GENETIKA POPULASI IKAN GUPPY HASIL BUDIDAYA
(Laporan Praktikum Genetika pada Ikan)
Oleh :
WIDI INDRA KESUMA
1114111058
JURUSAN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2013
PENDAHULUAN
Latar
Belakang
Frekuensi
alel dan frekuensi genotype berhubungan satu sama lain. Hal ini dapt dibuktikan
dengan hokum Hardy-Weinberg. Hukum Hardy-Winberg mengemukakan bahwa frekuensi
alel dalam suatu kelompok akan tetap dari generasi ke generasi selanjutnya.
Untuk mengamati kesesuaian hokum Hardy-Weinberg dilakukan praktikum pengamatan
sifat attached ear-lobe, crown hair whorl, tongue rolling dan widow’s peak
dalam kelas peserta praktikum genetika.
Genetika populasi adalah salah satu cabang ilmu genetika yang mempelajari variasi genetik dalam suatu populasi. Genetika populasi mengenali arti penting dari sifat kuantitatif, karena cara menentukan penyebaran alel tersebut dilakukan secara matematis. Ilmu genetika populasi telah mempersatukan Mendelisme dan Darwinisme pada tahun 1930-an. Teori yang dikemukakan oleh Darwin pada masa-masa tersebut kurang dapat menjelaskan bagaimana variasi acak muncul dalam suatu populasi, namun tetap bertanggungjawab terhadap pewarisan tersebut dari induk kepada keturunan. Mendel pada masa-masa tersebut telah menjelaskan prinsip dasar pewarisan sifat yang dapat menyelesaikan permasalahan pada teori Darwin (Campbell dkk. 2003: 21- -22).
Genetika populasi adalah salah satu cabang ilmu genetika yang mempelajari variasi genetik dalam suatu populasi. Genetika populasi mengenali arti penting dari sifat kuantitatif, karena cara menentukan penyebaran alel tersebut dilakukan secara matematis. Ilmu genetika populasi telah mempersatukan Mendelisme dan Darwinisme pada tahun 1930-an. Teori yang dikemukakan oleh Darwin pada masa-masa tersebut kurang dapat menjelaskan bagaimana variasi acak muncul dalam suatu populasi, namun tetap bertanggungjawab terhadap pewarisan tersebut dari induk kepada keturunan. Mendel pada masa-masa tersebut telah menjelaskan prinsip dasar pewarisan sifat yang dapat menyelesaikan permasalahan pada teori Darwin (Campbell dkk. 2003: 21- -22).
Genetika populasi sebagai cabang ilmu dari genetika banyak diaplikasikan dalam kehidupan. Genetika populasi dapat digunakan untuk memprediksi sebaran genotipe dari frekuensi gen yang telah diketahui. Salah satu saja frekuensi dari suatu gen diketahui dapat digunakan untuk memprediksi frekuensi gen yang lain. Hal tersebut dapat diaplikasikan dalam mendiagnosa penyakit genetik sebab frekuensi-frekuensi gen pembawa penyakit perlu untuk dihitung (Sofro 1994: 45 - - 46).
Kumpulan gen dalam suatu populasi dapat dipahami melalui Hukum Hardy-Weinberg. Hukum tersebut diambil dari nama dua orang saintis pada tahun 1908, yaitu G.H. Hardy dan Wilhelm Weinberg. Hukum tersebut mengemukakan bahwa frekuensi alel dan frekuensi genotipe dalam kumpulan gen suatu populasi tetap konstan selama beberapa generasi, kecuali jika ada yang bertindak sebagai agen lain selain rekombinasi seksual. Prinsip tersebut dalam arti lain menyatakan bahwa pergeseran seksual alel akibat meiosis dan fertilisasi acak tidak mempengaruhi keseluruhan struktur genetik pada populasi (Campbell dkk. 2003: 23).
Keadaan kumpulan gen dalam suatu populasi yang berada dalam keadaan seimbang dinyatakan sebagai kesetimbangan Hardy-Weinberg. Keadaan-keadaan tersebut diperlukan untuk mempertahankan kesetimbangan Hardy-Weinberg dalam populasi. Hukum Hardy-Weinberg berlaku pada populasi yang berukuran besar karena tidak akan terjadi hanyutan genetik yang dapat mengubah frekuensi alel.Populasi harus terisolasi dari populasi lain agar tidak terjadi migrasi yang dapat mengubah kumpulan gen. Populasi juga tidak mengalami mutasi dan seleksi alam karena kumpulan gen juga dapat berubah karena kedua peristiwa tersebut. Perkawinan yang dilakukan oleh individu-individu pada populasi tersebut harus dilakukan secara benar-benar acak agar menghasilkan kombinasi alel yang reproduktif (Campbell dkk. 2003: 25).
Oleh
karena untuk mengetahu suatu genotip yang terjadi serta sifat yang diturunkan
oleh induk pada keturunannya dalam suatu populasi ikan maka dilakukanlah
praktikum ini.
Adapun
praktikum ini bertujuan adalah
membuat perhitungan kemungkinan kemunculan warna pasangan induk yang
menghasilkan larva ikan tersebut dan jumlah induk yang melakukan pemijahan.
Tinjauan Pustaka
Pola pewarisan suatu sifat tidak
selalu dapat dipelajari melalui percobaan persilangan buatan. Pada tanaman keras
atau hewan-hewan dengan daur hidup panjang seperti gajah, misalnya, suatu
persilangan baru akan memberikan hasil yang dapat dianalisis setelah kurun
waktu yang sangat lama. Demikian pula, untuk mempelajari pola pewarisan sifat
tertentu pada manusia jelas tidak mungkin dilakukan percobaan persilangan. Pola
pewarisan sifat pada organisme-organisme semacam itu harus dianalisis
menggunakan data hasil pengamatan langsung pada populasi yang ada. Seluk-beluk
pewarisan sifat pada tingkat populasi dipelajari pada cabang genetika yang
disebut genetika populasi. Ruang lingkup genetika populasi secara garis besar
oleh beberapa penulis dikatakan terdiri atas dua bagian, yaitu deduksi
prinsip-prinsip Mendel pada tingkat populasi, dan mekanisme pewarisan sifat
kuantitatif (Stansfield,
1991).
Untuk mempelajari pola pewarisan
sifat pada tingkat populasi terlebih dahulu perlu difahami pengertian populasi
dalam arti genetika atau lazim disebut juga populasi Mendelian. Populasi
mendelian ialah sekelompok individu suatu spesies yang bereproduksi secara
seksual, hidup di tempat tertentu pada saat yang sama, dan di antara mereka
terjadi perkawinan (interbreeding) sehingga masing-masing akan memberikan
kontribusi genetik ke dalam lungkang gen (gene pool), yaitu sekumpulan informasi
genetik yang dibawa oleh semua individu di dalam populasi. Deskripsi susunan
genetik suatu populasi mendelian dapat diperoleh apabila kita mengetahui macam
genotipe yang ada dan juga banyaknya masing-masing genotipe tersebut. Sebagai
contoh, di dalam populasi tertentu terdapat tiga macam genotipe, yaitu AA, Aa,
dan aa. Maka, proporsi atau persentase genotipe AA, Aa, dan aa akan
menggambarkan susunan genetik populasi tempat mereka berada. Adapun nilai
proporsi atau persentase genotipe tersebut dikenal dengan istilah frekuensi
genotipe. Jadi, frekuensi genotipe dapat dikatakan sebagai proporsi atau
persentase genotipe tertentu di dalam suatu populasi. Dengan perkataan lain,
dapat juga didefinisikan bahwa frekuensi genotipe adalah proporsi atau
persentase individu di dalam suatu populasi yang tergolong ke dalam genotipe
tertentu (Campbell, 2002).
Hardy-Weinberg menyatakan bahwa bila
suatu populasi dalam keadaan seimbang, maka baik frekuensi alel atau genotipe
akan konstan dari generasi ke generasi. Selanjutnya temuan ilmuan itu disebut
sebagai prinsip keseimbangan Hardy-Wenberg. Seperti diketahui, fenotipe yang
berbeda sering kali mempunyai nilai ekonomis yang berbeda, dan apabila ini
terjadi maka diharapkan untuk mengubah frekuensi dari alel-alel yang memproduksi
fenotipe, peningkatan frekuensi alel tersebut mengontrol fenotipe yang
diinginkan dan mengurangi alel yang tidak diinginkan. Jika alel yang diinginkan
ditetapkan (f=100%) dan alel yang tidak diinginkan dihilangkan (f=100%),
populasi akan menghasilkan galur murni dan akan berharga seperti brood stok (Suryo,2005).
Genetika
populasi adalah suatu studi ilmiah tentang komposisi genetik pada suatu
populasi. Fungsi utamanya adalah untuk memperkirakan frekuensi alel pada lokus
gen yang berbeda pada suatu populasi alami. Suatu populasi dapat diciri
berdasarkan frekuensi alel dalam lokus gen tertentu (Passarge 2007: 162).
Keadaan
kumpulan gen dalam suatu populasi yang berada dalam keadaan seimbang dinyatakan
sebagai kesetimbangan Hardy-Weinberg. Keadaan-keadaan tersebut diperlukan untuk
mempertahankan kesetimbangan Hardy-Weinberg dalam populasi. Hukum
Hardy-Weinberg berlaku pada populasi yang berukuran besar karena tidak akan
terjadi hanyutan genetik yang dapat mengubah frekuensi alel.Populasi harus
terisolasi dari populasi lain agar tidak terjadi migrasi yang dapat mengubah
kumpulan gen. Populasi juga tidak mengalami mutasi dan seleksi alam karena
kumpulan gen juga dapat berubah karena kedua peristiwa tersebut. Perkawinan
yang dilakukan oleh individu-individu pada populasi tersebut harus dilakukan
secara benar-benar acak agar menghasilkan kombinasi alel yang reproduktif
(Campbell dkk. 2003: 25).
Kemungkinan frekuensi alel pada suatu populasi dapat diprediksi dengan menggunakan persamaan Hardy-Weinberg, yang dinyatakan sebagai p2 + 2pq + q2 = 1. p menyatakan frekuensi alel dominan dan q menyatakan frekuensi alel resesif untuk suatu sifat yang diatur oleh pasangan alel, misalkan M dan m. p adalah alel dalam individu-individu dominan homozigot dan setengah dari individu-individu heterozigot. q adalah alel dalam individu-individu resesif homozigot dan setengah dari individu-individu heterozigot (Sofro 1994: 43 - - 44).
BAHAN DAN METODE
Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum
ini adalah:
1. Aerator kecil
2. 4 buah akuarium dengan ukuran 30x20x20 3
buah dan ukuran 30x40x60 1 buah.
3. Methaline blue
4. Garam ikan
5. Serokan kecil
6. Ayakan kecil
7. Larutan ETS
8. Timbangan
9. Indukan Ikan Guppy jenis kobra dengan motif
warna sebagai berikut :
Jantan berjumlah 10 ekor
1. Ekor Merah Berumbai
2. Ekor Merah Kebiruan Berumbai
3. Ekor Merah Berumbai
4. Ekor Biru Berumbai
5. Ekor Biru Keunguan Berumbai
6. Ekor Biru Kehijauan Berumbai
7. Ekor Orange Berumbai
8. Ekor Orange Berumbai
9. Ekor Biru Berumbai
10. Ekor Hitam Berumbai
Indukan betina berjumah 16 ekor : semua
warna seragam yaitu kuning ekor hitam.
Indukan jantan dan betina didapatkan
dari tempat yang berbeda untuk menghindari perkawinan sekerabat (inbreeding).
10. Cacing Sutra (Tubifek sp)
11. Cuk nyamuk
12. Kutu Air (Daphnia)
Metode
Adapun metode yang digunakan dalam
praktikum ini adalah sebagai berikut :
1.
Siapkan 4 buah akuarium, masing-masing
berukuran 30x20x20 cm 3 buah dan akuarium ukuran 30x40x60 cm 1 buah.
2.
Lalu, masukkan 10 indukan jantan dan 16 indukan
betina kedalam akuarium yang berukuran
30x40x60 cm.
3.
Setelah terjadi pemijahan, kita pisahkan
indukan jantan dan betina tersebut. Indukan jantan diletakkan dalam akuarium
berukuran 30x40x60 cm sedangkan indukan betina dalam akuarium ukuran 30x20x30
cm yang pertama.
4.
Lalu, dilakukan perendaman pada indukan betina
menggunakan ETS dengan dosis 1,3 mg + 8,3 liter air selama 24 jam. Air yang
digunakan untuk perendaman sebelumnya diaerasi terlebih dahulu selama 2 hari
untuk menetralkan suhu dan pH air itu sendiri. Sebelum dilakukan perendaman
terlebih dahulu ETS kita larutkan dan kita saring tujuanya memisahkan endapan
ETS.
5.
Setelah 24 jam indukan kita angkat dan kita
masukkan kedalam akuarium ukuran 30x20x20 dan di pisahkan dari indukan jantan.
6.
Setelah 1 minggu, 2 indukan betina menetaskan larva
sebanyak 20 ekor.
7.
Lalu, larva yang sudah menetas tersebut
dimasukkan kedalam akuarium ukuran 30x20x30 cm yang kedua.
8.
Larva yang sudah menetas tersebut berkembang
menjadi anakan dan tersisa 4 ekor hingga kami dapat mengidentifikasi warna.
9.
Selama praktikum dan pengamatan untuk pakan
indukan di berikan cacing sutra dan sesekali ditambahkan cuk nyamuk, sedangkan
untuk larva pakan yang diberikan adalah kutu air.
10.
Pergantian air dilakukan 3 hari sekali dan
untuk menjaga agar air didalam akuarium agar tidak kotor akuarium di sipon
setiap hari.
HASIL PRAKTIKUM
Data persilangan
♂
(10
jantan)
|
|
♀
(16
Betina)
|
|
Anakan yang
dihasilkan
|
||
Dengan
Warna:
·
EKOR MERAH BERUMBAI
·
EKOR MERAH KEBIRUAN BERUMBAI
·
EKOR MERAH BERUMBAI
·
EKOR BIRU BERUMBAI
·
EKOR BIRU KEUNGUAN BERUMBAI
·
EKOR BIRU KEHIJAUAN BERUMBAI
·
EKOR ORANGE
BERUMBAI
·
EKOR ORANGE
BERUMBAI
·
EKOR BIRU BERUMBAI
·
EKOR HITAM BERUMBAI
|
|
Semua betina berwarna
seragam yaitu KUNING EKOR
HITAM
|
|
Menghasilkan 4 anakan dengan warna kuning ekor hitam ,
semua jenis kelaminnya betina.
|
HASIL PERHITUNGAN
Fenotif
|
genotip
|
Jumlah
|
Merah, berumbai
|
GG CuCu
|
3
|
Orange, berumbai
|
Gg CuCu
|
2
|
Hitam dan biru berumbai
|
gg CuCu
|
5
|
Hitam tidak berumbai
|
gg cucu
|
16
|
Total
|
26
|
Merah (GG dan Gg) = 3 + 2 = 5
Hitam (gg) = 5 + 16 = 21
Total =
26
f (g) dengan dihitung
f (g) = f (gg) = f(jumlah ikan warna
hitam) ½
f (g) = (21/26) ½ = 0.80½ = 0.89
dari sini f (G) diperoleh = 1,0 – 0.89 =
0.11
perhitungan
selanjutnya adalah menghitung f (Cu) dan f (cu) dengan mengelompokkan fenotip
ikan berekor rumbai =
sirip rumbai (CuCu ) = 10
sirip bulat (cucu) = 16
Total =
26
f (cu) dapat dihitung = f (cucu) ½ = f (sirip bulat) ½
f (cu) = (16/26) ½
f (cu) = (0.61) ½
f (cu) = 0.78
dari sini diperoleh f (Cu) = 1.0 – 0.78
= 0.22
PEMBAHASAN
Telah
dilakukan praktikum mengenai hibridisasi ikan guppy dalam menentukan genetika
populasi ikan hasil budidaya. Genetika populasi itu sendiri merupakan bagian
dari genetic yang mempelajari atau memlukiskan pewarisan Mendel dari suatu
populasi dalam bahasa matematik. Genetika populasi berhubungan dengan frekuensi
dan interaksi allele dalam suatu populasi Medel, yaitu suatu Kelompok
interbreeding dari suatu organism yang masing-masing memiliki gane pool. Alele atau gen dalam pool
tersebut mempunyai hubungan dinamis dengan allele yang lain dan dengan
lingkungannya, dimana organism tersebut berada (Westra, 1994).
Dari
hasil praktikum, yaitu perkawinan antar ikan guppy jantan yang berjumlah 10
ekor ikan dengan guppy betina yang berjumlah 16 ekor ikan menghasilkan anakan
awal sebanyak 20 ekor ikan. Namun saat dipelihara beberapa hari, anakan ikan
guppy banyak yang mati sebelum dapat diidentifikasi jenis kelamin dan warnanya
sehingga hanya 4 ekor ikan yang berhasil hidup dan dapat dikenali warna dan jenis
kelaminnya. Dari 4 ekor anakan tersebut,diketahui semua anakan berjenis kelamin
betina dan berwarna kuning ekor hitam sama seperti induk betina ikan guppy yang
dipijahkan. Sehingga dapat diketahui bahwa jenis kelamin betina dengan warna
kuning dengan ekor hitam merupakan sifat yang dominan dalam gen ikan tersebut
yang mengakibatkan anakan atau keturunannya memiliki sifat yang sama dengan
induknya. Sedangkan gen jantan dan warna yang terdapat pada gen induk jantan
menjadi resesif pada keturunannya. Dari hal tersebut dapat diperhitungkan bahwa
indukan yang melakukan pemijahan hanya dua ekor karena hanya sedikit hasil
anakan yang didapat. Dan juga indukan yang melakukan pemijahan tidak diketahui
pasti karena hasil yang didapat memiliki fenotip yang sama dengan induk betina
semua, sedangkan induk betina yang dipakai memiliki warna yang sama semua.
Pada
praktikum ini juga dilakukan upaya jantanisasi, yang diharapkan anakan hasil
perkawinan ikan guppy mendapatkan semua anakan atau keturunan adalah berjenis
kelamin jantan. Jantanisasi tersebut dilakukan dengan cara merendam indukan
betina ikan guppy yang telah mengandung anak dalam larutan ETS (ekstrak testis
sapi) selama 24 jam. Setelah itu ikan dibiarkan melahirkan anakanya. Tetapi hasil yang didapat tidak sesuai yang
diharapkan, anakan hasil perkawinan ikan guppy tersebut tidak menghasilkan
guppy dengan jenis kelamin jantan, hanya menghasilkan anakan betina semua.
Dalam
praktikum ini, frekuensi alel sangat penting dalam genetika populasi karena
alel dapat mengakibatkan individu memiliki sifat bervariasi. Prinsip populasi
tersebut di atas disebut dengan prinsip “Equilibrum Hardy – Weinberg”. Populasi
yang termasuk dalam hukum Hardy – Weinberg adalah populasi yang jumlah
frekuensi gen atau alel tetap pada setiap generasi. Jadi memenuhi syarat hukum
Hardy – Weinberg. Hukum Hardy-Weinberg berlaku bila-syarat-syaratnya terpenuhi,
yaitu perkawinan antara genotip yang satu dengan genotip yang lain terjadi
secara acak, masing-masing genotip memiliki kemampuan hidup iviabilitas dan
fertilitas yang sama, jumlah anggota populasi besar, tidak terjaadi mutasi dan
seleksi alam dan tidak ada perpindahan populasi (Setiowati,T. & D.
Furqonita.2007 : 113).
Dari
hal tersebut dapat diketahui bahwa hokum Hardy-Weinberg berlaku karena dalam
praktikum ini terjadi beberapa perlakuan yang memenuhi syarat hukum itu,
diantaranya yaitu perkawinan ikan guppy antara genotip yang satu dengan genotip
yang lain terjadi secara acak, masing-masing genotip memiliki kemampuan hidup
iviabilitas dan fertilitas yang sama, jumlah anggota populasi besar, tidak
terjaadi mutasi dan seleksi alam dan tidak ada perpindahan populasi. Tetapi
hasil perkawinan tidak memenuhi unsure keseimbangan jumlah populasi antar
anakan hasil perkawinan dengan jumlah induk yang melakukan perkawinan secara
acak. Hal itu dapat diakibatkan karena adanya indukan yang tidak melakukan
pemijahan dan juga karena adanya ikan yang mati.
Indukan
yang tidak melakukan pemijahan dan kematian pada ikan mungkin terjadi karena
keadaan dan kualitas air yang kurang memenuhi kenyamanan ikan untuk hidup dan
memijah. Sedangkan pada ikan yang dihasilkan hasil jantanisasi tidak
menghasilkan ikan jantan karena mungkin terjadi kesalahan praktikan dalam
memberikan ETS atau ada factor lain yang tidak mendukung untuk ikan menjadi
jantan.
DAFTAR PUSTAKA
Campbell, N. A., J. B. Reece, L.
Mitchell. 2008. Biology Eigth Edition.
Pearson Education, Inc. Amerika: 1465 hlm.
Passarge. E. 2007. Color Atlas of Genetics. Thieme
Stuttgart. New York: 497 hlm.
Sofro, Abdul Salam M, 1994.
Keanekaragaman genetik, yogjakarta : Andi offset.
Stansfield.
W. D. 1991.
Genetika. Erlangga. Jakarta.
Suryo.
1990. Genetika Manusia. Gajah
Mada University Press. Yogyakarta.
Westra.
1994. Dasar-dasar Genetika Ikan dan
Pengembangbiakan. UNAIR Press. Surabaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar