang satu dengan spesies yang
lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Affandi
R dan Tang U.M. 2002.Fisiologi Hewan
Air. Unri Press. Pekanbaru.
Alamanda et al, 2007. Penggunaan metode hematologi dan pengamatan
endoparasit darah untuk penetapan kesehatan ikan lele dumbo ( Clarias gariepinus) di kolam budidaya
desa mangkubumen boyolali. Jurnal Boidiversitas. 8 : 34 – 38.
Anonim.
2011. http://www.duniakam pus.co.cc/11/. Diakses pada April 2013.
Bond,
C.E. 1979. Biology of Fishes.
Saunders College Publishing. Philadelphia. 514 p. http//:www.fishpathology.com.
Djarijah,
AS. 1995. Nila Merah Pembenihan dan Pembesaran Secara Intensif. Kanisius.
Yogyakarta.
Effendie,
M. I. 1997. Biologi perkanan. Yayasan Pustaka nusantara. Yogyakarta. 163 hal.
Fujaya, Y. 1999. Bahan
Pengajaran Fisiologi Ikan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Hasanuddin. Makassar.
Fujaya,
Y. 2004. Fisiologi Ikan. Rineka
Cipta. Jakarta.
Kuswardani,
Y. 2006. Pengaruh pemberian Resin Lebah Terhadap Gambarab Darah Maskoki Carassius auratus Yang
Terinfeksi Bakteri Aeromonas
hydrophila. Skripsi.
Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor.
Mulyani,
S. 2006. Gambaran Darah Ikan Gurame Osphronemus
gouramy Yang Terinfeksi Cendawan Achlya sp. pada Kepadatan 320 dan
720 Sppora per mL. Skripsi.
Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor.
Purwanto,
A. 2006. Gambaran Darah Ikan Mas Cyprinus
carpio Yang Terinfeksi Koi Herpes Virus. Skripsi. Program Studi
Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian
Bogor.
Rukmana
R.1997.Ikan Nila. Budidaya dan Prospek Agribisnis. Kanisius. Yogyakarta.
Saanin,
H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Jilid I dan II. Bina Cipta.
Bandung.
Suyanto,
SR. 1994. Nila. penebar swadaya. jakarta.
Tim
Penyusun. 2013. Panduan Praktikum Fisiologi Hewan Air. Universitas Lampung.
Bandar Lampung.
Wulangi.
S kartolo. 1998. Prinsip-prinsip
fisiologi Hewan. DepDikBud : Bandung.
LAMPIRAN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar