PENENTUAN JENIS
KELAMIN IKAN DAN GEN TUNGGAL DOMINAN LENGKAP
(Laporan Praktikum Genetika pada Ikan)
Oleh :
WIDI INDRA KESUMA
1114111058
JURUSAN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2013
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perkawinan
monohibrid dapat disebut dengan pewarisan gen tunggal. Pengertiannya
adalah persilangan antar dua tetua dengan salah satu sifat yang dapat
membedakan keduanya. Diharapkan keturunan pertamanya (generasi F1) akan
memiliki sifat dengan salah satu tetua jika sifat tersebut dipengaruhi oleh
alel dominan dan resesif serta tidak ada tautan seperti yang ditemukan Mendel
pada tanaman kapri (Pisum sativum).
Persilangan
rnonohibrid dibedakan menjadi dua macam, yaitu persilangan monohibrid dominan
dan monohibrid intermediate. Persilangan monohibrid dominan adalah persilangan
dua individu sejenis yang memerhatikan satu sifat beda dengan gen-gen yang
dominan. Sifat dominan dapat dilihat secara mudah, yaitu sifat yang lebih
banyak muncul pada keturunan dari pada sifat lainnya yang sealel.Persilangan
monohibrid sudah diteliti oleh Mendel.Dari hasil penelitiannya dengan tanaman
kacang kapri.Jika tumbuhan berbatang tinggi disilangkan dengan tumbuhan sejenis
berbatang pendek menghasilkan F, tumbuhan berbatang tinggi, dikatakan bahwa
batang tinggi merupakan sifat dominan, sedangkan batang pendek merupakan sifat
resesif. Jadi, pada F, dihasilkan keturunan yang mempunyai sifat sama dengan
sifat induk yang dominan. Rasio/perbandingan genotipe pada F2 = 1 :
2 : 1, sedangkan rasio fenotipenya = 3 : l.
Pada
percobaan Mendel tesrsebut, persilangan dilakukan hanya pada tanaman. Tapi pada
praktikum ini, akan dicoba dilakukan persilangan yang dilakukan pada ikan.
Untuk mengetahui bagaimana penentuan jenis kelamin ikan dan gen tunggal
dominan, maka dilakukanlah praktikum ini.
Tinjauan Pustaka
Gen
adalah unit terkecil bahan penyusun sifat menurun. Besarnya diperkirakan 4-50ยต.
Istilah gen pertama kali diperkenalkan oleh W.Johansen (1909), sebagai pengganti
istilah faktor keturunan atau elemen yang dikemukakan oleh Gregor Mendel.
Gregor Mendel telah berasumsi tentang adanya suatu bahan yang terkait dengan
suatu sifat atau karakter yang dapat
diwariskan. Ia menyebutnya
'faktor'. Pada tahun 1910, Thomas
Hunt Morgan menunjukkan bahwa
gen terletak di
kromosom. Selanjutnya, terjadi
'perlombaan' seru untuk menemukan substansi yang merupakan gen.
Banyak penghargaan Nobel yang kemudian jatuh pada peneliti yang terlibat dalam
subjek ini (Nuraini, 2008).
Individu
memiliki dua macam kromosom yaitu autosom dan seks kromosom. Karena itu
biasanya individu jantan dan betina memiliki kromosom yang sama oleh karena itu
sifat keturunan yang ditentukan oleh gen pada autosom akan diwariskan dari
orang tua pada anak-anaknya tanpa membedakan seks. Contohnya seperti albino,
warna mata, bentuk rambut, dan polidaktili dapat diwariskan, tapi
keturunan pada F1 dan F2 tidak pernah disebut jenis kelaminnya dan jenis
kelamin itu tidak mempengaruhi terhadap sifat-sifat tersebut.( Suryo.1990: 202)
Gen-gen
yang terdapat pada kromosom kelamin yang sering dinamakan rangkai kelamin
(inggris : “Sex Linkage”). Gen-gen yang terangkai pada kromosom kelamin sering
disebut dengan gen terangkai kelamin (inggris: “sex lingked genes”) yang
dibedakan menjadi gen terangkai Y yang terpaut pada kromosom Y dan gen
terangkai X yang terpaut pada kromosom X. Gen yang terpaut pada kromosom X
tidak memiliki alel pada kromosom Y sehingga penurunan sifat gen terpaut X
sedikit lain dari pada gen-gen autosom. Karena tidak memiliki alel pada
kromosom Y, maka gen terpaut seks akan mampu menunjukkan ekspresinya meskipun
dalam keadaan tunggal, baik dominan maupun resesif. (Sisunandar.2012: 39)
Hukum Mendel I atau hukum segregasi membahas tentang pemisahan faktor-faktor pembawa sifat (alel)
pada waktu pembentukan gamet. Hukum segregasi menyatakan bahwa alel-alel akan berpisah secara bebas dari
diploid menjadi haploid pada saat pembentukan gamet. Dengan demikian
setiap sel gamet hanya mengandung satu gen dari alelnya. Fenomena ini dapat
diamati pada persilangan monohibrid, yaitu persilangan dua individu dengan satu
sifat beda. Untuk mengujinya, Mendel
melakukan perkawinan silang antara antara ercis berbunga ungu dengan ercis berbunga putih dengan satu faktor
pembawa sifat (Nuraini,
2008).
Hukum Mendel II atau the law of independent assortment membahas mengenai
perkawinan silang yang menyangkut dua atau lebih pasangan sifat berbeda, maka
pewarisan dari masing-masing pasangan faktor sifat-sifat tersebut adalah bebas
sendiri-sendiri (masing-masing tidak tergantung satu sama lain). Keturunan
pertama menunjukkan sifat fenotipe dominan dan keturunan kedua menunjukkan
fenotipe dominan dan resesif dengan perbandingan 9 : 3 : 3 : 1. Untuk mengujinya, Mendel melakukan perkawinan
silang antara antara ercis biji kuning
dengan bentuk bulat RRYY dengan ercis biji hijau
dengan bentuk keriput (Nuraini, 2008).
Penurunan
karakter oleh gen tunggal menyimpang dari pola Mendel jika alel secara
keseluruhan tidak menunjukkan sifat dominan atau sifat resesif yaitu ketika gen
tertentu memiliki lebih dari dua alel atau ketika satu gen menghasilkan lebih
dari satu fenotipe. Alel dapat menunjukkan tingkat dominansi atau resesif yang
berbeda satu dengan lainnya. Pada penyilangan pea yang dilakukan Mendel,
anakan F1 selalu menunjukkan salah satu sifat dari sifat kedua induknya karena
satu alel dari pasangan alel menunjukkan complete dominance (dominansi
lengkap) terhadap alel lainnya dari pasangan tersebut. Pada beberapa gen, tidak
ada alel yang secara lengkap mendominasi, sehingga anakan F1 memiliki fenotipe
diantara variasi kedua induknya. Fenomena ini disebut incomplete dominance dan
ditunjukkan oleh penyilangan tanaman snapdragon berbunga merah dan putih
dimana seluruh hibrid F1 memiliki bunga berwarna pink. Fenotipe ketiga ini
muncul karena bunga dari heterozigot memiliki pigmen merah lebih sedikit
dibandingkan dengan homozigot warna merah (Campbell dkk, 2010).
Variasi
lain dari hubungan dominansi antar alel disebut codominance. Pada variasi ini kedua alel mempengaruhi fenotipe
dengan cara yang terpisah dan berbeda. Sebagai contoh, golongan darah MN
manusia ditentukan oleh alel codominan untuk dua molekul khusus yang terletak
di permukaan sel darah merah yaitu molekul M dan molekul N. Sebuah lokus
tunggal (dengan dua kemungkinan variasi alel) menentukan fenotipe golongan
darah. Individu homozigot untuk alel M (MM) memiliki sel darah merah dengan
molekul M saja sedangkan individual homozigot untuk alel N (NN) hanya memiliki
sel darah merah dengan molekul N saja. Jika kedua molekul M dan N terdapat pada
sel darah merah, individu tersebut adalah heterozigot untuk alel M dan N (MN).
Ingatlah bahwa fenotipe MN bukan fenotipe intermediate antara M dan N (Campbell
dkk, 2010).
BAHAN DAN METODE
Bahan
Adapun
bahan yang diperlukan dalam praktikum ini yaitu:
a.
Buku bahan ajar: Dasar-dasar Genetika Ikan dan Pengembangbiakan, Westra,
1994, UNAIR Press.
b.
Soal pemahaman genetika yang berisi:
·
Terdapat dua sistem penentuan jenis kelamin ikan yang
paling mudah yaitu sistem XY dan WZ.
XX : betina; XY: jantan WZ: betina; ZZ: jantan
Tilapia nilotica dikawinkan dengan T.
mossambica akan menghasilkan keturunan pertama dengan jenis kelamin?
T. aurea
dikawinkan dengan T. hormorum akan
menghasilkan keturunan pertama dengan jenis kelamin? (lihat halaman 8)
·
Ikan
mas koki (goldfish) dengan alel Bb
dan bb dikawinkan untuk memperoleh fenotip dominan dan fenotip resesif pada
warna tubuh. Berapa persen ikan mas koki akan berwarna merah oranye dan biru?
(lihat halaman 12)
·
Ikan
mas koki dengan alel DD dan Db dikawinkan untuk memperoleh fenotip dominan dan
fenotip resesif pada bentuk mata. Berapa persen ikan mas koki akan berwarna
normal dan mata seperti teleskop? (lihat halaman 12)
·
Ikan
guppy dengan tulang punggung (spinal) bengkok karena genetik dikawinkan dengan
ikan guppy dengan tulang punggung normal. Berapa persen akan menghasilkan ikan
guppy dengan tulang punggung normal ? (lihat halaman 12)
·
Ikan
mas (common carp) berpigmen normal
dikawinkan dengan ikan mas berpigmen abu-abu. Apakah semua ikan mas akan
berwarna normal atau abu-abu? Mengapa? (halaman 12)
Metode
Adapun
metode yang dilakukan dalam praktikum ini yaitu dengan menjawab 5 soal yang
diberikan sebagai data dengan mengacu pada tabel sembilan sistem penentuan
jenis kelamin ikan dan fenotip yang dipengaruhi oleh gen tunggal otosom dengan
aksidominan lengkap dari buku Dasar-dasar Genetika Ikan dan Pengembangbiakan
oleh Westra (1994) terbitan UNAIR Press.
Langkah
dalam proses mengerjakan soal tersebut yaitu:
a.
Menentukan parental dari masing-masing
individu.
b.
Menentukan fenotipe dan gamet pada
masing-masing individu.
c.
Menentukan hasil persilangan berupa F1.
d.
Menghitung hasil persentase persilangan
dengan rumus, :
x
100%
HASIL PERHITUNGAN
1. Persilangan
Tilapia nilotica dengan Tilapia mossambica dengan sistem
penentuan jenis kelamin XY :
P : ♀ XX ><
XY ♂
♂
♀
|
X
|
Y
|
X
|
XX
|
XY
|
X
|
XX
|
XY
|
F1 :
Rasio :
2 betina : 2 jantan
50%
: 50%
Persilangan Tilapia aurea dengan Tilapia
hormorum dengan sistem penentuan jenis kelamin WZ :
P : ♀ WZ ><
ZZ ♂
♂
♀
|
W
|
Z
|
Z
|
WZ
|
ZZ
|
Z
|
WZ
|
ZZ
|
F1 :
Rasio :
2 betina : 2 jantan
50%
: 50%
2. Persilangan
antara ikan mas koki (goldfish) alele
Bb dengan alele bb :
P : Bb ><
bb
|
b
|
b
|
B
|
Bb
|
Bb
|
b
|
bb
|
bb
|
F1 :
Rasio genotip : 2 Bb : 2 bb
Rasio fenotip : 2 warna tubuh merah
oranye : 2 warna tubuh biru
Persentase : 50% : 50%
3. Persilangan
antara ikan mas koki (goldfish) alele
DD dengan alele Dd :
P : DD >< Dd
|
D
|
d
|
D
|
DD
|
Dd
|
D
|
DD
|
Dd
|
F1 :
Rasio genotip : 2 DD : 2 Db
Rasio fenotip : 4 bermata normal
Persentase : 100%
4. Persilangan
antara ikan guppybertulang punggung (spinal) normal (Sn) dengan bertulang
punggung (spinal) bengkok (Sc) :
P : SnSn ><ScSc
|
Sc
|
Sc
|
Sn
|
SnSc
|
SnSc
|
Sn
|
SnSc
|
SnSc
|
F1 :
Rasio genotip : 4 SnSc
Rasio fenotip : 4 memiliki spinal normal
Persentase : 100%
5. Persilangan
antara ikan mas (common carp)
berpigmen normal (Gr) dengan berpigmen abu-abu (gr) :
P : GrGr ><
grgr
|
gr
|
gr
|
Gr
|
Grgr
|
Grgr
|
Gr
|
Grgr
|
Grgr
|
F1 :
Rasio
genotip : 4 Grgr
Rasio
fenotip : 4 berpigmen normal
Persentase : 100%
PEMBAHASAN
Telah
dilakukan praktikum dengan perhitungan hasil persilangan dalam menentukan jenis
kelamin ikan dan gen tunggal dominan lengkap. Dengan mengerjakan dan menjawab
soal yang telah diberikan sebagai bahan dalam praktikum ini maka akan
diketahaui bagaimana persilangan suatu jenis ikan terjadi, serta dapat
menentukan jenis kelamin ikan hasil persingan dengan metode gen tunggal dominan
lengkap.
Pada
soal pertama diketahui bahwa terdapat dua sistem penentuan jenis kelamin ikan yang
paling mudah yaitu sistem XY dan WZ. Pada system XY
dicontohkan dengan Tilapia nilotica dikawinkan dengan T.
Mossambica
dengan
XX : betina dan XY: jantan. Hasil persilangan
tersebut berupa 50% betina dan 50% jantan. Demikian juga pada T.
aurea dikawinkan dengan T. Hormorum,
dengan
WZ: betina dan ZZ: jantan. Hasil dari
persilangan tersebut juga didapatkan 50% betina dan 50% jantan. Dari hasil
tersebut dapat diketahui bahwa persilangan antar spesies dengan system perkawinan
homogenetik yang disilangkan dengan heterogenetik akan menghasilkan keturunan
dengan perbandingan jenis kelamin yang sama.
Pada
soal kedua diketahui bahwa ikan
mas koki (goldfish) dengan alel Bb
dan bb dikawinkan untuk memperoleh fenotip dominan dan fenotip resesif pada
warna tubuh. Alel B yang merupakan alel dominan dan b nerupakan
alel resesif. Hasil perhitungan didapatkan hasil bahwa, 50% ikan berpigmen
orange dan 50% berpigmen biru. Pigmen biru (b) adalah pigmen yang memiliki alel
resesif. Jadi demikian meskipun alel B dominan dan alel b bersifat resesif
tetapi hasil didapat perbandingan yang sama karena meskipun alel b resesif
tetapi alel b terdapat lebih banyak pada gamet tersebut dari pada alel B yang
bersifat dominan.
Pada
soal ketiga diketahui bahwa ikan
mas koki dengan alel DD dan Db dikawinkan untuk memperoleh fenotip dominan dan
fenotip resesif pada bentuk mata. Alel D bersifat
dominan dan alel d bersifat resesif. Sifat mata normal pada alel tersebut
dilambangkan dengan alel D, sedangkan alel resesif adalah d yang menunjukkan
ikan bermata teleskop. Dari hasil perhitungan didapat bahwa semua ikan (100%)
hasil keturunan tersebut memiliki mata yang normal. Hal ini menunjukkan bahwa
alel dominan D lebih mendominasi gamet dibanding dengan alel d yang bersifat
resesif pula, sehingga dapat diketahui pasti bahwa gen dominan akan lebih
sering muncul pada keturunan hasil persilangan tersebut.
Pada
soal keempat diketahui ikan
guppy dengan tulang punggung (spinal) bengkok karena genetik dikawinkan dengan
ikan guppy dengan tulang punggung normal. Ikan guppy dengan tulang punggung (spinal) bengkok
dilambangkan dengan alel Sc, sedangkan ikan guppy dengan tulang punggung normal dilambangkan dengan
alel Sn. Alel Sc merupakan alel resesif dan alel Sn merupakan alel yang
bersifat dominan. Dari hal tersebut dapat dilihat bahwa perkawinan tersebut
dengan perbandangan alel dominan dan alel resesif yang sama, sehingga didapat
hasil bahwa semua ikan keturunan hasil perkawinan tersebut 100% memiliki tulang
punggung yang normal. Hal tersebut dikarenakan perkawinan dikontrol oleh gen
tunggal dominan.
Pada
soal kelima dapat diketahui ikan
mas (common carp) berpigmen normal
dikawinkan dengan ikan mas berpigmen abu-abu. Ikan mas berpigmen
normal memiliki alel Gr dan bersifat dominan, sedangkan ikan mas berpigmen
abu-abu memiliki alel gr dan bersifat resesif. Hasil perkawinan tersebut
mendapatkan hasil semua keturunan 100% ikan mas berpigmen normal. Hal tersebut
dikarenakan dominan lebih mudah dideteksi dibandingkan resesif sebab gen-gennya
dapat dimunculkan bila berpasangan dengn alele yang mana saja. Untuk mendeteksi
adanya dominansi dapat dilihat dari: (a) sifat dominan yang diturunkan kepada
kurang lebih setengah dari keturunannya dengan asumsi indukya (parent) bersifat
heterozigot, (b) parent yang tidak mengekpresikan sifat dominansi, tidak
membawa allele dominan, jadi tidak menurunkan sifat tersebut ( Westra, 1994).
DAFTAR PUSTAKA
Campbell, Neil A. Reece, Jane B. dan
Can Mitchell. 2010. Biologi Jilid I Edisi
Kedelapan. Erlangga. Jakarta.
Nuraini.
Tuti. 2008. Genetika Dasar (Mendelisme), http://shiroi-kiba.blogspot.com. Diakses pada Mei 2013.
Sisunandar.
2011. Penuntun Praktikum Genetika.
Universitas Muhammadiyah Purwokerto. Purwokerto.
Suryo.
1990. Genetika Manusia. Gajah
Mada University Press. Yogyakarta.
Westra. 1994. Dasar-dasar Genetika Ikan dan Pengembangbiakan.
UNAIR Press. Surabaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar